POLEMIK Vaksin Nusantara yang Dikembangkan Terawan & Vaksin Merah Putih yang Siap Diproduksi Massal

Polemik Vaksin Nusantara yang Dikembangkan Terawan, Vaksin Merah Putih Siap Diproduksi Massal

Editor: Widyartha Suryawan
Tribun Bali/Rizal Fanany
Ilustrasi - POLEMIK Vaksin Nusantara yang Dikembangkan Terawan & Vaksin Merah Putih yang Siap Diproduksi Massal 

TRIBUN-BALI.COM - Vaksinasi Covid-19 di Indonesia masih terus berlanjut.

Seiring dengan itu, pengembangan vaksin di dalam negeri juga terus berjalan.

Terkini, setidaknya sudah ada dua vaksin yang sedang dikembangkan dan diharapkan nantinya bisa memenuhi kebutuhan vaksin di dalam negeri, yakni Vaksin Nusantara dan Vaksin Merah Putih.

Namun, kedua vaksin yang dikembangkan di dalam negeri tersebut mendapatkan reaksi berbeda. Jika vaksin nusantara jadi polemik, vaksin merah putih siap produksi masal.

Polemik Vaksin Nusantara

Vaksin Sel Dendritik atau yang dikenal vaksin Nusantara yang dikembangkan mantan Menkes Terawan Agus Putranto memunculkan pro kontra.

Beberapa anggota DPR RI ingin menjadi relawan uji klinik meski BPOM RI menemukan kejanggalan dalam penelitian dan pengembangan vaksin Nusantara.

Kepala BPOM Penny K. Lukito enggan memberikan komentar saat peneliti vaksin sel dendritik atau vaksin Nusantara tetap melanjutkan tahapannya meski tak sesuai rekomendasi pihaknya.

"Terkait vaksin nusantara ya kami tidak bisa menjawab, ya jawaban kami bagaimana hasil penilaian Badan POM terkait fase pertama uji klinik fase 1 vaksin dendritik atau vaksin nusantara adalah belum bisa dilanjutkan ke uji klinik fase dua, sudah clear ya sampai di situ," tegasnya dalam konferensi pers virtual bersama BPOM RI secara virtual, Jumat (16/4/2021).

Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K Lukito.
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K Lukito. (Foto Gugus Tugas Covid-19)

Penny menuturkan, tugas Badan POM telah selesai saat mendampingi uji klinik I dan memberikan penilaian bahwa penelitian tersebut tidak masuk kategori riset ilmiah sesuai standar internasional.

"Saya tidak mau komentari, karena vaksin dendritik atau nama vaksin Nusantara sudah beralih sekarang, saya tidak mau komentari lagi, sudah beralih," ucap Penny.

Ia pun mengingatkan, penting dalam sebuah penelitian ilmiah harus melewati uji praklinik atau uji pada hewan sebelum diberikan kepada manusia.

Hal itu untuk menghindari kesalahan fatal dan memberikan perlindungan kepada relawan.

Baca juga: Vaksin Merah Putih Produksi Massal 2022

"Kalau tidak dilakukan dan langsung loncat ke clinical trial, nanti kesalahan ada di sana. Yang namanya penelitian begitu. Kita belajar dari tahapan-tahapan yang ada. Harusnya bisa dapat dikoreksi, diperbaiki," tambah Penny.

"Vaksin Nusantara kami tidak bisa jawab. Penilaian Badan POM pada fase pertama uji klinik vaksin dendritik belum bisa dilanjutkan ke fase II dan ada temuan correction action. Koreksi-koreksi harus ada perbaikan kalau mau maju ke fase kedua," tambahnya.

Sebelumnya, Peneliti utama vaksin Nusantara untuk uji klinis tahap dua, Kolonel Jonny, menjelaskan tahapan riset terhadap vaksin Nusantara.

Dia menyebut vaksin Nusantara menggunakan sampel darah manusia sebagai bahan penelitian.

"Vaksin lain tidak ada yang diambil darah, jadi ini bedanya. Karena vaksin ini diambil dari sel tubuh kita sendiri," kata Jonny di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta, Rabu (14/4/2021).

Peneliti akan mengambil sel darah putih untuk dibiarkan selama lima hari.

Setelah itu, sel tersebut dipadukan dengan protein berjuluk 'S' dari sampel virus covid-19.

Vaksin Merah Putih Siap Produksi Masal
Beda dengan vaksin Nusantara, Kepala BPOM Penny K. Lukito menyebut, vaksin Merah Putih yang dikembangkan Universitas Airlangga (Unair) dapat diproduksi massal mulai awal tahun 2022.

"Harapannya sudah bisa diproduksi secara massal pada awal tahun 2022," ujar Penny saat konferensi pers Vaksin Merah Putih secara virtual, Jumat (16/4/2021).

Ia mengatakan, vaksin dengan platform inactivated virus ini menjadi vaksin pertama yang akan diproduksi massal, lantaran kini telah memasuki tahapan uji praklinik atau uji pada hewan.

Jika lolos uji praklinik maka dilanjutkan ke tahapan uji klinik I,II, dan III dengan target penyelesaian 2021.

"Sekarang dalam tahapan yang sudah masuk praklinik dengan platform inactivated virus. Kemudian nanti masuk uji klinik. Targetnya kuartal 2021 selesai kerja," jelas Penny.

Penny mengatakan, vaksin Merah Putih dari Unair bermitra dengan PT Biotis Pharmaceuticals Indonesia.

Untuk itu sesuai prosedur keamanan dan efektivitas pembuatan vaksin, pihaknya terus mendampingi produksi massal tersebut.

"Kami juga sedang mendampingi PT Biotis Pharmaceuticals supaya bisa memenuhi Good Manufacturing Practice (GMP) dan Good Laboratory Practice (GLP). Ini akan dipenuhi dalam beberapa bulan ke depan. Jadi itu harapan kita ya," kata perempuan berhijab ini.

Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman akan segera menyerahkan seed atau bibit vaksin Merah Putih kepada Bio Farma untuk diproses lebih lanjut.

Kepala LBM Eijkman Prof Amin Subandrio mengatakan, saat ini pihaknya memasuki tahapan akhir dalam pengembangan bibit vaksin Covid-19 berbasis protein rekombinan itu.

"Di mana kami sudah bisa mengembangkan protein rekombinan sesuai dengan targetnya, kemudian protein S dan protein N, spike protein dan nukleokapsid protein yang akan dijadikan sebagai kandidat vaksin," ujarnya dalam konferensi pers virtual bersama BPOM RI dan Bio Farma secara virtual, Jumat (16/4/2021).

Bibit vaksin yang akan diserahkan kemudian akan melalui uji praklinik dan uji klinik, serta diproses untuk perizinan.

Meski proses berikutnya akan lebih banyak dilakukan Bio Farma.

Baca juga: Siti Fadilah Supari Dukung Dokter Terawan Agar Tidak Putus Asa Kembangkan Vaksin Nusantara

Amin memastikan lembaga Eijkman tidak langsung lepas tangan, tapi tetap ikut serta dalam perkembangan selanjutnya.

"Kami ikut sampai dengan uji klinik fase I, II, dan III," ucap Amin.

Diprediksi vaksin Merah Putih dari lembaga Eijkman ini bakal mendapat izin penggunaan darurat atau Emergency Use Authorization (EUA) pada akhir semester pertama 2022.

Diketahui, vaksin Merah Putih dikembangkan oleh enam lembaga dalam negeri, yakni LBM Eijkman, Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Institut Teknologi Bandung, dan Universitas Airlangga.

Enam lembaga tersebut mengembangkan vaksin Covid-19 dengan metode yang berbeda.

Eijkman mengembangkan dengan platform protein rekombinan, UI dengan platform DNA, MRNA, dan virus-like particle.

Sementara Universitas Airlangga adenovirus, ITB juga adenovirus, sementara Universitas Gajah Mada menggunakan protein rekombinan dan LIPI juga dengan protein rekombinan.

Beda Vaksin Merah Putih dan Vaksin Nusantara

Lantas, apa bedanya vaksin merah putih dan vaksin nusantara?

Berikut hal-hal yang perlu diketahui dalam pengembangan vaksin Merah Putih dan vaksin Nusantara yang dirangkum Tribunnews.com dari berbagai sumber :

- Vaksin Nusantara Berbasis Sel Dendritik

Dijelaskan Terawan dalam wawancara bersama Kompas TV beberapa waktu lalu, vaksin Nusantara merupakan solusi yang ditawarkan bagi pasien komorbid atau penyakit penyerta.

Vaksin ini berbasis sel dendritik.

Sama seperti terapi pada pasien kanker, maka sel dendritik dari pasien kanker akan dikenalkan dengan antigen kanker.

Hasilnya, jika sel dendritik aktif maka akan menemukan dan memusnahkan sel kanker tersebut.

"Vaksin berbasis dendritik Cell ini intinya adalah dari setiap kita punya dendritik Cell tinggal dikenalkan pada antigen Covid-19 sehingga akan menjadi punya memori terhadap Covid- 11 prosesnya begitu simpel," jelas Terawan.

dr Terawan Agus Putranto.
dr Terawan Agus Putranto. (Tribunnews/Irwan Rismawan)

Sel dentritic ini disesuaikan dengan kondisi pasien.

Artinya, memungkinkan cocok diberikan kepada penderita komorbid yang tidak bisa menerima vaksin biasa.

"Menjadi vaksin individual dan disuntikkan secara subkutan ke dalam tubuh pasien penerima vaksin dan akan memberikan kekebalan terhadap covid 19 dan karena ini sifatnya menjadi imunitas yang seluler (imun yang bukan berasal dari antibodil tentunya akan bertahan lama," jelas dia.

Vaksin ini yang dikembangkan oleh peneliti di RSUP Dr. Kariadi Semarang, yang kerja sama Kementerian Kesehatan dengan AIVITA Biomedical.

Mantan Menteri Kesehatan Prof. Siti Fadilah Supari menyebut ide dokter Terawan Agus Putranto mengembangkan vaksin Nusantara dengan metode dentitrik autolog yang dipaparkan dengan antigen protein S dari Covid-19 bukanlah ide yang datang tiba-tiba.

"Menurut saya tidak jatuh dari langit dia (Terawan) tiba-tiba punya ide itu (kembangkan vaksin Nusantara dengan metode dentitrik)," ujar Siti Fadilah kepada Tribunnews.com.

Menkes era Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu mengungkapkan, dokter Terawan telah bertahun-tahun mempelajari tentang sel dentitrik.

Hanya saja, penelitian yang dilakukan Terawan selama ini berfokus pada upaya penyembuhan pasien kanker maupun diabetes.

"Soal sel dentitrik, itu dia sudah bertahun-tahun bergelut dengan dentitric cell itu di pojokkan RSPAD. Di situ memang ada ruangan yang khusus untuk itu," kata dia.

"Waktu sedang kontrol di RSPAD, saya ditunjukkan laboratorium dia. Pernah dia ceritakan panjang lebar tentang sel dentitrik ini. Tapi bukan untuk vaksin, untuk orang-orang kanker atau diabetes yang sudah parah," sambung Siti Fadilah.

Saat ini, Terawan berusaha menggunakan metode dentitrik autolog untuk menyembuhkan pasien Covid-19.

Menurut Siti Fadilah ini merupakan inovasi penggunaan sel dentitrik yang coba dilakukan oleh Terawan.

"Kalau ini biasanya untuk kanker, kemudian dia punya inovasi, barangkali bisa untuk Covid-19. Dia punya pendapat begitu ya kita tidak tahu" ujar Siti.

(Tribunnews.com/Rina Ayu/Chaerul Umam/Lusius Genik/Anita K Wardhani)

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Vaksin Nusantara Jadi Polemik, Vaksin Merah Putih Siap Produksi Masal, Apa Beda Keduanya?

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved