Vaksinasi

RSPAD Gatot Soebroto Akan Terbuka Soal Efek Samping Vaksin Nusantara

Nyoto juga menambahkan pihaknya akan menyerahkan penilaian terhadap kelayakan gejala efek samping tersebut kepada BPOM.

Editor: DionDBPutra
khybernews.tv
Ilustrasi vaksin Covid-19. RSPAD Gatot Soebroto akan buka-bukaan terkait efek samping Vaksin Nusantara terhadap relawan. 

TRIBUN-BALI.COM, JAKARTA - RSPAD Gatot Soebroto mengatakan pihaknya akan buka-bukaan terkait efek samping vaksin berbasis sel dendritik atau Vaksin Nusantara terhadap relawan vaksin dalam penelitiannya kepada BPOM.

Direktur Pelayanan Kesehatan RSPAD Gatot Soebroto Brigjen TNI Nyoto Widyo Astoro juga mengatakan dalam penelitian Vaksin Nusantara yang dilakukan oleh pihaknya Kejadian Tidak Diinginkan (KTD) yang dialami oleh relawan akan tetap dilaporkan kepada BPOM.

"Itu bidang pokok penelitian pastilah akan dicatat gejala efek samping itu akan dicatat dengan baik, kemudian dilaporkan kepada pemangku jabatan dalam hal ini BPOM kalau dalam penelitian, karena ini mengenai penelitian terhadap manusia jadi akan dilaporkan kepada BPOM. Jadi semua gejala-gejala tidak ada yang ditutupi atau tidak dilaporkan. Jadi semua gejala akan dilaporkan," kata Nyoto, dalam konferensi pers, Senin 19 April 2021.

Baca juga: Selama 4 Hari, 5.600 Petugas Bandara Ngurah Rai Bali Akan Jalani Vaksinasi Covid-19 Tahap Dua

Baca juga: Capaian Vaksinasi Tiga Zona Hijau 70 Persen Lebih, Desa Jatiluwih Tabanan Ditarget Selesai Hari Ini

Nyoto juga menambahkan pihaknya akan menyerahkan penilaian terhadap kelayakan gejala efek samping tersebut kepada BPOM.

"Dan nanti tentu saja yang nanti akan menilai adalah BPOM, apakah gejala ini bisa layak dan sebagainya dalam vaksin ya, tapi itu hal yang biasa," kata Nyoto.

Nyoto mengatakan semua proses vaksinasi akan menimbulkan gejala. Gejala tersebut, kata Nyoto, di antaranya terkadang berupa demam.

Namun demikian, gejala tersebut masih bisa diatasi selama masih gejala normal.

"Gejalanya kan di antaranya, bisa sakit, kadang-kadang kan kalau vaksin anak-anak kan kadang demam dan sebagainya, itu kan gejala yang bisa diatasi. Artinya itu adalah efek samping, ya tapi bisa diatasi barangkali kalau yang gejala-gejala yang normal," katanya.

Sebelumnya Badan POM mengumumkan data hasil uji klinik fase 1 vaksin Sel Dendritik atau yang dikenal dengan vaksin Nusantara.

Kepala BPOM Penny K Lukito mengatakan, uji klinik fase 1 mengungkapkan, sebanyak 20 dari 28 subjek (71.4%) mengalami Kejadian yang Tidak Diinginkan (KTD) meskipun dalam grade 1 dan 2.

Seluruh subjek mengalami KTD pada kelompok vaksin dengan kadar adjuvant 500 mcg dan lebih banyak dibandingkan pada kelompok vaksin dengan kadar adjuvant 250 mcg dan tanpa adjuvant.

"Kejadian yang Tidak Diinginkan (KTD) yang terjadi adalah nyeri lokal, nyeri otot, nyeri sendi, nyeri kepala, penebalan, kemerahan, gatal, ptechiae, lemas, mual, demam, batuk, pilek dan gatal," ujarnya pekan lalu.

Penny juga mengatakan, KTD grade 3 pada 6 subjek dengan rincian yaitu 1 subjek mengalami hipernatremi, 2 subjek mengalami peningkatan Blood Urea Nitrogen (BUN) dan 3 subjek mengalami peningkatan kolesterol.

KTD grade 3 merupakan salah satu kriteria penghentian pelaksanaan uji klinik yang tercantum pada protokol uji klinik.

Namun berdasarkan informasi Tim Peneliti saat inspeksi yang dilakukan Badan POM, tidak dilakukan penghentian pelaksanaan uji klinik dan analisis yang dilakukan oleh Tim Peneliti terkait kejadian tersebut.

Penelitian vaksin dilakukan oleh tim peneliti dari Balitbangkes Kementerian Kesehatan, RSPAD Gatot Subroto, RSUP Dr. Kariadi dan Universitas Diponegoro.

Penelitian ini disponsori oleh PT Rama Emerald/PT AIVITA Indonesia bekerja sama dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes), Kementerian Kesehatan.

Legal Standing

Pada bagian lain, Kapuskes TNI Mayjen TNI dr. Tugas Ratmono memastikan penelitian vaksin Nusantara yang dilakukan di RSPAD Gatot Subroto sudah memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan legal standing.

"Saya kira kalau penelitian ini (vaksin Nusantara) dilakukan di RSPAD, saya kira di sana sudah diperhatikan betul tentang hal-hal legal standing tersebut," ujar Tugas Ratmono.

Tugas Ratmono menjelaskan, di bidang kesehatan TNI sudah ada suatu aturan mengenai legal standing, baik dalam kerjasama antara lingkup nasional maupun internasional. "Ini sudah tertuang di dalam satu keputusan dari panglima TNI," katanya.

Legal standing yang berlaku itu meliputi prosedur dari suatu penelitian, termasuk juga fase-fase uji klinik dari penelitian vaksin Nusantara yang diprakarsai dokter Terawan Agus Putranto.

Tugas mengatakan, aturan berkaitan dengan legal standing dalam bidang kesehatan TNI itu diterbitkan untuk memastikan penelitian berlangsung sesuai kaidah-kaidah ilmiah yang berlaku.

"Sehingga kaidah-kaidah penelitian akan sesuai dengan aturan yang berlaku," ujarnya.

Tugas mengatakan, berkaitan dengan legal standing penelitian vaksin Nusantara, nantinya akan diserahkan kepada Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).

"Nanti pada waktunya, kalau memang ini dinilai memenuhi suatu standar, tujuannya adalah bagaimana vaksin atau obat-obatan bisa digunakan atau tidak di masa pandemi ini, yang tentunya sudah direkomendasikan oleh badan yang mempunyai otoritas," katanya.

"Inilah suatu sistem legal standing yang harus dilakukan," ujarnya. (Tribun Network/Lusius Genik/Gita Irawan/sam)

Ikuti berita terkait vaksinasi Covid-19

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved