Berita Denpasar
Makna Yadnya yang Disebut Sattvika Yadnya
Yadnya adalah hal yang tidak bisa lepas dari kehidupan umat Hindu di Bali.Yadnya berasal dari bahasa Sansekerta, dari kata 'yaj' yang berarti memuja.
Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Karsiani Putri
Yakni yadnya nista, madya, dan utama.
Kemudian tiga ini, dibagi menjadi sembilan tingkat yadnya lagi.
Diantaranya, nistaning nista, madyaning madya, utamaning nista, nistaning madya, madyaning madya, utamaning madya, nistaning utama, madyaning utama, dan utamaning utama.
Biasanya untuk menentukan klasifikasi nista, madya, dan utama ini secara umum dapat dilihat dari kelengkapan bebantenannya.
Tidak ada yang buruk dan lebih baik karena semua disediakan sesuai dengan kemampuan setiap umat yang berbeda-beda.
Jika kurang mampu bisa dengan banten atau upacara skala nista.
Sebaliknya jika mampu bisa menyelesaikan pada tahap utama.
Baca juga: Prosesi Ngereh dan Sakralisasinya dalam Hindu di Bali
Sebab pada dasarnya yadnya, haruslah dilakukan dengan tulus ikhlas tanpa pamrih.
Sesuai dalam Bhagawad Gita XVII. 11-13, yang menyebut bahwa kualitas yadnya lebih baik ditentukan berdasarkan kriteria tattwa dan susila.
Seperti sraddha atau lascarya, atau percaya dan ikhlas.
Kemudian Widhidrsta, atau sesuai dengan pandangan dan ajaran kitab suci sebagai landasan menjalankan upacara yadnya.
Ada pula mantra, ucapan-ucapan suci yang memberikan vibrasi kesucian kepada semua sarana dan peserta upacara yadnya.
Biasanya seperti doa mantra yang dibaca oleh sulinggih atau pemangku dalam sebuah upacara yadnya.
Ada pula daksina, yaitu wujud banten yang melambangkan bhuana agung sebagai stana Tuhan.
Daksina juga sebagai lambang penghormatan kepada pemimpin upacara yadnya, seperti pandita maupun pinandita.
Lalu ada Gita, kidung, dan nyanyian suci lainnya yang kerap mengiringi upacara yadnya.
Lalu ada Asrsta Annam, atau jamuan makan sebagai simbol upacara yadnya yang Sattvika.
Lalu Nasmita atau sikap yang rendah hati tidak pamer dan gengsi dalam upacara yadnya.
(*)