Afghanistan

Krisis Kemanusiaan Menjadi Fokus Utama saat KTT G20 Afghanistan

Belakangan ini kekhawatiran meningkat tentang bencana kemanusiaan setelah kembalinya Taliban ke kekuasaan negeri itu.

Editor: DionDBPutra
AFP/ANDREW MEDICHINI / POOL
Perdana Menteri Italia, Mario Draghi mendengarkan pertanyaan selama konferensi pers bersama dengan kanselir Jerman setelah pertemuan mereka di Palazzo Chigi di Roma pada 7 Oktober 2021. 

TRIBUN-BALI.COM, ROMA - Perdana Menteri Italia Mario Draghi akan menjadi tuan rumah pertemuan puncak khusus kelompok 20 ekonomi utama pada Selasa 12 Oktober 2021 ini untuk membahas Afghanistan.

Belakangan ini kekhawatiran meningkat tentang bencana kemanusiaan setelah kembalinya Taliban ke kekuasaan negeri itu.

Sejak Taliban mengambil alih Afghanistan pada 15 Agustus 2021, negara itu telah mengalami kehancuran di sektor ekonomi sehingga meningkatkan eksodus pengungsi.

Baca juga: Doa Bersama untuk Ibu Jubir Taliban di Masjid Eid Gah Kabul Afghanistan Diserang Bom

Baca juga: Peringatan Taliban untuk Tukang Cukur di Afghanistan, Dilarang Mencukur Jenggot

Konferensi video, yang akan dimulai pukul 1 siang Selasa waktu setempat, akan fokus pada kebutuhan bantuan, kekhawatiran atas keamanan dan cara-cara menjamin perjalanan yang aman ke luar negeri bagi ribuan warga Afghanistan yang masih berada di negaranya.

“Memberikan dukungan kemanusiaan sangat mendesak bagi kelompok yang paling rentan, terutama perempuan dan anak-anak, dengan tibanya musim dingin,” kata seorang pejabat yang mengetahui agenda G20.

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres akan bergabung dengan KTT tersebut, menggarisbawahi peran sentral yang diberikan kepada PBB dalam mengatasi krisis.

Italia, yang memegang kepresidenan G20, bekerja keras untuk mengatur pertemuan itu dalam menghadapi pandangan yang sangat berbeda tentang bagaimana menangani Afghanistan setelah penarikan pasukan AS dari Kabul.

"Masalah utamanya adalah negara-negara Barat menekankan bagaimana cara Taliban menjalankan negara, bagaimana mereka memperlakukan wanita, sementara China dan Rusia di sisi lain memiliki kebijakan luar negeri non-intervensi," kata seorang sumber diplomatik.

China secara terbuka menuntut agar sanksi ekonomi terhadap Afghanistan dicabut dan miliaran dolar aset internasional Afghanistan dicairkan dan dikembalikan ke Kabul.

Sementara Presiden AS Joe Biden, Perdana Menteri India Narendra Modi dan para pemimpin G20 Eropa diperkirakan akan ambil bagian dalam pertemuan itu.

Media China melaporkan Presiden Xi Jinping tidak akan berpartisipasi dalam pertemuan puncak khusus Kelompok 20 ekonomi utama untuk membahas Afghanistan.

Sementara itu belum ada kejelasan apakah Presiden Rusia Vladimir Putin akan berpartisipasi dalam pertemuan itu.

Tetangga Afghanistan, Pakistan dan Iran, belum diundang ke panggilan virtual, tetapi Qatar, yang telah memainkan peran kunci sebagai mitra bicara antara Taliban dan Barat, akan bergabung dalam diskusi, kata sumber diplomatik.

KTT virtual itu terjadi hanya beberapa hari setelah pejabat senior AS dan Taliban bertemu di Qatar untuk pertemuan tatap muka pertama mereka sejak kelompok militan itu merebut kembali kekuasaan.

Pertemuan Selasa itu terjadi kurang dari tiga minggu sebelum KTT resmi para pemimpin G20 di Roma pada 30-31 Oktober, yang akan fokus pada perubahan iklim, pemulihan ekonomi global, mengatasi kekurangan gizi, dan pandemi Covid-19.

Menlu RI soroti ketimpangan vaksin

Sementara itu, Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi menyoroti ketimpangan akses vaksin yang masih terus berlangsung, pada Peringatan 60 Tahun Gerakan Non-Blok (GNB) yang dilaksanakan di Beograd, Serbia, pada 11-12 Oktober 2021.

Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi
Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi (AFP/JOSE LUIS MAGANA)

Ketika menyampaikan pernyataan Indonesia pada pertemuan tersebut, Menlu RI mengatakan bahwa diskriminasi dan politisasi vaksin semakin memperlebar ketimpangan dan menciptakan pemulihan yang tidak merata.

“Kesetaraan dan keadilan akses vaksin adalah ujian moral terbesar yang kita hadapi,” tutur Menlu Retno dalam video pernyataannya yang dipantau dari akun YouTube resmi Kementerian Luar Negeri RI pada Selasa 12 Oktober 2021.

Karena itu, Indonesia menyerukan kesetaraan di antara semua bangsa dalam menyikapi isu vaksin, sesuai Dasasila Bandung yang dirumuskan pada awal pendirian GNB sebagai prinsip-prinsip hubungan dan kerja sama antara bangsa-bangsa.

“Inilah mengapa GNB harus bertindak dalam persatuan dan solidaritas untuk mendorong pemerataan distribusi dan akses vaksin yang setara,” tutur Menlu Retno.

Kesenjangan vaksin menjadi isu yang terus disoroti Indonesia dalam penanganan pandemi Covid-19, berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia bahwa dari 6 miliar dosis vaksin yang telah didistribusikan ke seluruh dunia, hanya sekitar 2 persen di antaranya disalurkan ke Afrika.

Selain isu vaksin, Indonesia mendorong GNB untuk mengedepankan nilai-nilai kerja sama di tengah persaingan geopolitik yang mengancam kerja sama untuk mengatasi pandemi dan tantangan global lainnya seperti perubahan iklim.

GNB juga diharapkan memajukan penghormatan terhadap keadilan, khususnya untuk membantu perjuangan kemerdekaan Palestina.

“Kita masih berutang kepada rakyat Palestina sebuah negara Palestina merdeka—yang telah lama tertunda,” ujar Menlu Retno.

GNB berdiri saat diselenggarakannya Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) I GNB di Beograd, Yugoslavia, 1-6 September 1961 yang diikuti 25 negara.

Dalam KTT I tersebut, negara-negara pendiri GNB ini berketetapan untuk mendirikan suatu gerakan, bukan suatu organisasi untuk menghindarkan diri dari implikasi birokratis dalam membangun upaya kerja sama di antara mereka

GNB menempati posisi khusus dalam politik luar negeri Indonesia karena Indonesia sejak awal memiliki peran sentral dalam pendirian GNB, yang prosesnya diawali dari Konferensi Asia-Afrika di Bandung pada 1955.

Secara khusus, presiden pertama RI Soekarno juga diakui sebagai tokoh penggagas dan pendiri GNB.

Indonesia menilai penting GNB tidak sekadar dari peran yang selama ini dikontribusikan, tetapi juga mengingat prinsip dan tujuan GNB merupakan refleksi dari perjuangan dan tujuan kebangsaan Indonesia sebagaimana tertuang dalam UUD 1945. (antara)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved