Erupsi Semeru
Peringatan Dini Erupsi Semeru Tidak Terdengar? Warga Diam Videokan Erupsi, Ini Kata Gubernur Jatim
Beredar kabar bawah tidak adanya peringatan dini atau early warning system terkait dengan erupsi Gunung Semeru.
Penulis: I Putu Juniadhy Eka Putra | Editor: Noviana Windri
TRIBUN-BALI.COM – Beredar kabar bawah tidak adanya peringatan dini atau early warning system terkait dengan erupsi Gunung Semeru.
Hal tersebut berdasarkan komentar netizen yang memenuhi kolom komentar unggahan terakhir dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) lewat Instagram resmi @pvmbg pada Minggu, 5 Desember 2021.
“Kenapa gk dikasih peringatan sebelumnya, pengakuan warga abu vulkanik datang begitu saja dengan cepat yang artinya Gunung Semeru itu sedang dalam status siaga, dan beberapa warga mengaku sebelum kejadian aktivitas Semeru meningkat tiap harinya,” tulis akun @rizky_arisp dikutip Tribun-Bali.com dari kolom komentar Instagram resmi @pvmbg pada Senin, 6 Desember 2021.
“Di desa2 dekat semeru gk di pasang sirine ?????” tulis akun @musamada.
“Maap sy mempertanyakan, knp Telat updatenya ?? hrs nya sudah di beritahukan ke warga spy bisa mengungsi dulu, gini udah ada korban jiwa baru update, tlg hrs cepat update nya menurut pendapat sy klu perlu hrs cpt naikan status nya mending antisipasi klu gk punya alat yg akurat, karena indonesia itu padat penduduk taruhan nyawa kalau telat,” tulis @midlykus.
Sedangkan dilansir Tribun-Bali.com dari Tribunnews.com dalam artikel berjudul Erupsi Tak Terpantau Karena Tertutup Kabut, Tak Ada Alat Deteksi Dini di Lereng Gunung Semeru, keberadaan Early Warning System (EWS) selama ini tidak ada di Desa Curah Kobokan.
Padahal alat itu penting untuk mendeteksi peringatan dini bencana.
Baca juga: UPDATE Erupsi Semeru: 1.300 Warga Harus Mengungsi, Perusahaan Tambang Diminta Bantu Evakuasi Korban
Baca juga: Ibu-Ibu Hamil Jadi Korban Erupsi Gunung Semeru, Usia Janin Sudah 9 Bulan
"Alarm (EWS) gak ada, hanya seismometer di daerah Dusun Kamar A. Itu untuk memantau pergerakan air dari atas agar bisa disampaikan ke penambang di bawah," kata Joko Sambang, Kepala Bidang kedaruratan dan Rekonstruksi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Lumajang.
Disebutkan Joko, sebelum bencana itu menghantam alat seismometer itu membaca getaran kenaikan debit air mencapai 24 amak.
Sementara aktivitas vulkanik Gunung Semeru secara visual tidak terlihat. Sebab, ketika itu Gunung Semeru tertutup kabut tebal.

"Info detail yang saya dapat sebelum kejadian, Gunung Semeru tertutup kabut. Tapi dari kamera CCTV pos pantau (Gunung Sawur) terlihat kepulan namun tidak terekam getaran," ujarnya.
Minimnya, peringatan serta edukasi soal bahaya lava panas juga diduga menjadi penyebab korban selamatkan diri.
Warga Diam, Hanya Melihat Erupsi
Selain itu, Joko juga menuturkan bila banyak warga yang diam dan menyaksikan kejadian tersebut.
Ketika awan panas guguran (APG) mulai turun ke lereng gunung sebagian warga malah menyaksikan fenomena itu di lokasi pertambangan.
"Waktu APG turun banyak yang lihat di sungai, mungkin mereka tidak membayangkan sebesar itu. Memang biasanya waktu banjir orang-orang melihat terus divideo," pungkasnya.
Baca juga: Silaturahmi ke Pondok Pesantren Isy Karima, Ganjar Doa Bersama untuk Musibah Erupsi Gunung Semeru
Baca juga: Ibu-Ibu Hamil Jadi Korban Erupsi Gunung Semeru, Usia Janin Sudah 9 Bulan
Tanggapan PVMBG
Dilansir Tribun-Bali.com dari TribunPalu.com pada Senin, 6 Desember 2021 dalam artikel berjudul PVMBG Bantah Tak Ada Peringatan Dini Erupsi Semeru: Sudah Diinfokan ke Pemda, BPBD dan Relawan, Kepala Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Andiani saat dikonfirmasi soal ini, Minggu, 5 Desember 2021 mengatakan, peringatan dini untuk bahaya erupsi gunung api sudah dilakukan.
“Peringatan dini untuk bahaya erupsi gunungapi sudah dilakukan bukan hanya di Semeru, tetapi juga di 69 gunungapi aktif yang dipantau oleh PVMBG,” ujar Andiani.
Lebih lanjut, Andiani mengatakan, pemantauan dilakukan melalui peralatan pemantauan dan pengamatan visual selama 24 jam.
“Pada 1 Desember 2021, sudah terjadi guguran lava pijar di lereng Gunung Semeru dan sudah diinfokan kepada WAG (WhatsApp Group) yang berisi Pemda, BPBD, dan relawan oleh PGA (tenaga pengamat gunung api yang bertugas di pos jaga sekitar Semeru),” ujar dia.
Pada 2 Desember 2021, kata Andini, petugas pengamatan Gunung Api Semeru juga sudah mengeluarkan peringatan agar masyarakat tidak beraktivitas di sekitar Besuk Kobokan, Besuk Kembar, Besuk Bang, dan Besok Sarat untuk antisipasi kejadian guguran atau awan panas guguran.
Sebelum erupsi terjadi, Pos Pengamatan Gunung Api Semeru mengimbau kepada warga yang melakukan aktivitas di aliran luncuran awan panas untuk selalu waspada.
Hal ini karena pos pengamatan mengamati selama 24 jam terakhir telah terjadi gempa letusan sebanyak 61 kali dan 23 kali gempa hembusan.
Baca juga: Gunung Semeru di Kabupaten Lumajang Erupsi, Pura Mandara Giri Semeru Agung Aman
Baca juga: Update Terkini Korban Erupsi Gunung Semeru di Lumajang: 13 Orang Tewas, 2 Telah Diidentifikasi
Tanggapan Khofifah Soal Early Warning System
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa menjelaskan proses mitigasi dan sistem peringatan dini (early warning system) saat peristiwa APG Gunung Semeru telah berlangsung.
Khofifah menyebut, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) mengkonfirmasi sistem peringatan dini berjalan.

"Dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) sudah terkonfirmasi, termasuk papan-papan penunjuk jalur evakuasi juga sudah terpasang. Namun, material yang dibawa pada guguran kali ini rupanya jauh lebih besar," kata Khofifah seperti dikutip dari Antara, Minggu, 5 Desember 2021 lewat Kompas.com pada Senin, 6 Desember 2021.
Menurut Khofifah, proses evakuasi warga telah dilakukan saat aktivitas Gunung Semeru meningkat.
Salah satunya terlihat dari tertimbunnya dua truk yang berhenti berdekatan di Kampung Renteng.
"Artinya, mereka melakukan evakuasi secara bersamaan. Tapi karena guguran material sangat besar maka terjebak. Sampai ada yang berlindung di atap rumah dan sebagainya," ucap Khofifah.
(*)