Berita Ekonomi

Maraknya Pinjaman Online Ilegal, Kepala OJK Regional 8 Bali dan Nusra Beri Tips agar Tak Terjerat

Sejak beberapa waktu lalu, masyarakat dikagetkan dengan maraknya Fintech Peer To Peer Ilegal yang sangat merugikan. 

Penulis: Karsiani Putri | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
Istimewa
Kepala OJK Regional 8 Bali dan Nusa Tenggara, Giri Tribroto 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Sejak beberapa waktu lalu, masyarakat dikagetkan dengan maraknya Fintech Peer To Peer Ilegal yang sangat merugikan. 

Tak sedikit pula ada jeratan utang berbunga tinggi melalui pinjaman online (pinjol).

Kepala OJK Regional 8 Bali dan Nusa Tenggara, Giri Tribroto kepada Tribun Bali menjelaskan adapun data mengenai laporan kasus Pinjaman Online Ilegal tercatat pada sistem APPK Per 1 Januari 2021 hingga 5 April 2021 terdapat 3.930 layanan. 

Namun, menurutnya pihaknya tidak dapat menyaring untuk lokasi tertentu, sehingga untuk Bali belum bisa diketahui jumlahnya. 

Baca juga: Komitmen Kembangkan UMKM, FIFGROUP Gulirkan Pinjaman Tanpa Bunga Untuk Ratusan UMKM di Indonesia

Baca juga: Soal Pinjaman Pemkab Tabanan ke PT SMI untuk Perbaiki Jalan,Bupati Sanjaya Optimis Dapat Lampu Hijau

Sementara untuk jumlah Fintech Lending Terdaftar dan Berizin di OJK per 16 Maret 2021 sebanyak 148 dan untuk di Bali terdapat satu entitas, yaitu Pundiku. 

Sedangkan untuk Fintech Lending Ilegal yang telah diajukan pemblokiran kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika RI, dari tahun 2018-2021 (per Maret), sebanyak 3.107 entitas. 

Giri Tribroto menilai bahwa beberapa penyebab utama kasus Pinjol Ilegal marak terjadi, di antaranya karena kemudahan membuat aplikasi atau situs web sehingga banyak penawaran ilegal melalui internet dan media sosial oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.

Lalu, kesenjangan tingkat literasi keuangan dan tingkat inklusi keuangan.

Literasi Keuangan merupakan pemahaman terhadap produk Industri Jasa Keuangan, sedangkan Inklusi Keuangan adalah pemanfaatan atau penggunaan produk Industri Jasa Keuangan.

Baca juga: PHRI Gianyar Harapkan Pinjaman Lunak Pemerintah Tapi Pembayaran Pertama Diharapkan 2 Tahun Mendatang

"Sebagai informasi, hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK)  tahun 2019 yang diadakan oleh OJK, hasilnya tingkat Literasi Keuangan Indonesia sebesar 38,03 persen dan tingkat Inklusi Keuangan Indonesia sebesar 76,16 persen. Hal ini menunjukkan, relatif rendahnya tingkat pemahaman masyarakat dibandingkan tingkat penggunaan produk keuangan sehingga banyak yang terjerumus ke investasi illegal," ucapnya. 

Menurutnya, masyarakat memerlukan alternatif solusi saat kesulitan keuangan.

Misalnya, tidak memiliki uang untuk kebutuhan mendesak sehingga tidak melakukan pengecekan legalitas, tidak dipikir matang, penghasilan nasabah tidak cukup, gali lubang tutup lubang dan nasabah sengaja tidak membayar.

Ia menyebutkan permasalahan dan risiko apabila masyarakat meminjam dana melalui Pinjaman Online Ilegal sangatlah besar, sehingga diharapkan masyarakat lebih waspada apabila ingin menggunakan layanan pinjaman online.

Adapun permasalahan dan risiko tersebut antara lain tidak terdaftar di OJK, sehingga tidak ada yang mengatur dan mengawasi,  bunga dan jangka waktu pinjaman tidak jelas, alamat peminjaman tidak jelas dan sering berganti nama, dan media yang digunakan pelaku fintech peer-to-peer lending ilegal tidak hanya menggunakan Google Play Store untuk menawarkan aplikasi, tapi juga link unduh yang disebar melalui SMS atau dicantumkan dalam situs milik pelaku.

Kemudian, permasalahan dan risiko selanjutnya adalah penyebaran data pribadi peminjam, tata cara penagihan tidak hanya kepada peminjam tapi juga ditagihkan kepada keluarga, rekan kerja, hingga atasan dengan disertai fitnah, ancaman, hingga pelecehan seksual.

 Bahkan, penagihan dilakukan sebelum jatuh tempo.

Giri Tribroto menambahkan guna pencegahan dan penanggulangan investasi ilegal, termasuk Pinjaman Online (Fintech P2P Lending) Ilegal, OJK telah bergabung ke dalam Satuan Tugas Waspada Investasi, yaitu forum koordinasi antar instansi atau stakeholder terkait investasi ilegal, di antaranya regulator (OJK, dan Bank Indonesia), Kementerian/Dinas yang membidangi (Koperasi dan UKM, Perindustrian dan Perdagangan, Komunikasi dan Informasi, Penanaman Modal dan lainnya) serta penegak hukum (Kepolisian dan Kejaksaan).

"OJK Kantor Regional 8 Bali dan Nusra secara intensif telah melakukan edukasi kepada masyarakat dan pelaku usaha melalui forum virtual Ngobrol Ringan dan Santai untuk Edukasi (NGORTE, red) maupun pertemuan tatap muka ke seluruh kabupaten di Bali bersinergi dengan pemerintah daerah," ungkapnya ketika dihubungi Tribun Bali pada Minggu 25 April 2021. 

Ia juga menyampaikan masyarakat dapat melaporkan informasi Pinjaman Online Ilegal untuk selanjutnya disampaikan kepada otoritas terkait dan penegak hukum melalui Satgas Waspada Investasi melalui kanal layanan OJK 157 di antaranya Kontak OJK 157,  Whatsapp pada nomor  081 157 157 157 serta Email konsumen@ojk.go.id; atau waspadainvestasi@ojk.go.id . 

Bisa juga dengan mengirimkan surat yang ditujukan kepada Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang EPK, Menara Radius Prawiro Lt 24, Komplek Perkantoran Bank Indonesia, Jalan M.H. Thamrin No. 2, Jakarta. 

Langkah lainnya adalah melalui Aplikasi Portal Perlindungan Konsumen (APPK) : kontak157.ojk.go.id.

"Masyarakat juga dapat langsung melaporkan Pinjaman Online Ilegal kepada penegak hukum kepolisian apabila terjadi dugaan pelanggaran hukum seperti teror, intimidasi, pelecehan dan sebagainya dengan dasar hukum diantaranya UU No. 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas UU No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), Pasal 26 ayat (1), Pasal 27 ayat (1), ayat (3) dan ayat (4); Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 368 ayat (1), Pasal 369 ayat (1); UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Pasal 9 ayat (1), dan Pasal 19," ungkapnya. 

Menurutnya, adapun aturan yang mengatur mengenai Fintech P2P Lending terdapat pada POJK Nomor 77/POJK.01/2016 Tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi, dan SEOJK Nomor 18/SEOJK.02/2017 tentang Tata Kelola dan Manajemen Risiko Teknologi Informasi Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.

Sedangkan untuk Fintech lain selain P2P Lending dan Sistem Pembayaran, diatur pada POJK Nomor 13/POJK.02/2018 tentang Inovasi Keuangan Digital di Sektor Jasa Keuangan.

Giri Tribroto juga mengatakan persyaratan Pinjaman Online (Fintech P2P Lending) untuk mendapatkan tanda daftar dan berizin, OJK  membuat daftar kelengkapan dokumen dalam bentuk checklist yang harus dilengkapi oleh penyelenggara atau calon penyelenggara yang dapat diakses di website OJK.

"Adapun checklist di antaranya memuat susunan pemegang saham terkini, susunan Direksi dan Dewan Komisaris, keterangan ringkas mengenai sistem elektronik dan model bisnis. Selain itu, harus melengkapi checklist berdasarkan aspek lembaga, aspek administrasi pendaftaran, aspek kerja sama dengan pihak ketiga, dan lain-lain," paparnya. 

"Namun, sebagai tambahan info, sejak Februari 2020 sampai dengan saat ini, OJK menghentikan sementara pemberian tanda terdaftar bagi penyelenggara baru. Bilamana penghentian sementara dicabut, akan ada publikasi pada kesempatan pertama," tambahnya. 

 
Dirinya pun kemudian berbagi tips dan trik  agar masyarakat terhindar dari Investasi Ilegal, yaitu dengan memperhatikan 2L. 

Terdiri dari  Legal (terdaftar di regulator terkait) dan Logis (keuntungan yang dijanjikan dapat diterima logika). 

"Sebelum masyarakat meminjam dana melalui Fintech P2P Lending (Pinjaman Online, red), diharapkan menerapkan hal-hal sebagai berikut,  Pinjam pada fintech peer-to-peer lending yang terdaftar di OJK, Pinjam sesuai kebutuhan dan kemampuan, Pinjam untuk kepentingan yang produktif dan Pahami manfaat, biaya, bunga, jangka waktu, denda, dan risikonya," ungkapnya. (*) 

Berita lainnya di Pinjaman Online

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved