Berita Bali

Khawatir Work From Bali Ditunda, Pelaku Pariwisata Tanggapi Pernyataan Sekretaris Satgas Covid-19

Sejumlah asosiasi dan pelaku pariwisata Bali membantah pernyataan yang menyebutkan bahwa program WFB berkontribusi pada kenaikan jumah positif Covid

Penulis: Ragil Armando | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
Tribun Bali/Noviana Windri
Sekretaris, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Provinsi Bali, I Made Rentin saat ditemui Tribun Bali beberapa waktu lalu - Khawatir Work From Bali Ditunda, Pelaku Pariwisata Tanggapi Pernyataan Sekretaris Satgas Covid-19 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Sejumlah asosiasi dan pelaku pariwisata Bali membantah pernyataan yang menyebutkan bahwa program Work From Bali (WFB) berkontribusi pada kenaikan jumah positif Covid-19 di Bali dalam beberapa hari terakhir ini.

Hal ini disampaikan oleh Ida Bagus Partha Adnyana Ketua GIPIBALI/BTB yang akrab dipanggil dengan Gus Agung, Selasa 22 Juni 2021.

Seperti diberitakan, Sekretaris Satgas Penanganan Covid-19 Provinsi Bali, Made Rentin mengatakan kenaikan kasus positif Covid-19 karena dua hal, yakni dari Pelaku Perjalanan Dalam Negeri (PPDN) yang berkunjung ke Bali untuk berlibur maupun bekerja, juga dari transmisi lokal akibat kegiatan adat.

"Kita mengetahui ada kebijakan nasional, Work From Bali, yang mengarahkan seluruh kementerian, lembaga dan BUMN, melakukan aktivitas di Bali. Maka konsekuensi logisnya adalah sangat amat mungkin kasus positif ditemukan di Bali," kata Rentin, Selasa.

Baca juga: Pekerja Pariwisata Waswas Bali Batal Dibuka untuk Wisman Karena Lonjakan Covid-9, Desak: Pasrah Saja

Sementara untuk mengantisipasi adanya lonjakan kasus dari kedataan PPDN itu, Rentin menambahkan, pada pintu masuk Bali yang meliputi bandara dan pelabuhan, akan dilakukan skrining yang ketat.

Contohnya saja pada pelabuhan, penumpang yang tak mampu menunjukkan hasil negatif rapid antigen akan dites di tempat, atau dikembalikan ke daerah asal.

Dan memang sempat ditemukan kondisi ekstrem yang berjumlah satu hingga dua kasus.

Contohnya ketika penumpang saat turun dari pesawat mungkin ditemukan suhu yang tinggi.

Sehingga dilakukan treatment dan masa observasi.

Sementara, naiknya kasus transmisi lokal disebabkan dari kegiatan sosial, budaya, adat dan agama.

Di Bali, belakangan ini merupakan dewasa ayu atau hari baik melakukan upacara agama, seperti menikah, ngaben dan kegiatan kedukaan lainnya.

“Karena situasi pandemi, hal seperti ini sangat normal terjadi. Keadaan akan naik turun sampai herd immunity terbentuk. Jangan terlalu berlebihan. Saya berbicara dengan data dan fakta di lapangan, bahwa 3 green zone (Sanur, Ubud, Nusa Dua) sebagai rujukan tempat WFB masih sangat terkendali. Dalam situasi saat ini kita justeru harus bersatu. Kalau memang ada yang sakit saat bekerja di sini, kita rawat saja. Semua sudah kita siapkan mekanismenya,“ tandas Gus Agung didampingi Public & Media Relations GIPIBALI/BTB, Grace Jeanie melalui rilis yang diterima Tribun Bali, Rabu 23 Juni 2021.

Gus Agung mengajak masyarakat dan semua stakeholder pariwisata untuk tetap bergandengan tangan serta menciptakan situasi yang kondusif dan menyambut berjalannya program WFB dengan protokol kesehatan yang ketat dalam pelaksanaan dan pengawasannya.

Ketua ASITA Bali, Ketut Ardana juga mengaku kurang setuju jika ada pernyataan yang menyatakan, program WFB adalah penyumbang kenaikan Covid.

“Work From Bali ini satu program yang menarik. Menurut kami dari ASITA sepanjang Prokes dilakukan dengan ketat dan tegas seharusnya bukan PPDN ini menjadi pemicu lonjakan Covid karena yang datang itu adalah orang-orang sehat. Artinya pada saat mereka akan datang ke Bali (WFB) mereka seharusnya sudah memenuhi aturan Prokes, rapid test antigen harus negatif. Jika sudah divaksinasi lebih bagus lagi. Jadi kecil kemungkinan ada yang lolos masuk ke Bali kondisi terjangkit. Dan kami juga melihat bahwa masyarakat Bali relatif sangat tertib dalam menjalankan prokes. Kami berharap WFB bisa berjalan dengan baik. Saat ini ada 400 anggota kami. Tentunya pasti akan berdampak bagi anggota kami juga. Pasti ada pemesanan tiket, hotel dan lainnya,” tandasnya.

Ketua Angkutan Pariwisata Bali I Nyoman Sudiartha SE menyatakan sangat tidak setuju dengan adanya pernyataan tersebut.

Asosiasi ini memiliki anggota 150 pengusaha, dengan 2.000 unit armada dan menyerap 6.000 pekerja.

“Ini sangat merugikan kami, yang selama ini berharap pariwisata bisa dibuka kembali. Kami minta data Covid dibuka saja, karena kami sudah melakukan prokes seketat-ketatnya. Apa benar karena WFB? WFB ini sangat membantu pariwsata Bali, meskipun volumenya masih kecil saat ini. Kami sangat merasakan. Mohon kiranya, jangan dipolitisasi kondisi kami. Kami sangat berharap pariwisata bisa pulih kembali. Atau kami akan akan turun ke jalan untuk kelangsungan hidup kami. Kami punya banyak tanggungan, selain usaha kami,” ujar Nyoman.

Keraguan terhadap pernyataan tersebut juga disampaikan oleh Bayu Adisastra pengusaha hotel dan pusat perbelanjaan di Bali.

Menurut Bayu, ada yang kurang pas dengan pernyataan tersebut.

“Mungkin salah kutip ya, dan jika dilihat data hari ini kan hanya 20 saja karena perjalanan dalam negeri. Selebihnya karena transmisi lokal di Denpasar dan Badung. Saya tidak yakin ini karena WFB,” tandasnya.

Dampak WFB ini, menurut Bayu, sangat baik bagi perekonomian Bali. Apalagi saat ini bertepatan dengan libur sekolah.

“Di hotel saya sempat occupancy menyentuh 25 persen. Ini kan bagus. Justeru program WFB ini lebih banyak dampak positifnya bagi masyarakat Bali. Belum lagi bagi UMKM di Bali juga. Yang harus dilakukan adalah pengetatan pengawasan di pintu masuk Bali, misalkan pelabuhan. Dan kalau perlu ada cek random di Bali. Dan Bali justeru relatif terkendali dibandingkan daerah lain, apalagi vaksinasi berjalan dengan sangat baik,” tuturnya.

Bayu mengatakan, peningkatan Covid yang cepat di sejumlah daerah, khususnya di Pulau Jawa menimbulkan kecemasan bagi pelaku pariwisata dan MICE di Bali.

“Saat ini yang kami khawatirkan karena adanya peningkatan kasus di Pulau Jawa akan mengakibatkan pembatasan bepergian Kementerian dan Lembaga serta BUMN ke Bali. Padahal dengan program Work from Bali yang baru berjalan beberapa waktu ini dampaknya sudah mulai terasa, meskipun volumenya masih kecil, khususnya bagi kawan-kawan UMKM dan pelaku usaha pariwisata. Hotel saya occupancy sempat 25 persen atau terisi 70 kamar,” ujarnya.

Hal senada disampaikan Putu Gede Wiwin Gunawasika, Ketua Bali MICE Forum (BMF) yang terlibat bersama 10 PCO/EO pengurus BMF melakukan audiensi ke sekitar 29 K/L (kementerian/lembaga) dan BUMN mendampingi Pemprov Bali.

Baca juga: Pembukaan Pariwisata Bali Terancam Batal Akibat Lonjakan Kasus Covid-19, Anggota Dewan: Sabar Dulu

“Program ini belum mulai, baru akan berjalan. Meskipun secara sporadis kami melihat sudah mulai ada pergerakan K/L BUMN ke Bali secara langsung tanpa melalui kami. Kami hanya berharap tidak berimbas pada pembatasan ke Bali. Bali relatif aman hingga saat ini. Sebagian besar sudah zona hijau dan kuning. Dan kami juga membantah bahwa efek WFB yang membuat kenaikan Covid di Bali. Lah kita ini belum ada apa-apa dengan program WFB. Belum ada arrangement yang masuk melalui kami saat ini,” tuturnya.

Terkait protokol kesehatan, Wiwin menyatakan, Bali sudah sangat siap. Karena persiapan menuju open border pun sudah dilakukan.

Apalagi masyarakat di Bali sangat sadar bahwa sebagian besar mata pencaharian bertumpu pada pariwisata. Sehingga pelaksanaan prokes di Bali sangat ketat pun pengawasannya.

“Masak iya kami akan merusak periuk nasi kami sendiri,” katanya.

Di sisi lain, Pemerintah Provinsi Bali juga secara tegas membantah kebijakan WFB sebagai pemicu lonjakan kasus Covid-19 di Bali.

Pelaku Perjalanan Dalam Negeri sudah melalui syarat-syarat perjalanan yang ketat, diantaranya hasil swab test negatif untuk dapat masuk ke Bali sesuai dengan protokol kesehatan yang berlaku.

“Melonjaknya kasus Covid-19 tidak hanya terjadi di Bali, tapi juga di berbagai daerah lain di Indonesia. Jadi tidak tepat menyebut bahwa kebijakan WFB sebagai pemicunya,” kata Kepala Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistik Provinsi Bali Gede Pramana, Rabu.

Lonjakan kasus ini antara lain disebabkan oleh aktivitas masyarakat yang semakin meningkat dan munculnya mutasi baru virus Corona.

Ia melanjutkan, kebijakan WFB yang dicetuskan pemerintah pusat sudah tepat karena dampak pandemi Covid-19 terhadap perekonomian Bali yang berbasis pariwisata sangat dirasakan masyarakat Bali.

“Kebijakan WFB akan sangat membantu perekonomian Bali kembali pulih tentunya dengan tetap mengedepankan protokol kesehatan,” tukas birokrat asal Wangaya Denpasar ini.

Ia berharap penilaian terhadap sebuah kebijakan tidak berdasarkan asumsi dan logika semata, namun juga didukung dengan data dan kondisi sosial ekonomi masyarakat.

Masih Berharap

Sementara itu, semakin tidak jelasnya kabar pembukaan pariwisata Bali pada Juli 2021 membuat banyak pihak khawatir.

Pun begitu, Wakil Gubernur (Wagub) Bali, Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati alias Cok Ace masih berharap agar jadwal pembukaan tersebut tidak kembali molor.

"Kami semua sangat berharap Juli ini (dibuka, red). Meskipun belum seratus persen seperti dulu,” katanya dalam Webinar bertajuk persiapan Bali untuk Open Border internasional yang digelar Jaringan Wisata Muhammadiyah, Selasa sore.

Padahal, menurutnya pihaknya sudah melakukan berbagai persiapan untuk open international Border atau pintu pariwisata internasional Bali sudah siap dengan mengacu pada indikator pendukungnya.

"Kesiapan Pemerintahnya, kesiapan kesehatan masyarakatnya serta kesiapan fasilitas penunjang pariwisata sudah sangat baik. Apalagi bicara ketaatan masyarakat Bali pada Prokes sangat luar biasa," tandasnya.

Salah satu indikatornya, menurut Cok Ace adalah bahwa dari segi kesehatan sudah lebih dari 50 persen warga Bali yang melakukan vaksinasi Covid-19 dari total target 70 persen.

Bahkan, ia menyebut bahwa masyarakat Bali sendiri merupakan daerah yang menduduki posisi nomor 1 ketaatan protokol kesehatan (prokes) di Indonesia.

Seluruh masyarakat Bali tentunya saat ini sedang menunggu momen dibukanya pariwisata kembali.

Dan memang rencananya pemerintah akan membuka pariwisata pada Juli.

Namun menjelang dibukanya pariwisata, kasus Covid-19 melonjak naik hingga tiga digit di Provinsi Bali.

Baca juga: Wagub Masih Berharap Pariwisata Bali Dibuka Juli,Pemprov Tegaskan WFB Bukan Pemicu Lonjakan Covid-19

Mengenai hal tersebut, tentunya banyak masyarakat yang merasa khawatir akan ditundanya kembali pembukaan pariwisata di Bali.

Seperti salah satunya pekerja Spa di kawasan Sanur, Desak Made Wati. Desak mengatakan ia pasrah saja jika pariwisata batal dibuka kembali.

"Bersyukur kalau memang mau dibuka bulan Juli. Memang kita menunggu tamu-tamu untuk datang ke sini. Kalau nggak, ya sepi lagi. Kalau nggak jadi dibuka, kita ya sudah pasrah terima-terima saja," ungkapnya, Rabu 23 Juni 2021.

Dan saat ini kebanyakan pengunjung Spa berasal dari wisatawan yang memang masih tinggal di Bali.

Sebelum pandemi pengunjung ke Spa tempatnya bekerja sebanyak tujuh hingga delapan orang per hari.

Namun sejak pandemi menjadi menurun drastis. Dan Desak pun satu-satunya karyawan dan berjaga sendiri di Spa tersebut.

"Kebanyakan pengunjung wisatawan yang masih tinggal di sini. Iya sendiri soalnya kan nggak ada tamu, banyak orang dirumahkan juga. Kadang pengunjungnya satu atau dua kadang nggak ada sama sekali. Kalau sebelum pandemi sehari tujuh sampai delapan orang satu harinya. Sebelum pandemi ngajak 6 karyawan," tambah, wanita berumur 39 tahun ini.

Ia juga mengatakan saat ini pihaknya masih mengoperasikan Spanya karena untuk membayar biaya kontrak tempat.

Dan karena pandemi ini, Spa tempatnya bekerja buka mulai pukul 09.00 hingga 21.00 Wita.

"Setidaknya kalau ada satu atau dua masih bisa nutup untuk bayar kontrakan. Buka dari jam 9 pagi sampai jam 9 malam. Satu shift aja," katanya. (gil/sar)

Kumpulan Artikel Bali

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved