Garuda Indonesia Babak Belur Dihajar Pandemi & Larangan Mudik, Asosiasi Pilot Tolak Pensiun Dini

Garuda Indonesia Babak Belur Dihajar Pandemi & Larangan Mudik, Asosiasi Pilot Tolak Pensiun Dini

Editor: Widyartha Suryawan
Tribun Bali/Zaenal Nur Arifin
Ilustrasi - Pesawat Garuda Indonesia saat berada di parking stand Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai Bali beberapa waktu lalu. - Garuda Indonesia Babak Belur Dihajar Pandemi & Larangan Mudik, Asosiasi Pilot Tolak Pensiun Dini 

TRIBUN-BALI.COM, JAKARTA - Kondisi PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) babak belur imbas pandemi Covid-19. Perusahaan pelat merah itu kini tak lagi terbang tinggi dari sisi kinerjanya.

Sebagai perbandingan, tahun 2020 kinerja keuangan GIAA hingga kuartal ketiga tahun 2020 anjlok 67,85 persen menjadi 1,14 miliar dolar AS, dari sebelumnya 3,54 miliar dolar AS pada kuartal ketiga 2019.

GIAA pun membukukan rugi bersih 1,07 miliar dolar AS. Kondisi ini berbalik dari kuartal ketiga tahun sebelumnya yang masih mendulang laba bersih 122,42 juta dolar AS.

Per akhir September 2020, GIAA memiliki total liabilitas sebesar 10,36 miliar dolar AS, naik 177,74 persen dibandingkan total liabilitas pada periode yang sama tahun 2019 yang sebesar 3,73 miliar dolar AS.

Liabilitas GIAA per kuartal ketiga 2020 terdiri dari liabilitas jangka panjang senilai 5,66 miliar dolar AS dan liabilitas jangka pendek sebesar 4,69 miliar dolar AS.

Hingga tutup tahun, GIAA belum juga merilis laporan keuangannya.

Direktur Utama PT Garuda Indonesia Tbk, Irfan Setiaputra enggan berkomentar banyak mengenai hal tersebut.

"Saat ini kami belum ada komentar. Kami sedang fokus menangani pensiun dini para karyawan yang merupakan satu bangsa," ucap Irfan, Minggu (23/5/2021).

Ia juga menanggapi adanya isu terkait pesawat Garuda yang saat ini hanya tinggal 40 pesawat dari 140 pesawat. Menurutnya, hal itu belum dapat dikomentari.

"Biarkan kami dan tim fokus dulu untuk menangani program pensiun dini ini, yang dimana para karyawan kami ini merupakan satu bangsa," kata Irfan.

Pesawat Garuda Indonesia saat take off di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai beberapa waktu lalu
Pesawat Garuda Indonesia saat take off di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai beberapa waktu lalu (Tribun Bali/Zaenal Nur Arifin)

Terpisah, Ketua Asosiasi Pilot Garuda (APG), Kapten Muzaeni memberikan gambaran mengenai kondisi maskapai selama pandemi Covid-19.

Delapan bulan awal pandemi (Maret-Oktober 2020) merupakan masa yang sangat sulit bagi industri penerbangan seiring dengan jumlah penumpang yang anjlok drastis.

Meski masih jauh dari level normal, jumlah penumpang mulai merangkak naik pada November 2020 dan dua pekan awal Desember 2020.

Jumlah penumpang kembali merosot pada masa Januari-Maret 2021 lantaran merupakan masa isian rendah (low season) bagi industri penerbangan.

Pada bulan April, jumlah penumpang meningkat cukup pesat. Tapi, kekhawatiran atas gelombang pandemi Covid-19 kembali melanda, terutama karena melonjaknya kasus di India.

Baca juga: Pesawat Batik Air Tabrak Garbarata di Bandara Ngurah Rai, Manajemen: Pesawat Laik Terbang & Operasi

"Jungkir balik pelaku industri penerbangan untuk mendapatkan pemasukan," ujar Muzaeni.

Ditambah lagi momentum mudik Idul Fitri 2021 yang kembali menghantam Garuda karena adanya larangan mudik.

Pada momentum tersebut, penerbangan di Garuda yang biasanya 120-170 per hari, turun drastis menjadi hanya 30-an penerbangan per hari.

"Bahkan satu-dua hari sebelum dan sesudah hari raya, hanya 17 penerbangan," ujar Muzaeni.

Secercah harapan muncul seusai momen lebaran. Pada 18 Mei 2021 jumlah penumpang perlahan merangkak naik. Ia pun meminta pemerintah segera turun tangan mengatasi persoalan pelik di Garuda.

"Kiranya pemerintah secepatnya turun tangan untuk membantu penyelesaian permasalahan Garuda Indonesia. Agar bisa melewati masa yang sangat sulit ini, tanpa mengurangi karyawannya. Inshaa Allah akan menjadi lebih baik lagi," ujarnya.

Terkait isu pensiun dini para karyawan Garuda, Muzaeni mengatakan bahwa pihaknya menolak adanya pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak.

Sebab, hal itu akan melanggar perjanjian kerja bersama yang berpotensi mendatangkan konflik hukum, baik perdata maupun pidana.

Dirut Garuda, Irfan Setiaputra yang dikonfirmasi mengenai isu pensiun dini tersebut menegaskan, program pensiun dipercepat ini ditawarkan secara sukarela terhadap karyawan yang telah memenuhi kriteria.

Kebijakan ini menjadi penawaran terbaik yang dapat manajemen GIAA upayakan terhadap karyawan di tengah situasi pandemi, yang mengedepankan kepentingan bersama seluruh pihak baik karyawan maupun Garuda.

"Ini merupakan langkah berat yang harus ditempuh perusahaan.

Namun opsi ini harus kami ambil untuk bertahan di tengah ketidakpastian situasi pemulihan kinerja industri penerbangan yang belum menunjukkan titik terangnya di masa pandemi Covid-19 ini," tutup Irfan.

Utang Sentuh Rp 70 Triliun
MASKAPAI penerbangan pelat merah Garuda Indonesia kini tengah mengalami kondisi keuangan yang tidak sehat.

Seperti dilansir Bloomberg, Direktur Utama Garuda Indonesia, Irfan Setiaputra mengatakan, Garuda memiliki utang sekitar Rp 70 triliun atau setara 4,9 miliar dolar AS.

Angka tersebut meningkat sekitar Rp 1 triliun setiap bulan karena terus menunda pembayaran kepada pemasok. Perusahaan memiliki arus kas negatif dan utang minus Rp 41 triliun.

"Kegagalan menjalankan program restrukturisasi dapat mengakibatkan perusahaan dihentikan secara tiba-tiba," jelas Irfan seperti dilansir Bloomberg, Minggu (23/5/2021).

Baca juga: KRONOLOGI Engine Pesawat Batik Air Tabrak Tangga Belalai Bandara Ngurah Rai, Mesin Pesawat Robek

Diketahui, volume penumpang Grup Garuda mengalami penurunan 66 persen lebih tahun lalu karena pembatasan dan permintaan domestik yang terbatas.

Pada pertengahan 2020, maskapai juga telah mencuti sekitar 825 staf setelah sebelumnya memotong gaji.

Garuda Indonesia berpotensi mengurangi jumlah pesawat yang dioperasikan menjadi kurang dari setengah armada utamanya.

Irfan Setiaputra mengatakan, hal tersebut dilakukan untuk bertahan dari krisis yang ditimbulkan oleh dampak pandemi. "Kami harus melalui restrukturisasi yang komprehensif," jelas Irfan Setiaputra.

"Kami memiliki 142 pesawat dan perhitungan awal kami tentang bagaimana kami melihat pemulihan ini telah berjalan, kami akan beroperasi dengan jumlah pesawat tidak lebih dari 70," sambungnya. (Tribun Network/har/ktn/wly/Bloomberg/ism/wly)

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved