Berita Bali

Terkait Penutupan Ashram di Padang Galak, MDA Bali Mendukung Sikap Desa Adat Kesiman

kegiatan Ashram Sri Krishna Balarama Mandir di wilayah Padang Galak, Denpasar beberapa waktu lalu, Majelis Desa Adat Provinsi Bali

Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Wema Satya Dinata
Istimewa
Ketua MDA Bali, Ida Pangelingsir Agung Putra Sukahet 

Laporan Wartawan Tribun Bali Anak Agung Seri Kusniarti

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Pasca ditutupnya kegiatan Ashram Sri Krishna Balarama Mandir di wilayah Padang Galak, Denpasar beberapa waktu lalu, Majelis Desa Adat Provinsi Bali akhirnya menanggapi dengan dukungan.

Ida Pangelingsir Agung Putra Sukahet selaku Ketua MDA Bali menegaskan dukungannya dalam rilis kepada media.

Walau demikian, ia memaparkan dukungan ini dengan pernyataan diplomatis.

"Bahwa Hindu secara global adalah sangat majemuk, ada Hindu India, ada Hindu Nusantara (Indonesia) yang juga disebut Hindu Dharma, juga ada macam corak Hindu lainnya di berbagai negara," jelasnya dalam siaran pers, Minggu 25 April 2021.

Baca juga: Kronologi Prajuru Desa Adat Kesiman Sidak dan Hentikan Aktivitas Ashram Sri Krishna Balarama Mandir

Lanjutnya, di Negara India, Hindu itu sangat majemuk, dan ada ratusan sampradaya di India. Dimana satu dengan yang lain berbeda, bahkan banyak yang  sangat berbeda antara yang satu dengan yang lainnya.

Sedangkan Hindu Nusantara juga majemuk. "Ada Hindu Bali (Hindu Dresta Bali), Hindu Jawa, Hindu Tengger, Hindu Sunda, Hindu Toraja, Hindu Kaharingan dan lain sebagainya," ucapnya.

Namun kemajemukan Hindu Nusantara ada benang merahnya, yakni perjalanan sejarah, menyebabkan banyak kesamaannya dan sedikit perbedaannya.

Perbedaan di dalam Hindu Nusantara, hanyalah pada tradisinya saja, tidak terletak pada  keyakinannya.

"Semuanya menganut Panca Sradha, semuanya menganut Panca Yadnya, sistem teologinya juga sama," katanya. Kitab suci Weda yang dipakai pegangan juga sama, termasuk berpegang pada Atmanastuti.

"Hindu, khususnya Hindu Bali yang merupakan bagian dari Hindu Nusantara yang sangat menghormati dan  sangat menerima adanya perbedaan antar keyakinan, terlebih kalau hanya sekedar perbedaan tradisi," katanya.

Krama Bali, kata dia, umat Hindu Bali (Hindu Dresta Bali) bukanlah anti orang asing. Serta bukanlah anti budaya asing bahkan juga terbukti dalam sejarahnya telah beralkulturasi dengan asing dan budaya asing.

Namun Hindu tidak pernah mentolelir usaha-usaha penyebaran keyakinan yang sangat berbeda di tengah-tengah masyarakat yang sudah beragama. Terlebih kalau disertai dengan pendiskreditan agama masyarakat setempat dengan cara-cara memanipulasi ajaran-ajaran luhurnya.

"Hindu di India sangat baik dan luhur, terlebih di India. Hindu Bali, Hindu Nusantara adalah sangat luhur dan mulia lebih lebih di Bali atau di Nusantara," katanya.

Tetapi Hindu India kalau sengaja disebarkan di tengah tengah umat yang sudah beragama, dengan keyakinan yang berbeda dalam hal ini adalah di Indonesia. Atau sebaliknya jika Hindu Bali atau Hindu Nusantara sengaja disebarkan di tengah-tengah umat beragama, yang dengan keyakinan berbeda, misalnya sengaja disebarkan di India, maka itu menjadi tindakan  sangat buruk jauh dari keluhuran dan kemuliaan agama.

Baca juga: Desa Adat Kesiman Lakukan Sidak ke Ashram Sri Khrishna Balarama Mandir di Padang Galak Denpasar

Sebab Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, UUD 1945 dan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah perjanjian bangsa yang menjadi dasar utama terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Daerah-daerah, kerajaan-kerajaan, suku suku bangsa dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Rote dengan segenap tumpah darahnya (agamanya, adat istiadatnya, suku bangsanya, budayanya, bahasanya), berjanji mendukung sepenuhnya NKRI.

Di sisi lain, NKRI mengayomi, melindungi semua daerah , semua kerajaan, semua suku bangsa beserta segenap tumpah darahnya.

"Hal itulah yang menegaskan 4 ( empat) konsensus dasar bernegara tersebut, adalah harga mati dan tidak boleh diganggu gugat oleh siapapun dan oleh pihak manapun juga," tegasnya.

Atas dasar perjanjian bangsa itulah maka agama, adat istiadat, budaya asli daerah, dan bahasa daerah adalah otonom, diayomi dan dilindungi oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Desa adat identik dengan Bali sebagai salah satu pembentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia. Desa adat adalah lembaga sosial religius yang ada di Bali sejak lebih dari seribu tahun lampau, adalah kesatuan masyarakat hukum adat di Bali yang memiliki wilayah, kedudukan, susunan asli, hak hak tradisional, harta kekayaan sendiri, tradisi, tata krama pergaulan hidup masyarakat secara turun temurun dalam ikatan tempat suci.

Seperti Kahyangan Tiga atau Kahyangan Desa, serta tugas dan kewenangan serta hak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Berbicara tentang desa adat berarti berbicara tentang Agama Hindu Bali (Agama Hindu Dresta Bali ), krama Bali, adat Bali dan budaya Bali.

"Desa adat selama sejarah NKRI telah membuktikan mempunyai kedudukan dan peran yang sangat penting karena kontribusinya di dalam setiap aspek pembangunan bangsa dan negara di Bali," katanya.

Setiap program pembangunan pemerintah, khususnya yang membutuhkan peran serta masyarakat Bali secara luas maka pastilah desa adat berperan dan diperankan.

"Bahwa ditolaknya keberadaan aliran Hare Krishna (ISKCON) dan sampradaya asing lainnya di Bali , sebenarnya bukanlah karena perbedaan keyakinan yang dianutnya semata, tetapi lebih karena telah menimbulkan keresahan, ketenangan, kedamaian yang luas di Bali dan di seluruh nusantara.

Baca juga: Pihak Ashram Sri Khrisna Balarama Mandir Klaim Tempatnya Digunakan untuk Belajar Bhakti Yoga

"Karena Hare Krishna ( ISKCON) dan sampradaya asing lainnya telah melakukan sikap dan tindakan yang buruk yang sangat bertentangan dengan Pancasila dan Nilai Nilai Bhinneka Tunggal Ika," tegasnya.

Diantaranya, telah melakukan upaya yang masif dan strategis menyebarkan keyakinan dan cara beragama mereka yang sangat berbeda di tengah-tengah masyarakat umat Hindu Bali (Hindu Dresta Bali) dan Hindu Nusantara lainnya.

Kemudian sangat sering melalui tokoh-tokoh mereka telah mendiskreditkan tatacara keagamaan Hindu Dresta Bali, keyakinan Hindu Bali, juga upacara keagamaan Hindu Dresta Bali.

"Telah sering melalui tokoh-tokoh mereka mendiskreditkan pula adat istiadat Bali dan desa adat di Bali," katanya.

Telah melaksanakan tindakan yang sangat tercela, dengan memanipulasi ajaran-ajaran luhur nan mulia Hindu Bali dan Hindu Nusantara dengan telah menerbitkan dan menyebarluaskan buku buku hasil manipulasi tersebut," katanya.

“Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penyebaran yang strategis dan masif aliran Hare Krishna (ISKCON) dan sampradaya asing lainnya adalah mempunyai niat tercela untuk menggantikan Hindu Bali (Hindu Dresta Bali) di Bali, serta menggantikan berbagai tradisi Hindu Nusantara di Indonesia," tegasnya.

Itu berarti telah menusuk kepada nilai inti yang terdalam, yaitu bermaksud dengan cepat atau lambat meniadakan Hindu Bali, adat istiadat Bali, budaya Bali dan desa adat di Bali, menggantikan dengan tatacara keagamaan, adat, dan budaya asing miliknya.

Surat Keputusan Bersama Parisada Hindu Dharma Provinsi Bali dan Majelis Desa Adat Provinsi Bali Nomer : 106/ PHDI- Bali/XII/2020 dan Nomer : 07/SK/MDA- Prov Bali/XII/2020 memang sebatas pada pembatasan kegiatan pengembangan ajaran sampradaya Non- Dresta Bali di Bali.

"Namun patut sangat dipahami bahwa setiap desa adat di Bali mempunyai hak otonom untuk menjaga, melindungi, mengatur di wilayah hukum adatnya, kerukunan, ketenangan, ketertiban dan kedamaian wilayahnya, karena atas kontribusi Desa Adat yang demikianlah maka Bali dikenal luas sebagai daerah yang rukun, toleran, tertib, aman dan damai," sebutnya.

Desa Adat , hak-hak, kewenangan tradisinya diayomi dan dilindungi oleh Pancasila, Nilai Nilai Bhineka Tunggal Ika, UUD 1945, perundang undangan di bawahnya sampai dengan Peraturan Daerah No.4 Tahun 2019 tentang Desa Adat di Bali.

"Maka kebijakan Desa Adat Kesiman yang telah menutup Ashram Hare Krishna/ISKCON di wilayah hukum adatnya , karena Ashram ISKCON tersebut dirasa telah sangat meresahkan masyarakat luas, telah mengganggu rasa ketenangan, kedamaian dan kerukunan di Desa Adat Kesiman, sangat tepat dan dibenarkan," tegasnya.

Meminta agar Negara segera hadir untuk mencegah dan menindak sesuai hukum yang berlaku terhadap segala tindakan tercela yang menyebarkan keyakinan yang sangat berbeda, yang menodai atau mendiskreditkan agama, mendiskreditkan adat istiadat, mendiskreditkan lembaga adat, yang jelas-jelas telah menimbulkan keresahan, gangguan yang meluas di Bali maupun di beberapa daerah di Indonesia.

"Seandainya ada pihak-pihak yang masih keberatan dengan kebijakan keputusan Desa Adat Kesiman, sebaiknya proseslah keberatan itu melalui mekanisme peradilan sesuai perundang-undangan yang berlaku," tegasnya.

Oleh karena itu, Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali menyatakan sangat mendukung dan siap mempertahankan kebijakan keputusan Desa Adat Kesiman tersebut.

Majelis Desa Adat Provinsi Bali meminta kepada segenap jajaran majelis desa adat kabupaten / kota, segenap jajaran majelis desa adat (MDA) kecamatan, seluruh desa adat di Bali, dan semua Krama Bali hendaknya proaktif didalam mengawasi,  menertibkan, dan atau melakukan langkah-langkah kebijakan yang terukur sesuai hak dan kewenangan tradisi hukum adat yang diberikan dan dilindungi oleh negara, seperti yang telah dilakukan oleh desa adat Kesiman.

Klaim Sebagai Tempat Belajar Bhakti Yoga

Sebelumnya, Tribun Bali coba mendatangi Ashram Sri Khrisna Balarama Mandir, di wilayah Padang Galak, Denpasar, Senin 19 April 2021.

Suasana ashram yang berada di sebuah gang itu, tampak sepi. Hanya beberapa orang di dalam yang sedang menyapu.

I Wayan Ropen, asal Buleleng kemudian datang menghampiri.

Ia mengatakan, akan memanggil satu diantara pengurus yang berwenang memberi statement ke media.

Sekitar 20 menit kemudian, Tribun Bali berkesempatan mengobrol dengan Humas Ashram Sri Krishna Balarama Mandir, Wayan Suasta.

Sembari menunggu, Wayan Ropen mengaku dirinya biasa mendatangi ashram ketika sudah selesai bekerja.

"Saya kenal guru di sini sudah 30 tahunan, dan memang tujuan saya ke sini mencari ketenangan," kata ayah dua anak ini.

Selanjutnya, Wayan Suasta tiba dengan pakaian serba putih menghampiri sembari mencakupkan tangan dan memberi salam.

Wajahnya tampak gusar, namun tetap berusaha tetap tenang meladeni media hingga pihak kepolisian yang datang silih berganti.

Suasta mengatakan, bahwa tak banyak yang ia bisa bagi ke media.

Sebab semuanya masih dalam tahap pembicaraan bersama. Sampai nanti didapatkan keputusan yang final.

"Kami mohon maaf, belum bisa memberikan keterangan apapun," tegasnya.

Intinya, secara garis besar bahwa ashram itu adalah tempat belajar bhakti yoga. Dan setelahnya yang datang pulang ke rumah masing-masing. Istilahnya adalah pendalaman spiritual agama.

 "Ketika pulang kembali, mereka mengikuti adat istiadat setempat," jelasnya.(*)

Artikel lainnya di Berita Bali

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved