Berita Bali
Nama Bali Dipertaruhkan, PHRI Badung Tanggapi Penghapusan Cuti Bersama
Pemerintah terus berupaya mengendalikan kasus Covid-19 agar tidak menimbulkan gelombang ketiga corona
Penulis: I Komang Agus Aryanta | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
"Seperti kita naik motor, jangan terlalu ngegas, tapi jangan juga terlalu pelan. Apalagi seperti ini, kita tidak bisa memaksakan, karena pemulihan dan untuk nama Bali juga ke depan," tegasnya.
Seperti diketahui, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengatakan, sejak jauh hari pemerintah telah melakukan langkah antisipatif kemungkinan gelombang pergerakan masyarakat dengan memangkas tanggal merah dan cuti bersama, termasuk saat momen Natal 2021.
Langkah tersebut di antaranya adalah memangkas cuti bersama pada 24 Desember 2021.
Keputusan itu termaktub dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri Nomor 712 Tahun 2021, Nomor 1 Tahun 2021, Nomor 3 Tahun 2021 tentang Hari libur Nasional dan Cuti Bersama 2021.
Rai Suryawijaya mengaku terkait adanya peniadaan cuti bersama Natal dan Tahun Baru itu karena setelah Bali mengalami penurunan level PPKM yakni pada level 2, mobilitas masyarakat terbilang kembali cukup tinggi.
Dan dia menduga hal tersebut yang membuat pemerintah mungkin mengkhawatirkan adanya euforia perayaan Natal dan Tahun Baru yang membuat terjadinya kerumunan.
"Kalau ini terjadi, sangat berpotensi untuk menjadi peningkatan kasus Covid-19. Nah ini masalahnya preventif, kita paham," ungkapnya.
Walaupun terdapat pembatasan dan peniadaan hari libur, Rai Suryawijaya meyakini akan tetap ada kunjungan wisawatan domestik dan wisatawan mancanegara, namun tidak akan banyak.
Ia juga memprediksi, dengan situasi seperti ini, kunjungan wisdom ini menyentuh angka 15 ribu per hari.
"Karena tetap mereka akan adakan liburan, walaupun tidak berbondong-bondong. Nah wisma, akan mulai datang November ini, kemungkinan antara 5.000 kunjungan per hari, sehingga bisa terkontrol," tambahnya.
Saat ini pemerintah tengah concern untuk mencegah gelombang ketiga pandemi Covid-19 ini.
Karena Covid-19 ini belum berakhir, terlebih varian-varian baru dari virus tersebut masih akan terus bermunculan, sehingga perlu melakukan tindakan preventif.
"Selain dari kesehatan, pemerintah juga memerhatikan dari sisi ekonomi. Bagaimana ekonomi perlahan-lahan jalan, dan ekonomi bangkit. Jadi ibaratnya berlayar di antara dua pulau karang, jadi mesti hati-hati. Dua hal ini harus diseimbangkan karena nama Bali dipertaruhkan di mata dunia," paparnya.
Baca juga: Muncul Klaster Keluarga Pasca Libur Natal dan Tahun Baru, Ini Laporannya
Ia mengharapkan di tahun 2022 Bali sudah recovery hingga pada tahun 2023 karena akan banyak ada event-event internasional.
Lalu di tahun 2024 Bali sudah melakukan pemantapan ekonomi yang masyarakat inginkan.