Model Pengelolaan Biaya Hotel Selama Pandemi COVID-19

Masa pandemi COVID-19 sangat berpengaruh pada industri perhotelan di Bali. Penjualan kamar hotel mulai menurun sejak awal tahun 2020

Editor: M. Firdian Sani
Istimewa
(Tim Peneliti FEB Unud) 

TRIBUN-BALI.COM - Masa pandemi COVID-19 sangat berpengaruh pada industri perhotelan di Bali.

Penjualan kamar hotel mulai menurun sejak awal tahun 2020, saat China melarang warganya untuk bepergian ke
luar negeri.

Penurunan tingkat hunian kamar (occupancy rate) semakin dirasakan pada bulan-bulan berikutnya.

Manajer hotel merespon penurunan tersebut melalui penghematan pengeluaran.

Penting untuk dicatat bahwa sejumlah sumber daya yang dimiliki oleh hotel bersifat terikat (committed), sehingga perilaku biayanya cenderung tetap.

Misalnya, biaya gaji (pokok) pegawai, biaya pemeliharaan, dan biaya-biaya lain yang terikat kontrak dengan pihak
ketiga merupakan biaya tetap (fixed costs).

Pandemi yang berkepanjangan memaksa manajer hotel untuk membuat kebijakan terkait pengelolaan sumber daya yang bersifat committed ini.

Tulisan ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap enam hotel kelas menengah (bintang tiga) yang beroperasi di Sanur, Denpasar, dan Ubud.

Penelitian difokuskan pada pengelolaan biaya antara Maret 2020 dan Juli 2021.

Dari hasil wawancara yang dilakukan dengan pihak hotel (chief of accounting, director of sales, operational manager, chief of engineering, general manager, dan pemilik hotel) dapat disimpulkan bahwa model pengelolaan
sumber daya selama pandemi relatif seragam.

Secara umum, pihak hotel meyakini bahwa sumber daya yang harus dipertahankan adalah sumber daya manusia dan pengeluaran terkait pemeliharaan fasilitas hotel.

Pihak hotel melakukan berbagai upaya penghematan untuk dapat bertahan selama masa pandemi.

Tingkat hunian kamar yang turun sangat drastis memengaruhi aliran kas hotel secara negatif (aliran kas keluar lebih besar daripada kas masuk).

Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa pengeluaran selama pandemi didanai dengan cara-cara yang
berbeda.

Misalnya, menarik tabungan yang dimiliki oleh hotel, meminjam dari pemilik hotel, meminjam uang di bank, bahkan sampai menjual asetnya.

Terkait dengan pengelolaan sumber daya manusia, hotel-hotel yang diteliti mempertahankan pegawai tetap namun memberhentikan pegawai tidak tetapnya.

Jika sebelumnya pegawai tetap dibayar sebesar gaji pokok dengan jumlah yang tetap (fixed cost), saat pandemi dimulai hingga saat ini skema pembayaran gaji mereka berubah menjadi biaya variabel (variable cost).

Biaya variabel gaji pegawai tetap dihitung berdasarkan jumlah hari kerjanya.

Secara rata-rata, jumlah hari kerja pegawai disesuaikan menjadi 10 – 15 hari kerja per bulannya.

Tarif harian gaji pegawai tetap ini ditentukan berdasarkan gaji bulanan sebelum pandemi dibagi 25 hari kerja.

Tunjangan – yang biasanya diberikan kepada pegawai – besarannya disesuaikan selama pandemi, yaitu pihak hotel hanya membayarkan tunjangan asuransi ketenagakerjaan dan kesehatan.

Untuk mendukung pengelolaan hotel, hotel aktif menerima siswa/mahasiswa magang.

Hotel yang diteliti juga melakukan penyesuaian biaya pemeliharaan fasilitas. Jika sebelum pandemi, biaya pemeliharaan terjadi setiap bulan dalam jumlah yang tetap, besaran biaya ini menurun selama pandemi.

Pemeliharaan kamar tidak dilakukan secara intensif karena tingkat hunian kamar yang menurun drastis. Selama pandemi, kamar dibersihkan seminggu sekali.

Fasilitas elektronik yang ada dihidupkan saat dilakukan pembersihan kamar untuk menjaga fungsi alat tersebut. Biaya pemeliharaan fasilitas di area publik dikelola secara lebih intensif.

Penghematan yang sangat drastis terjadi pada biaya listrik. Lampu-lampu di area publik dikurangi penggunaannya, termasuk penggunaan pendingin ruangan di area publik.

Satu hal yang menarik adalah bahwa selama pandemi ini, pegawai bekerja secara multi-tasking.

Spesialisasi kerja tidak berlaku pada masa pandemi.

Semua pegawai terlibat dalam upaya pemeliharaan – khususnya pembersihan kamar dan area publik.

Dampak dari penghematan di bagian pemeliharaan ini adalah menurunnya biaya tetap yang dikeluarkan hotel dibandingkan sebelum pandemi.

Untuk menekan pengeluaran, sebagian hotel melakukan penyesuaian amenities kamar karena harga jual kamar diturunkan.

Untuk menekan pengeluaran, sebagian hotel melakukan penyesuaian amenities kamar karena harga jual kamar diturunkan.

Misalnya, merk kopi dan teh yang sebelumnya eksklusif diturunkan kelasnya dengan menggunakan merk biasa.

Fasilitas slippers yang biasanya selalu ada di kamar (sebelum pandemi), saat ini tidak disediakan lagi.

Toiletries (perlengkapan mandi) juga ikut mengalami penyesuaian.

Saat pandemi ini, produk toiletries disiapkan tanpa kemasan yang menampilkan identitas hotel.

Fasilitas breakfast (sarapan pagi) yang awalnya disajikan dengan menu lengkap, selama pandemi ini diturunkan
fasilitasnya.

Beberapa hotel bahkan ada yang meniadakan breakfast dalam tarif kamarnya.

Untuk fasilitas amenities yang biayanya bersifat variabel, selama pandemi ini mengalami penurunan biaya variabel per kamarnya karena menyesuaikan harga jual kamar.

Pengeluaran hotel berbasis kontrak juga mengalami penyesuaian.

Misalnya, penurunan kapasitas wifi, penyesuaian fasilitas channels televisi berbayar, pemeliharaan lift, dan biaya pinjaman utang di bank.

Pihak hotel menyatakan bahwa penyesuaian biaya ini tidak dikenakan penalti oleh
pihak penyedia.

Penurunan biaya ini cukup membantu hotel menjaga kelangsungan hidupnya.

Selama pandemi ini, pihak hotel mengeluarkan biaya ekstra terkait pelaksanaan protokol kesehatan.

Misalnya pengeluaran untuk pengadaan hand sanitizer, masker, disinfektan, dan pemasangan rambu-rambu protokol kesehatan.

Pihak hotel yang diwawancarai meyakini bahwa penerapan protokol kesehatan adalah hal yang mutlak dilakukan.

Penerapan protokol kesehatan diyakini berkontribusi dalam meningkatkan imej hotel di Bali sekaligus sebagai sinyal kepada calon wisatawan bahwa hotel di Bali sadar dengan kebersihan dan kesehatan serta siap
menyambut wisatawan.

Selama masa pandemi, beberapa hotel melakukan penyesuaian skema penjualan kamarnya.

Jika sebelumnya kamar hotel ditawarkan dengan system daily (harian), selama pandemi, kamar juga
ditawarkan dengan sistem mingguan, bulanan dan day use (delapan jam).

Hotel-hotel yang sebelumnya berorientasi pada tamu mancanegara mengubah target pasarnya menjadi tamu
domestik.

Hal ini memengaruhi media promosi yang digunakan. Hotel-hotel menggunakan media sosial sebagai media promosi dengan target tamu domestik.

Instagram, Facebook, bahkan Tiktok adalah media sosial yang dipilih karena popularitas media sosial ini di Indonesia.

Selain itu, hotel-hotel juga memanfaatkan influencer dalam mempromosikan hotelnya.

Biaya promosi dengan pemanfaatan media sosial ini jauh lebih murah dibandingkan media konvensional yang
biasanya dilakukan sebelum pandemi.

Selain itu, untuk meningkatkan penjualan, pihak hotel melakukan inovasi dengan membuka akses hotelnya ke publik. Misalnya, membuka akses kolam renang ke masyarakat umum dengan memberikan tarif tertentu; dan mengubah konsep restoran yang identik dengan harga mahal menjadi restoran dengan menu lokal dengan harga yang relatif terjangkau.

Meskipun pihak hotel telah berupaya menekan pengeluaran operasionalnya selama pandemi, mereka menaruh harapan besar kepada pemerintah untuk membuat kebijakan yang dapat memulihkan industri pariwisata, khususnya perhotelan di Bali.

Pertama, pemerintah diharapkan memberikan keringanan dalam pembayaran biaya Jamsostek – misalnya dengan mencicil atau menunda pembayaran tanpa dikenakan penalti.

Kedua, keringanan dalam pembayaran biaya listrik.

Ketiga, menurunkan persentase pembayaran pajak hotel mengingat marjin yang diperoleh saat pandemi sangat tipis.

Terakhir, pemerintah daerah diharapkan dapat meyakinkan pemerintah pusat dan negara lain bahwa pihak hotel di Bali sangat siap di bidang kesehatan, khususnya dengan adanya program sertifikasi CHSE (Cleanliness, Health, Safety & Environment Sustainability).

Penelitian ini dilakukan oleh Komang Ayu Krisnadewi, Putu Agus Ardiana, Putu Sudana, Ni Putu Sri Yuristianti, dan Ni Putu Adelia Maya Pratiwi (Tim Peneliti FEB Unud). (*)

Ikuti berita terkini Tribun Bali

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA
    KOMENTAR

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved