Serba Serbi

Godaan Sang Hyang Kala Tiga Sebelum Galungan Menurut Kepercayaan Hindu

Namun tak banyak yang tahu, bahwa godaan sebelum Galungan cukup besar. Khususnya datang dari Sang Hyang Kala Tiga

Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Wema Satya Dinata
net
ilustrasi raksasa dari neraka 

Laporan Wartawan Tribun Bali, Anak Agung Seri Kusniarti

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Galungan sebentar lagi, dan biasanya masyarakat Hindu di Bali telah menyiapkan sarana upakara sejak jauh-jauh hari.

Namun tak banyak yang tahu, bahwa godaan sebelum Galungan cukup besar. Khususnya datang dari Sang Hyang Kala Tiga.

Dalam kitab Sundarigama, koleksi Geria Gede Banjarangkan, Klungkung, disebutkan bahwa pada Senin Pon Dungulan, merupakan waktu umat Hindu membuat berbagai macam kue persembahan.

Konon kue ini, merupakan simbol sarana penetralisir kekuatan negatif yang ditimbulkan Sang Hyang Kala Tiga pada tingkat madia.

Baca juga: Pasokan Janur di Gianyar Jelang Hari Raya Galungan Masih Terkendali, Pemasok Terbesar dari Luar Bali

Pada Senin Pon Dungulan, disebut panyajan. Dan umat Hindu disarankan bersungguh-sungguh melaksanakan yoga semadi.

Artinya benar-benar bersujud ke hadapan para dewa agar terhindar dari pengaruh kekuatan negatif Sang Hyang Kala Tiga pada hari itu, yang berwujud Bhuta Dungulan.

Sehingga umat Hindu diharapkan benar-benar mengendalikan diri, batin, dan pikirannya.

Sebab sebelumnya, yakni pada Minggu Pahing Dungulan, atau disebut panyekeban, umat Hindu meyakini bahwa pada hari itu, Sang Hyang Kala Tiga telah turun ke dunia menjadi Bhuta Galungan hendak mencari makanan dan minuman.

Sehingga disarankan agar umat Hindu waspada, serta menjaga pikiran dan batinnya agar tetap suci.

Tujuannya tidak mudah dirasuki oleh kekuatan Sang Hyang Kala Tiga.

Biasanya pula pada saat Minggu Pahing Dungulan, umat Hindu mulai memproses buah-buahan yang masih mentah, terutama pisang, agar matang saat hari raya Galungan.

Selanjutnya, pada Selasa Wage Dungulan, atau dikenal dengan penampahan Galungan.

Sang Hyang Kala Tiga turun mencari mangsa dalam wujud Bhuta Amengkurat.

Untuk itu dibuatlah upacara dan upakara Bhuta Yadnya di perempatan desa atau catuspata. Di rumah-rumah pula yang dipimpin pendeta.

Baca juga: Harga Kebutuhan Pokok di Pasar Badung Masih Stabil, Harga Buah Diprediksi Meningkat Jelang Galungan

Umat Hindu membuat sesajen sasayut, prayascita, pabyakala, dan pajaya-jaya untuk menyucikan pikiran. Agar memperoleh kemenangan dalam melawan kekuatan negatif Sang Hyang Kala Tiga.

Dalam lontar Sundarigama dijelaskan, bahwa penampahan Galungan merupakan simbol penetralisir kekuatan negatif Sang Hyang Kala Tiga pada tingkat utama.

Sebab menggunakan sarana daging atau bagian dalam (jeroan) hewan berkaki empat, untuk dipersembahkan pula kepada Sang Hyang Kala Tiga.

Kemudian tatkala Galungan, pada Rabu Kliwon Dungulan umat Hindu meyakini bahwa para dewa dan roh para leluhur turun ke dunia dan beryoga di berbagai tempat. Seperti sanggah, pura, halaman rumah, lumbung, dapur, jalan masuk rumah, tugu, penghulu kuburan, penghulu desa, penghulu sawah, di hutan, gunung, laut, dan sebagainya.

 Oleh sebab itu umat Hindu melakukan persembahyangan dengan membuat sesajen persembahan.

Dalam lontar Sundarigama pula, disarankan agar sesajen yang dihaturkan pada saat hari suci Galungan. Agar dibiarkan di tempat sembahyang selama semalaman.

Dan bisa diambil lagi keesokan harinya setelah umat Hindu menyucikan diri lahir batin, dan melakukan persembahyangan di sanggah serta pura. (*)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved