Berita Gianyar

Mediasi Sengketa Lahan Buntu hingga Disidang di PN Gianyar, Pihak Penggugat Desa Guwang Buka Suara

Pihak penggugat menegaskan, tidak akan melakukan penggusuran bangunan apapun. Pihak penggugat hanya mencari penegasan atas kepemilikan di lahan

Penulis: I Wayan Eri Gunarta | Editor: Wema Satya Dinata
Tribun Bali/I Wayan Eri Gunarta
Penggugat Desa Guwang, Ketut Gede Dharma Putra (kiri) bersama saudaranya memperlihatkan bukti atas lahan yang menjadi sengketa di rumahnya, Kamis 18 November 2021. 

TRIBUN-BALI.COM, GIANYAR - Pihak penggugat tanah Guwang, Kecamatan Sukawati, Gianyar, Bali akhirnya buka suara setelah bukti-bukti kepemilikan lahan di wilayah Desa Adat Guwang diserahkan ke Pengadilan Negeri (PN) Gianyar.

Dimana bukti yang dimiliki I Ketut Gede Dharma Putra selaku penggugat adalah pipil tahun 1957 dan Ipeda tahun 1970.

Pihak penggugat menegaskan, tidak akan melakukan penggusuran bangunan apapun. Pihak penggugat hanya mencari penegasan atas kepemilikan di lahan sengketa.

Penggugat, Ketut Gede Dharma Putra kepada wartawan, Kamis 18 November 2021 membeberkan alasan pihaknya menggugat Desa Adat Guwang, Desa Dinas Guwang dan Dinas Pendidikan Gianyar atas tanah yang menjadi lokasi berdirinya sekolah dasar 1,2 dan 3 Guwang, hingga kantor desa dinas.

Baca juga: Meskipun Wajah Pasar Umum Gianyar Bikin Minder, Pembeli Tak Akan Bingung Saat Belanja

Dharma Putra mengatakan tentu pihaknya tidak gegabah dalam mengambil keputusan tersebut.

"Harusnya saya tidak menggugat. Dari ibu saya yang sudah almarhum, memang niat berdamai. Tapi tidak ada perdamaian yang kami temui, makanya secara tak langsung dibawa ke pengadilan," ujarnya membuka pembicaraan.

Dharma Putra pun mengungkapkan beberapa bukti kepemilikan lahan di kawasan sengketa tersebut. Di antaranya, pipil nomer 57 atas nama I Ketut Bawa nomer buku pendaftaran c9, Desa Guwang, nomer 57 distrik Sukawati. Ditandatangani oleh I Wayan Korea pada 7 Maret 1957.

Bukti kedua adalah Ipeda dengan nomer persil, c nomer 9, nomer blok 25, kelas II, luas 6100 m2 yang ditandatangani oleh Burhan Ibrahim, Agustus 1970.

Adapun latar belakang gugatan tersebut, kata Dharma Putra, berawal saat pihaknya mendapatkan informasi pihak Guwang mengajukan pembuatan sertifikat atas tanah tersebut pada Juli 2021.

Pihaknya pun mempertanyakan hal tersebut ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) Gianyar.

Oleh pihak BPN, pihaknya diberikan ruang melakukan mediasi dengan pihak Desa Adat Guwang.

"Tiga kali kesempatan mediasi, kami tidak pernah ketemu dengan pihak Desa Adat Guwang. Karena itu kami pun ajukan gugatan di Pengadilan Negeri Gianyar. Di pengadilan lagi dilakukan mediasi, namun tetap saja tidak ada kesepakatan damai," ujarnya.

Dharma Putra yang didampingi saudara-saudarinya itu mengungkap ihwal tanah keluarganya digunakan oleh masyarakat Guwang.

Hal ini terjadi saat kakeknya, mendiang I Ketut Gede Dharma Yuda masih hidup.

Baca juga: Gubernur Bali Puji Arsitektur Pasar Umum Gianyar, Minta Tak Ada Penggunaan Plastik

Beliau merupakan tokoh pendidikan Gianyar dan pernah menjabat selaku camat saat Ubud masih jadi satu distrik dengan Sukawati.

 Mendiang yang saat itu menjadi pendiri Kecamatan Sukawati pada tahun 1957 itu sangat memperhatikan pendidikan masyarakat.

Karena itu, beliau pun memberikan tanahnya untuk membangun sekolah.

"Kami tegaskan, tanah itu hanya untuk dipergunakan, bukan dihibahkan. Tapi, dengan adanya pensertifikatan itu, kami pun berhak menuntut keadilan," ujar Dharma Putra.

Sebagai masyarakat yang cinta damai, Dharma Putra menegaskan pihaknya tetap membuka pintu perdamaian.

"Kami sendiri sebenarnya tidak ingin permasalahan ini berlarut-larut, kami selalu membuka pintu damai. Tapi jika pun harus diselesaikan lewat persidangan, kami tidak masalah," tandasnya.

Lebih lanjut ditegaskannya, Dharma Putra meminta supaya masyarakat Guwang tidak terprovokasi dengan isu di bawah.

Kata dia, gugatan ini dilakukan bukan untuk merampas atau akan melakukan penggusuran sekolah ataupun bangunan yang berdiri di sana.

"Kami tidak akan ada melakukan penggusuran pada apapun, apalagi sekolah. Kami hanya ingin menegaskan kepemilikan lahan tersebut," tandasnya. 

Gugat Balik Rp 100 Miliar

Diberitakan Tribun Bali sebelumnya, sidang gugatan warga Desa Celuk, Sukawati, I Ketut Gede Dharma Putra dengan tergugat Dinas Pendidikan Gianyar selaku tergugat I, Desa Guwang tergugat II dan Desa Adat Guwang selaku tergugat III telah memasuki agenda mendengarkan jawaban gugatan melalui sidang e court di Pengadilan Negeri (PN) Gianyar, Senin 11 Oktober 2021.

Baca juga: Krama Guwang Pundut Barang Bukti, Terkait Kasus Gugatan Lahan di PN Gianyar

Menariknya, dalam persidangan tersebut, pihak Desa Guwang dan Desa Adat Guwang melakukan gugatan balik (Rekonvensi) terhadap penggugat.

Yakni penggugat I Ketut Gde Dharma Putra, dituntut untuk membayar ganti rugi sebesar Rp 100 miliar dan rumahnya pun yang berlokasi di Desa Celuk dengan luas sekitar 3 are dimohonkan untuk disita sebagai jaminan untuk membayar ganti kerugian tersebut.

Hal ini disampaikan oleh I Ketut Karben Wardana selaku Bendesa Adat Guwang didampingi oleh keempat pengacaranya yang kesemuanya berasal dari Desa Guwang, I Made Adi Seraya, SH.MH.CLA, I Made Duana, SH, I Kadek Agus Mudita, SH, dan I Wayan Subawa,SH.

Kata Karben, menurut kuasa hukumnya, kerugian yang ditimbulkan oleh penggugat (I Ketut Gede Dharma Yuda) adalah kecemasan dan ketakutan dari seluruh masyarakat Desa Guwang yang merasa khawatir akan hilangnya tanah sengketa, yang merupakan warisan leluhur dan di sana telah berdiri fasilitas umum, pusat pemerintahan dan pusat perekonomian dari warga Desa Guwang yaitu berupa, sekolah SD 1, SD 2, dan SD 3 Guwang yang telah berdiri dari tahun 1963.

Selain itu, mereka juga takut kehilangan Kantor Prebekel Desa Guwang yang telah berada di lokasi tanah sengketa dari tahun 1941, LPD Desa Guwang yang telah berdiri di tanah sengketa dari tahun 1990, Pasar Tradisonal yang berumur lebih dari 100 tahun dan tenten mart yang didirikan tahun 2021.

Pengacara pihak Desa Guwang, I Made Adi Seraya menegaskan bahwa gugatan yang diajukan penggugat sangatlah lemah.

Karena, kata dia, itu hanya mendasarkan gugatannya dengan pipil dan ipeda/pembayaran pajak.

Sedangkan secara hukum hak kepemilikan atas tanah adalah sertifikat sebagimana ketentuan Pasal 32 ayat (1) Jo Pasal 1 angka 20 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

"Sementara Desa Adat Guwang telah memiliki sertifikat atas tanah sengketa (vide Sertifikat Hak Milik Nomor: 03574/Guwang, Sertifikat Hak Milik Nomor: 03587/Guwang dan Sertifikat Hak Milik Nomor: 03618/Guwang)

Disamping itu penguasaan atas fisik tanah adalah merupakan poin yang paling penting dalam hukum pertanahan," ujarnya.

Selain itu, kata dia,  Desa Adat Guwang telah menguasai tanah sengketa lebih dari 100 tahun.

Dengan adanya fakta tersebut, kata dia, secara hukum semakin memperkuat posisi hukum kepemilikan atas tanah sengketa oleh Desa Guwang.

"Apalagi merujuk pasal 1967 KUH Perdata yang secara tegas menyatakan segala tuntutan hukum hapus karena kadaluwarsa, karena lewatnya waktu 30 tahun.

 Sedangkan penggugat baru mempermasalahkan tanah sengketa saat ini, sehingga tuntutan dari penggugat tersebut tidak relevan lagi," tandasnya.

Sementara disisi lain, kata dia, laporan pidana Desa Adat Guwang terhadap penggugat, yakni I Ketut Gede Dharma Putra atas dugaan penghinaan dan pencemaran nama baik sesuai dengan UU ITE di Polres Gianyar, telah mulai berjalan dan minggu ini pihak kepolisian mulai memanggil saksi-saksi yang mengetahui peristiwa tersebut.

"Situasi ini semakin membuat penggugat terpojok mengingat ancaman hukuman penjara atas dugaan pelanggaran UU ITE tersebut maksimal sampai 6 tahun penjara," tandasnya.(*)

Artikel lainnya di Berita Gianyar

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved