Berita Denpasar
Menanam Panca Datu di Besakih, Simak Kisah Rsi Markandeya ke Bali
Pada abad ke-8 Maharsi Markandeya datang ke Bali dari Jawa. Rsi asli Indonesia ini membawa misi khusus, misi yang berkaitan dengan keagamaan.
Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Karsiani Putri
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Pada abad ke-8 Maharsi Markandeya datang ke Bali dari Jawa.
Rsi asli Indonesia ini membawa misi khusus, misi yang berkaitan dengan keagamaan.
Ida Rsi Bhujangga Waisnawa Putra Sara Shri Satya Jyoti, menjelaskan bahwa Rsi Markandeya adalah salah satu murid dari Rsi Agastya.
"Kalau Rsi Agastya baru dari India," sebut beliau kepada Tribun Bali, Jumat 8 Oktober 2021.
Sulinggih pensiunan dosen ini, menjelaskan bahwa perjalanan Rsi Markandeya berawal dari Gunung Dieng di Jawa Tengah.
"Kala itu beliau melakukan semadi, dan akhirnya tertarik berangkat ke wilayah Banyuwangi. Lalu melanjutkan tapa semadi di sana," ujar ida rsi.
Melalui semadi ini, Rsi Markandeya kemudian mendapat wangsit untuk pergi ke Bali.
Beliau berkelana ke Bali membawa sekitar 800 pengikutnya.
"Kini pengikut beliau dikenal dengan masyarakat Bali Aga dari kata wong aga," jelas beliau.
Singkat cerita, sampailah beliau kemudian di Bali.
Dan beliau berjalan ke berbagai tempat yang ada di Bali.
"Kala itu kehadiran beliau ke berbagai tempat, tanpa memberitahu penguasa wilayah baik penguasa manusia maupun gaib," jelas ida.
Hal itu kemudian membuat terjadinya musibah.
Yakni banyak pengikut beliau meninggal tanpa pemberitahuan.
"Ini menjadi pembelajaran bagi kita semua. Jadi walaupun sudah era modern. Tetap harus permisi kepada hal gaib maupun hal nyata," jelas beliau.
Apalagi umat Hindu di Bali, sangat percaya dengan hal sekala-niskala.
Sehingga etika menjadi penting di segala tempat.
Kisah berlanjut karena kehabisan pengikut.
Maka ada suatu saat Rsi Markandeya merasa gagal.
Kemudian beliau kembali memutuskan kembali ke Jawa, ke Gunung Raung.
Beliau kembali bertapa semadi, dan mendapat wangsit bahwa beliau harus permisi dengan pengusaha yang ada di Bali.
Baik penguasa sekala maupun penguasa niskala di Bali.
Beliau bersama beberapa pengikut kembali ke Bali. Dan mencari tempat di lereng Gunung Tohlangkir atau Gunung Agung.
"Disanalah beliau menanam Panca Datu, sebagai lambang bahwa pembangunan Pura Besakih dimulai," jelas ida rsi.
Hal itu pula sebagai lambang, bahwa beliau mengucapkan terimakasih dan permisi kepada para penguasa yang ada di Bali.
Beliau menanam Panca Datu itu, yakni emas, permata, tembaga, besi, dan perunggu.
"Sampai sekarang, Panca Datu menjadi bagian untuk mengisi pedagingan bahan-bahan bangunan suci di Bali," sebutnya.
Kemudian tempat untuk menanamkan Panca Datu itu disebut Basukian, yang kini bernama Besakih.
Akhirnya semua pengikut beliau berbahagia, dan tidak ada masalah yang cukup berarti seperti sebelumnya. Perjalanan beliau juga ke daerah Barat, yaitu ke daerah Sabang Daat, Taro.
"Di sana tidak ada palinggih satupun. Yang ada hanya batu-batu dan sangat magis sekali tempatnya," sebut ida.
Beliau pun pergi ke suatu tempat, yang disebut pawakan dan artinya pembukaan.
Beliau membuka tempat itu, dan mulai mengajarkan sistem irigasi serta sistem subak hingga zaman sekarang digunakan.
Sistem irigasi ini beliau ajarkan, sehingga orang-orang Bali dan pengikut beliau paham tentang pasubakan.
Kemudian perjalanan beliau juga ke selatan, dan mendirikan pura untuk mengenang tempat beliau mendapat wangsit dari Jawa Timur.
"Beliau juga melakukan pertapaan di Gunung Lebah. Di sana ada campuhan dan beliau semadi untuk mendapatkan keselamatan dunia," jelas ida.
Perjalanan beliau juga ke utara, yakni ke wilayah Payangan.
Di sana beliau mendirikan Pura Purwa Bumi. Berlanjut ke daerah Sepang di Busung Biu, dan mendirikan Pura Puncak Bhujangga.
"Dari beliau juga terlahir pratisentana yang dikenal dengan nama Bhujangga Waisnawa," sebut ida.
Sisya dan beberapa murid beliau menetap menjadi warga Bali Aga di Batur, Cempaga dan sebagainya. Yang kini dikenal juga dengan sebutan Bhujangga.
Baca juga: BREAKING NEWS - Puncak Palebon Ida Pedanda Nabe Gede Dwija Ngenjung, Gunakan Bade Setinggi 16 Meter
Baca juga: Presiden Jokowi Inginkan Model Rehabilitasi Mangrove di Bali Direplikasi di Provinsi Lain
Beliau pula dikenal sebagai purohita di kerajaan Bali kuno.
(*)