Apakah Debt Collector Boleh Tarik Paksa Kendaraan Apabila Tunggak Cicilan? Berikut Penjelasannya
Nah apakah debt collector memang diperbolehkan menarik paksa kendaraan apabila pemilik menunggak cicilan?
TRIBUN-BALI.COM – Aksi sejumlah penagih utang atau debt collector yang menarik paksa kendaraan dari pemiliknya di Jakarta menjadi sorotan publik.
Nah apakah debt collector memang diperbolehkan menarik paksa kendaraan apabila pemilik menunggak cicilan?
Sebelumnya, beredar video seorang anggota Bintara Pembina Desa (Babinsa) Sersan Dua (Serda) Nurhadi yang mengendarai Nopol B 2638 BZK warna putih dicegat oleh sejumlah debt collector di pintu Tol Koja Barat, Jakarta Utara.
Mobil itu dikemudikan oleh Serda Nurhadi setelah menerima laporan ada kendaraan yang dikerubuti sekelompok orang sehingga menyebabkan kemacetan.
Mendapat laporan itu, Nuhadi lantas berinisiatif membantu dan mengambil alih sopir mobil untuk mengantar ke RS melalui jalan Tol Koja Barat.
Aparat kepolisian lantas melakukan penyelidikan dan berhasil menangkap 11 pelaku. Mereka pun sudah ditetapkan sebagai tersangka.
"Didapatkan informasi bahwa mobil jenis Honda Mobilio B 2638 BZK tersebut ada tunggakan kredit leasing Clipan selama delapan bulan," kata Wakapolres Metro Jakut AKBP Nasriadi dalam keterangannya, Senin 10 Mei 2021.
Lalu sebenarnya, bolehkan debt collector mengambil paksa kendaraan secara sepihak?
Mahkamah Konstitusi (MK) sebelumnya telah membuat keputusan, perusahaan pemberi kredit atau kreditur (leasing) tidak bisa mengeksekusi obyek jaminan fidusia atau agunan seperti kendaraan atau rumah secara sepihak.
Baca Juga: Penghadangan Anggota TNI oleh 11 Debt Collector, Kodam: Kita Kawal Secara Ketat
Baca Juga: Debt Collector Kepung Anggota Kodim saat Hendak Antar Pasien ke RS, Kapendam: Kita Tidak Mentolerir
Hal itu tertuang dalam Putusan MK Nomor 18/PUU-XVII/2019 tertanggal 6 Januari 2020.
Di dalam putusan tersebut MK menyatakan, perusahaan pembiayaan harus terlebih dahulu meminta permohonan eksekusi kepada pengadilan negeri untuk bisa menarik obyek jaminan fidusia.
"Penerima hak fidusia (kreditur) tidak boleh melakukan eksekusi sendiri melainkan harus mengajukan permohonan pelaksanaan eksekusi kepada pengadilan negeri," tulis putusan tersebut.
Namun, perusahaan leasing tetap bisa menarik jaminan dari debitur penunggak cicilan dengan syarat pihak debitur mengakui adanya wanprestasi.
"Sepanjang pemberi hak fidusia (debitur) telah mengakui adanya “cidera janji” (wanprestasi) dan secara sukarela menyerahkan benda yang menjadi obyek dalam perjanjian fidusia, maka menjadi kewenangan sepenuhnya bagi penerima fidusia (kreditur) untuk dapat melakukan eksekusi sendiri (parate eksekusi)," lanjut MK.
Adapun mengenai wanpretasi tersebut, MK menyatakan pihak debitur maupun kreditur harus bersepakat terlebih dahulu untuk menentukan kondisi seperti apa yang membuat wanpretasi terjadi.
Selain adanya syarat menarik jaminan dari debitur penunggak cicilan, perusahaan leasing juga harus memastikan debt collector yang mereka pekerjakan memiliki sertifikasi.
Kepala Departemen Pengawasan IKNB 2B OJK Bambang W Budiawan memaparkan, otoritas bakal menyampaikan kepada perusahaan-perusahaan untuk memenuhi ketentuan mengenai sertifikasi debt collector atau penagih serta tata cara penagihan kepada nasabah.
"Kami ingin menyampaikan, reminding ke perusahaan pembiayaan dalam konteks mematuhi ketentuan yang terkait dengan sertifikasi penagih dan tata cara dalam rangka melakukan penagihan," ujar dia di Jakarta, Rabu 11 Maret 2020 lalu.
Bambang pun mengatakan, otoritas bisa saja mencopot direksi yang tetap menggunakan jasa debt collector tak bersertifikat.
Aturan tersebut pun sebenarnya sudah tertuang dalam POJK Nomor 35 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan.
Baca Juga: Dua Jari Debt Collector Putus Dibacok Gara-gara Tagih Uang Rp 100 Ribu ke Tukang Sayur
Di aturan ini, kata Bambang, terdapat tata cara penarikan jaminan fidusia berupa kendaraan seperti motor atau mobil yang sesuai dengan Undang-undang (UU) Fidusia.
"Dari sisi itu, OJK berkepentingan ditertibkan kembali excess-excess industri keuangan ini, karena yang sata ketahui keputusan Mahkamah Konstitusi (terkait perjanjian fidusia) terjadi karena ada dispute antara nasabah, suami istri dengan tenaga kolektor, perusahaan jasa penagihan. Yang kebetulan, tenaga penagihannya outsourcing," jelas Bambang.
Sementara itu, apabila masih ada debt collector yang berperilaku sewenang-wenang dalam menagih, hingga berbuat kasar, masyarakat bisa nmengadukan ke sejumlah lembaga.
Di antaranya Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), dan Kantor Polisi. (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Nunggak Cicilan, Bolehkah Kendaraan Ditarik Paksa Debt Collector?" https://money.kompas.com/read/2021/05/09/191500426/nunggak-cicilan-bolehkah-kendaraan-ditarik-paksa-debt-collector-?page=all