Berita Bali

Pinjaman Lunak Rp 9,4 Triliun untuk Pariwisata Bali Sedang Dibahas, Asita: Semoga Direalisasikan

Pinjaman Lunak Rp 9,4 Triliun untuk Pariwisata Bali Sedang Dibahas, Asita: Semoga Direalisasikan

Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Widyartha Suryawan
Tribun Bali/Rizal Fanany
Ilustrasi - Sejumlah wisatawan menikmati Pantai Melasti, Ungasan, Kuta Selatan, Badung, Rabu (21/10/2020). Pinjaman Lunak Rp 9,4 Triliun untuk Pariwisata Bali Sedang Dibahas, Asita: Semoga Direalisasikan 

TRIBUN-BALI.COM, MANGUPURA - Pemerintah Provinsi Bali mengajukan soft loan model peminjaman dengan total Rp 9,4 triliun kepada pemerintah pusat.

Hal itu menyusul setelah ambruknya perekonomian Bali yang sangat bergantung pada sektor pariwisata dan kini dihajar habis oleh pandemi Covid-19.

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf), Sandiaga Uno menyebut program dana hibah pariwisata dan soft loan atau pinjaman lunak yang diminta Gubernur Bali tersebut kini tengah dalam proses pembahasan. 

"Soft loan ini sudah kami ajukan, sekarang ada di Komite PEN. Jadi bentuknya seperti apa, tadi Pak Gubernur Bali saat meninjau vaksinasi di Bandara menyatakan, sudah ada pembicaraan dengan teman-teman di OJK ini memasuki tahap pembahasan," ujar Menparekraf Sandiaga Uno, dalam Weekly Press Briefing via Zoom Meeting, Senin 22 Maret 2021.

Menparekraf Sandiaga Uno saat memberikan keterangan dalam Weekly Press Briefing via Zoom Meeting, Senin 22 Maret 2021.
Menparekraf Sandiaga Uno saat memberikan keterangan dalam Weekly Press Briefing via Zoom Meeting, Senin 22 Maret 2021. (Tribun Bali/Zaenal Nur Arifin)

Sandiaga berharap, paket soft loan ini bisa dipertimbangkan dan dieksekusi untuk memberdayakan dan meringankan dunia usaha terutama industri pariwisata di Bali. 

Jika soft loan tersebut disetujui, ada satu fitur dimana ada relaksasi dari peraturan OJK, yang tadinya tiga pilar jadi satu pilar untuk angka yang sampai dengan Rp 50 miliar dari segi pinjaman.

Baca juga: Vaksin AstraZeneca Telah Didistribusikan ke Bali, Ketahui Tanggal Kedaluwarsa dan Efek Sampingnya

Untuk diketahui, pada 2020 lalu, Kemenparekraf sudah menyalurkan dana hibah pariwisata sebesar Rp 2,2 triliun kepada 6.730 hotel dan 7.630 restoran.

Sedangkan tahun 2021 ini, Kemenparekraf mengalokasikan anggaran dengan estimasi Rp 2,7 triliun hingga Rp 3,7 triliun kepada usaha pariwisata.

"Untuk Rp 2,7 triliun sampai Rp 3,7 triliun hibah pariwisata itu juga kita lagi menunggu data-datanya. Karena ada perluasan penerima, tahun lalu hanya hotel dan restoran. Tahun ini kita akan perluas ke pelaku pariwisata dan ekonomi kreatif lainnya berbasis data yang didapat dari pajak hotel restoran dan juga pajak hiburan," ungkap Sandiaga.

Semoga Direalisasikan
Ketua DPD Asita 1971 Bali I Putu Winastra menyambut baik soft loan Rp 9,4 triliun yang diajukan Pemprov Bali dan kini sedang dibahas pemerintah pusat.

Terlebih lagi, menurut rencana, penerima dana hibah pariwisata ini akan diperluas. Bukan hanya untuk hotel dan restoran saja seperti sebelumnya, tetapi juga untuk para pelaku pariwisata lainnya seperti biro perjalanan wisata, guide, sopir, dan lainnya.

"Berkaitan dengan soft loan, kami sebagai pelaku pariwisata selalu mendorong pemerintah agar soft loan ini benar-benar bisa direalisasikan. Kenapa demikian? Karena kami sebagai pelaku pariwisata sangat membutuhkan modal kerja ketika memang Bali benar-benar dibuka," ujarnya kepada Tribun Bali, Selasa 23 Maret 2021.

Baca juga: Vaksinasi di Sanur Gunakan Vaksin AstraZeneca, Lebih Manjur Mana dengan Sinovac? Ini Perbedaannya

Winastra menyebut, pandemi yang sudah berlangsung setahun membuat asosiasi biro perjalanan seperti mati segan hidup tak mau. 

Hal itu lantaran sebelumnya mereka tidak mendapat hibah pariwisata sehingga member Asita harus berjuang di tengah ambruknya pariwisata Bali.

Pengeluaran terus berjalan, namun pemasukan hampir zero income selama setahun lebih.

Waketum DPP Asita 1971 ini berharap ada uluran tangan pemerintah untuk membantu asosiasi biro perjalanan.

"Untuk itu kami benar-benar berharap soft loan ini memang ada nantinya," tegas Winastra.

Sejumlah wisatawan menanti sunset di penghujung tahun 2020 di Objek Wisata Tanah Lot, Tabanan, Kamis (31/12/2020).
Sejumlah wisatawan menanti sunset di penghujung tahun 2020 di Objek Wisata Tanah Lot, Tabanan, Kamis (31/12/2020). (Tribun Bali/Rizal Fanany)

"Karena kami di biro perjalanan wisata dan teman-teman industri pariwisata lainnya juga membayar pajak," sebutnya.

"Kalau sekarang kan masih wacana saja bergulir sampai kapan kita gak tahu. Oleh karena itu ke depan dengan situasi dan pengalaman Covid-19 ini, saya kira pemerintah perlu merancang sebuah sistem," katanya.

Winastra mengakui, data tentang biro perjalanan wisata masih simpang siur di lapangan.

Semisal biro perjalanan wisata yang masih berjalan berapa banyak, lalu yang sudah tutup berapa banyak.

Belum lagi, ada biro perjalanan wisata tanpa izin.

"Nah ini kan masih amburadul," ucapnya.

Baca juga: Dikenal Digdaya Karena Pariwisata, Badung Kini Menjerit hingga Kesulitan Bayar Gaji Pegawai

Ke depan, ia berharap harus ada sistem dan menjadi database yang jelas. Siapapun yang melakukan usaha harus taat aturan. Sehingga, jika ada biro perjalanan yang tidak mengantongi izi, otomatis tidak boleh beroperasi.

"Inilah semestinya dilakukan, karena sebagai pengalaman," tegasnya.

"Kalau hibah diperluas dan itu ada, maka Asita juga dipastikan dapat karena anggota kami membayar pajak," tandasnya. (zae/ask)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved