Hari Raya Kuningan
3 Hal yang Perlu Diketahui Tentang Hari Raya Kuningan
Sebagian orang mungkin mengira bahwa Hari Raya Kuningan berdekatan dengan perayaan Hari Suci Galungan.
Sebab, puncak perayaan tetap pada Hari Suci Galungan.
Menurut Pitana, hal tersebut wajar digelar secara sederhana oleh umat Hindu di Bali atau di daerah lain.
“Kuningan itu kecil. Biasalah, seperti kita upacara di kantor, dibuka menteri, ditutup pak lurah, misalnya. Jadi pembukaannya besar, penutupannya sekadarnya saja,” ujar dia.
Walau dirayakan dengan sederhana, Hari Raya Kuningan tetap mempunyai tradisi yang dilakukan oleh umat Hindu.
• 10 Ekor Babi Milik Dek Lodek Hilang Dicuri Saat Hendak Dijual Saat Hari Raya Galungan-Kuningan
• Menyambut Hari Raya Galungan dan Kuningan, Yayasan Harta Hanya Titipan Bagikan Bansos di Buleleng
Sebagai contoh, masyarakat di Desa Munggu, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung selalu merayakan Hari Raya Kuningan dengan menggelar tradisi Mekotek.
Diberitakan Kompas.com, Sabtu (20/2/2016), warga desa mengaku bangga memiliki tradisi leluhur yang sudah menjadi ikon pariwisata yang ditunggu-tunggu setiap enam bulan sekali.
“Ya setiap Kuningan pasti digelar tradisi ini. Saya bangga jadi masyarakat di sini yang memiliki tradisi leluhur ini,” kata seorang warga Desa Munggu bernama Kadek Arta.
Tradisi Mekotek identik dengan peralatan batangan kayu yang disiapkan oleh warga desa.
Nantinya, batangan kayu itu dijadikan sebagai sarana perang kayu atau Mekotek.
Kayu tersebut sudah dalam kondisi terkelupas kulitnya, dengan panjang sekitar 2-2,5 meter.
Mekotek digelar pada sore hari dan utamanya diikuti pria berusia 12-60 tahun.
Tongkat kayu yang dibawa akan diadu membentuk seperti piramid.
Para pria yang berpartisipasi akan mencoba adu nyali untuk naik ke puncak kumpulan kayu.