Berita Denpasar
Ditetapkan Tersangka, IGNBM Resmi Diberhentikan dari Jabatan Kadisbud Kota Denpasar
Walikota Denpasar, I Gusti Ngurah Jayanegara alias Gung Jaya memberhentikan Kepala Dinas Kebudayaan (Kadisbud) Kota Denpasar, IGNBM.
Penulis: Ragil Armando | Editor: Karsiani Putri
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR- Walikota Denpasar, I Gusti Ngurah Jayanegara alias Gung Jaya memberhentikan Kepala Dinas Kebudayaan (Kadisbud) Kota Denpasar, IGNBM.
Hal ini dilakukan sebagai ditetapkannya IGNBM sebagai tersangka atas dugaan kasus korupsi Bantuan Keuangan Khusus (BKK) tahun anggaran 2019 - 2020 untuk pengadaan aci-aci dan sesajen pada banjar di Kota Denpasar, Bali.
Keputusan tersebut ditegaskan oleh Gung Jaya usai sidang paripurna DPRD Kota Denpasar, Jumat 6 Agustus 2021.
BACA JUGA: Dampak Dari PPKM Berjilid-jilid, Ekonom Celios Perkirakan Jumlah Penduduk Miskin Akan Bertambah
Bahkan, pihaknya menyebut jika Pemerintah Kota (Pemkot) Denpasar menghormati proses hukum yang sedang dijalani oleh IGNBM.
“Karena kita negara hukum,” ujarnya.
Gung Jaya mengungkapkan karena posisi IGNBM telah ditetapkan sebagai tersangka, maka pihaknya juga mengambil langkah administratif dengan mencopotnya dari jabatannya sebagai pucuk pimpinan Disbud Kota Denpasar.
Ini menurutnya telah diatur berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 17/2020 tentang Perubahan atas PP No. 11/2017 tentang Manajemen PNS.
Dalam peraturan tersebut disebutkan, bila seorang PNS menjadi tersangka, maka yang bersangkutan diberhentikan sementara sebagai PNS.
Pihaknya juga berharap agar yang bersangkutan kooperatif dalam menjalankan proses hukum.
Ini sebagai bentuk dan wujud untuk menghormati hukum sesuai dengan cara pandang masing-masing.
Pun begitu, dirinya mengatakan jika pihaknya tetap mengedepankan asas praduga tak bersalah dalam kasus tersebut.
Sehingga, pihaknya tetap akan memberikan langkah-langkah pendampingan kepada IGNBM sejauh belum ada vonis hukum kepada yang bersangkutan.
Terkait pengganti sementara di Dinas Kebudayaan, Jaya Negara belum bisa memastikan karena masih ada proses yang perlu dilihatnya lagi.
“Untuk itu, nanti kita lihat dulu seperti apa,” jelasnya.
Disisi lain, Ketua Komisi I DPRD Denpasar, I Ketut Suteja Kumara berharap tersangka dalam kasus aci di Dinas Kebudayaan ini tetap kooperatif dalam menjalani pemeriksaan.
Hal ini untuk mempercepat proses hukum yang dilakukan oleh tim di Kejaksaan.
Seperti diketahui, IGNBM sendiri ditetapkan statusnya sebagai tersangka berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor: 01/N.1.10/Fd.1/08/2021 tanggal 5 Agustus 2021.
Pula tersangka ditetapkan setelah pihak Kejari Denpasar melakukan pemeriksaan terhadap para saksi dari unsur pemerintah sampai adat (Jro Bendesa, Kelihan Adat dan pekaseh subak).
Juga pengumpulan barang bukti, dan laporan hasil penyidikan.
"Setelah dilakukan ekspose perkara disimpulkan telah ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup, yaitu minimal 2 alat bukti sebagaimana dimaksud pasal 184 ayat (1) KUHAP untuk menetapkan status tersangka terhadap pejabat pada Dinas Kebudayaan Kota Denpasar inisial IGNBM. IGNBM merupakan PA sekaligus PPK pada kegiatan pengadaan barang dan jasa aci-aci dan sesajen untuk Desa Adat, banjar adat dan subak di Kota Denpasar," jelas Kepala Kejari (Kajari) Denpasar, Yuliana Sagala, Kamis 5 Agustus 2021.
Yuliana juga membeberkan kronologis perkara, bahwa tersangka IGNBM selaku PA dan PPK tidak melaksanakan ketentuan pengadaan barang dan jasa pemerintah dan pengelolaan keuangan negara, daerah yang efektif dan efisien.
"Tersangka selaku PA disamping mengalihkan kegiatan dari pengadaan barang dan jasa menjadi penyerahan uang yang disertai adanya pemotongan bagi fee rekanan. Juga dalam kapasitasnya selaku PPK tidak membuat rencana umum pengadaan, memecah kegiatan, melakukan penunjukan langsung tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan pembuatan dokumen pengadaan fiktif. Bahwa akibat perbuatan tersangka tersebut terdapat potensi kerugian keuangan negara sebesar Rp. 1 miliar lebih," ungkap mantan Kajari Lampung Utara ini.
Dengan telah ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara ini, IGNBM disangkakan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 atau Pasal 12 huruf f Jo. Pasal 18 ayat (1), (2), dan (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
"Adapun agenda kami selanjutnya adalah menyelesaikan berkas perkara, dan kemudian melimpahkannya ke pengadilan untuk dipersidangkan," terang Yuliana Sagala. (*)