Berita Denpasar
Nikmatnya Papeda & Ikan Kuah Kuning di Warung Egen's Bali, Digemari Berbagai Kalangan Masyarakat
Pasca terjadinya keributan di Ambon masyarakat Ambon banyak yang mengungsi ke Bali pada Tahun 1999.
Penulis: Ni Luh Putu Wahyuni Sari | Editor: Karsiani Putri
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Pasca terjadinya keributan di Ambon masyarakat Ambon banyak yang mengungsi ke Bali pada Tahun 1999.
Akhirnya banyak masyarakat Ambon yang hingga kini tinggal di Bali.
Hal tersebutlah yang mendasari Gleen Mailuhu pria asal Ambon untuk membuka usaha Warung Egen's.
Gleen menjual berbagai makanan khas Ambon salah satunya, yakni papeda.
Warung ini berlokasi di Jalan Pulau Ayu, Denpasar.
Baca juga: Kantor Konsulat Jendral Korsel Diresmikan, Koster Bahas Kerjasama Pembuatan Rel Kereta Api
Baca juga: Pembagian Rapor di Denpasar pada Semester Ini Diundur Sebulan
"Kita buka usaha ini karena dulu orang Ambon tahun 1999 ada terjadi keributan di Ambon, sehingga banyak orang Ambon dari berbagai macam agama mengungsi atau pindah ke Bali. Karena sudah banyak orang Ambon di sini, saya mulai berpikir bahwa bagusnya kita buka makanan daerah di Bali karena jangkauan untuk orang-orang Ambon yang sekolah, kerja, dan merantau ke sini mereka bisa makan makanan ciri khas Ambon," katanya pada Jumat, 26 November 2021.
Baca juga: Kantor Konsulat Jendral Korsel Diresmikan, Koster Bahas Kerjasama Pembuatan Rel Kereta Api
Baca juga: Puluhan Penyandang Disabilitas Dapat Bantuan Usaha, Salah Satunya Bantuan Usaha Ternak Babi
Dirinya mengaku sudah membuka Warung Egen's sejak lima tahun lalu.
Menu-menu yang ditawarkan Warung Egen's beragam.
Mulai dari papeda, ikan kuah kuning, sayur kangkung bunga pepaya, ikan bakar colo-colo, ikan goreng colo-colo dan sayur kohu-kohu serta sayur acar kuning.
"Jadi saya buka Egen’s Warung Ambon itu sudah dari lima tahun lalu. Banyak orang Maluku yang kerja di sini, mereka datang makan ke sini. Jadi, makanan ciri khasnya paling sering, orang datang makan papeda dan ikan kuah kuning lalu ada sayur kangkung bunga pepaya, ada ikan bakar colo-colo, terus ada ikan goreng colo-colo dan sayur kohu-kohu serta sayur acar kuning," tambahnya.
Lebih lanjutnya ia mengatakan, biasanya ia juga membuat pesanan untuk acara ulang tahun dan acara kantor orang timur atau orang yang pernah bertugas di Ambon kembali ke Bali dan ingin makan makanan khas Ambon.
Awalnya peminatnya orang Ambon saja, tapi setelah tersebar di media sosial berbagai kalangan mulai menyukai makanan ini.
Baca juga: Puluhan Penyandang Disabilitas Dapat Bantuan Usaha, Salah Satunya Bantuan Usaha Ternak Babi
Baca juga: Kantor Konsulat Jendral Korsel Diresmikan, Koster Bahas Kerjasama Pembuatan Rel Kereta Api
"Orang Bali banyak karena ada yang transmigran ke Pulau Seram, Maluku Tengah, jadi ada yang balik ke Bali anak-cucunya untuk sekolah, mereka cari papeda karena mereka lahirnya di sana. Sekitar 5 persen penduduk Bali makan ke sini," terangnya.
Harganya pun beragam untuk papeda dan ikan kuah kuning harga sepaket Rp38 ribu makan di tempat.
Menurutnya, awalnya sebelum Covid-19, sehari ia bisa menjual hingga 10 paket papeda ikan kuah kuning.
Dan menurutnya jika dikalkulasi pendapatan bersihnya bisa mencapai Rp800 ribu perharinya.
"Sesudah pandemi, omzet pasti berkurang karena dulu waktu kita mulai buka orang Ambon yang ada di Belanda, mereka tidak pulang ke Ambon, tetapi mereka lagi tur ke Bali, mereka cari makan khas Maluku. Tadinya dibantu tiga karyawan, tapi karena Covid-18 sisa satu karyawan. Karena kita kan harus bayar gaji karyawan dan sebagainya, sementara pendapatan sejak Covid-19 ini menurun," paparnya.
Untuk bahan baku papeda karena dahulu ongkos kirimnya masih murah, Gleen menggunakan sagu yang didatangkan langsung dari Ambon.
Namun, karena Covid-19 diganti dengan tepung sagu baik dari Ambon maupun dari Jawa.
"Kalau ikan, bunga pepaya itu kadang kita dapat dari Ambon, Kupang, Flores, atau dari Jawa karena di sini sedikit sulit," tutupnya.
(*)