Berita Karangasem
Ketut Pait, Bocah Yatim Piatu Asal Karangasem yang Berprestasi, Sering Mendapat Peringkat Pertama
Ketut Pait (13), bocah asal Banjar Muntigunung Tengah, Tianyar Barat, Kubu, Karangasem, Bali ini kini duduk di bangku kelas III sekolah dasar.
Penulis: Saiful Rohim | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
TRIBUN-BALI.COM, KARANGASEM - Ketut Pait (13), bocah asal Banjar Muntigunung Tengah, Tianyar Barat, Kubu, Karangasem, Bali ini kini duduk di bangku kelas III sekolah dasar.
Bocah yatim piatu ini belajar di SD Fillial yang jaraknya 1 kilometer dari rumah yang ditempuh dengan jalan kaki bersama rekannya.
Anak ketiga dari pasangan Wayan Sri Alih dan Ni Ketut Sri Alih adalah anak yang berprestasi.
Ia sering mendapat peringkat pertama di kelasnya.
Prestasi yang didapatkan Ketut ini tidak terlepas dari motivasi orangtuanya sebelum meninggal dan kakaknya, Ni Komang Desi.
Sehingga semangatnya belajar hingga kini tertanam.
"Ingat pesan Alm. orang tua. Saya harus rajin belajar. Kekurangan jangan dijadikan alasan untuk malas - malasan. Harus rajin, giat, serta bisa membanggakan orang tua (berprestasi). Pesan ini saya ingat," kata Ketut Pait menggunakan Bahasa Bali.
Baca juga: Kisah Tiga Bocah Miskin Muntigunung Karangasem, Desi Berjualan ke Batubulan Lima Hari Sekali
Baca juga: Kehidupan 3 Anak Yatim Piatu di Karangasem, Komang Desi Kadang Tinggalkan Dua Adiknya Jualan ke Ubud
Baca juga: Kisah Pilu Tiga Bersaudara Yatim Piatu Asal Karangasem, Biasa Hanya Makan Nasi Putih Tanpa Lauk Pauk
Pesan itu membuat Ketut Pait semangat belajar.
Ia menyempatkan waktu mengulang ilmu yang didapatkannya di sekolah.
"Setelah pulang sekolah langsung mencari rumput. Selesai beri pakan ternak harus menyempatkan belajar beberapa menit. Setelah itu baru bersih rumah," ujar Ketut Pait.
Bocah yang bercita - cita menjadi polisi ini memiliki keinginan melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi.
Ia pun berharap ada donatur yang bersedia menanggung semua biaya pendidikannya, dan adiknya yang belum sekolah sehingga cita-citanya dapat tercapai.
Sepupu Pait, Gede Andi, juga mengutarakan hal yang sama.
Pait merupakan anak pintar serta berprestasi.
Andi berharap ada donatur bantu membiayai pendidikan dan adiknya yang rencananya masuk tahun 2021.
Sempat dari pantai asuhan akan mengambil, serta mengasuh Pait dan Dika namun urung dilakukannya.
"Kepercayaan di Muntigunung, seandainya si anaknya tinggal terpisah khawatir orang tuanya (arwah) datang ke rumah. Menanyakan kondisi anaknya," jelas Gede Andi.
Dari komunitas pun sempat ada rencana akan menunggung biaya pendidikan Pait serta adiknya.
Motivasi dan dukungan pun muncul dari Ni Komang Desi (16), kakak Ketut Pait.
Desi tak ingin adiknya bernasib sama.
Menjadi pedagang yang tidak bisa mengeja huruf.
Desi hanya bisa berhitung, menambahkan, dan mengurangi.
Ilmu itupun didapatnya secara otodidak di saat berjualan di jalanan.
"Keinginan sekolah ada, cuma kondisi yang membuat seperti ini. Waktu seharinya saya habiskan untuk membantu orang tua. Setelah kedua orang tua meeninggal saya menjadi tulang punggung. Memenuhi kebutuhan kedua adik," tambah Komang Desi.
Kepala Dusun Muntigunung Tengah, Made Merta, mengatakan, tiga bocah ini merupakan anak yatim piatu dan termasuk keluarga miskin.
Mereka sering hanya mengandalkan dari pemberian keluarga dan tetangga.
Bantuan dari pemerintah sudah ada, tapi tidak cukup untuk menuhi kebutuhan seharinya.
Pihaknya berharap ada bantuan dari pemerintah daerah dan donatur agar yang bersangkutan bisa melanjutkan sekolah ke jenjang lebih tinggi.
Apalagi Wayan Dika memiliki keinginan bersekolah.
"Saya berharap ada orangtua asuh, sehingga bersangkutan bisa sekolah,"tambah Made Merta.
Untuk Komang Desi kita minta mengejar paket A, hingga C.
Minimal yang bersangkutan bisa membaca serta menulis seperti orang pada umumnya.
Mengingat usianya Ni Komang Desi masih 16 tahun. Pihak desa menyatakan siap memfasilitasi jika Desi ingin mengejar paket A hingga C.
Diberitakan sebelumnya, 3 bocah yatim piatu ini merupakan keluarga tak mampu, dan harus menjadi perhatian.
Dari pemerintah daerah sudah memberikan bantuan berupa Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Non Tunai, BPJS Kesehatan gratis, serta bantuan bedah rumah.
"Tetapi bantuan ini tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari. Syukurnya ada bantuan dari komunitas yang memberikan sembako, mie, memperbaiki atap rumah yang bocor, serta memberikan bantuan yang lainnya,"ungkap Made Merta.
Untuk makan setiap hari, yang bersangkutan mengandalkan pemberian keluarga dan tetangga.
Seandainya tidak punya makanan otomatis makan seadanya.
Biasanya mereka makan hanya menu sambal bawang.
"3 bocah ini masuk KK miskin, tetap memerlukan bantuan," tambah Made Merta. (*)
Berita lainnya di Berita Karangasem