Berita Bali
Coreng Nama Kesulinggihan, MDA Bali Sayangkan Sulinggih Tersandung Kasus Hukum
Banyak yang menyayangkan kejadian ini, karena mencoreng nama kasulinggihan di Bali.
Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
Karena maka itu, persyaratan menjadi seorang sulinggih sangat berat.
Semestinya dari awal harus disampaikan ke majelis agama, dan majelis agama yang menentukan boleh madiksa atau tidak.
“Ini kan persoalannya di sana, kemarin Ketua Parisadha membilang tidak ada datanya, atau catatannya di Parisadha. Kan berarti di luar jalur yang semestinya seseorang ini menjadi sulinggih dan itu tidak boleh sebenarnya,” tegasnya.
Sebab yang kasihan adalah umat dan nama baik kasulinggihan di Bali juga dipertaruhkan.
Sulinggih baru terduga kasus hukum saja, kata dia, seharusnya sudah dicabut kasulinggihannya.
Harus disampaikan kepada nabenya dan diperiksa, kemudian dicabut baru diserahkan ke ranah hukum.
“Dan lagi seharusnya tidak bisa seorang tanpa nabe menjadi sulinggih. Itu kan tidak benar, karena sesuai aturannya sudah ada. Ada syarat usia, proses, pemeriksaan dan lain sebagainya. Baru ada upacara,” sebutnya.
Bahkan ada syarat lain, apabila seseorang mau menjadi sulinggih.
Jikalau sulinggih menjalankan lokapalasraya, maka terlebih dahulu harus memiliki sisya yang jelas.
Berapa sisyanya dan siapa saja, ketika seseorang menjadi sulinggih.
“Sebab sulinggih tidak bisa bekerja kasar lagi, tidak bebas lagi ke sana-kemari, maka sisyanya yang memberikan jaminan dan melakukan urusan duniawi itu,” katanya.
Bahkan keluar sendiri dengan mobil pun tidak boleh.
Lalu syarat usia, dahulu seorang menjadi sulinggih minimal berusia 60 tahun.
“Namun belakangan pernah dibuat keputusan Parisadha usianya boleh 40 tahun. Tetapi kalau kita hubungkan dengan ahli fisiologi, ahli ilmu jiwa, dan kesehatan. Katanya orang terutama pria pada usia 38,48, dan 58 tahun secara jasmani sedang memasuki fase puncak seksualnya,” ujarnya.
Sehingga apabila ini tidak bisa dikendalikan, maka sangat berbahaya untuk seorang sulinggih.