Berita Denpasar

Makna Yadnya yang Disebut Sattvika Yadnya 

Yadnya adalah hal yang tidak bisa lepas dari kehidupan umat Hindu di Bali.Yadnya berasal dari bahasa Sansekerta, dari kata 'yaj' yang berarti memuja.

Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Karsiani Putri
AA Seri Kusniarti
Suasana salah satu upacara yadnya, yakni Manusa Yadnya di geria.  

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Yadnya adalah hal yang tidak bisa lepas dari kehidupan umat Hindu di Bali.

Yadnya berasal dari bahasa Sansekerta, dari kata 'yaj' yang berarti memuja.

Kemudian berubah menjadi 'yajna' yang memiliki arti korban suci.

Untuk itu yadnya sampai saat ini dikenal dengan istilah pengorbanan suci tulus ikhlas. 

Baca juga: Makna Filosofi Ngarebuin Saat Rahinan Sugihan

Baca juga: Makna Rahinan Pegatwakan, Hari Suci yang Menandakan Berakhirnya Rangkaian Galungan dan Kuningan

Yadnya yang selama ini dikenal di Bali disebut dengan istilah Panca Yadnya atau lima yadnya.

Diantaranya, Dewa Yadnya, Rsi Yadnya, Manusa Yadnya, Pitra Yadnya, dan Bhuta Yadnya.

Memiliki konsep yang sangat dalam, yadnya bukan hanya berkaitan dengan upacara dan upakara agama Hindu saja. 

Baca juga: Prosesi Ngereh dan Sakralisasinya dalam Hindu di Bali

Baca juga: Sad Kertih Menurut Kepercayaan Hindu di Bali, Ini Bagian-bagian dan maknanya

Yadnya juga berkaitan dengan keseimbangan alam semesta.

Hal ini sesuai dengan konsep Tri Hita Karana.

Manawa Dharmasastra VI.35, menyebutkan bahwa salah satu fungsi yadnya adalah untuk menyelesaikan Tri Rna.

Atau tiga hutang moral manusia yang harus dibayar. 

Baca juga: Kajeng Kliwon, Umat Hindu Sembahyang Memohon Keselamatan

Baca juga: Ratusan Kantong Darah Terkumpul di Wantilan Pura Dalem Guwang Gianyar, Parta: Ini sebuah Yadnya

Dewa Rna diselesaikan dengan Dewa Yadnya dan Bhuta Yadnya.

Dewa Rna adalah hutang kepada Tuhan dan manifestasi beliau sebagai pencipta, pemelihara, dan pelebur alam semesta.

Kaitan dengan Bhuta Yadnya adalah karena bertujuan melakukan Bhuta Hita sesuai seperti yang disebut dalam Sarassamucaya 135.

Bhuta Hita artinya mensejahterakan Panca Mahabhuta (bhuana agung) sebagai badan raga Tuhan.

Baca juga: Daksina atau Banten, Cara Mendekatkan Diri dengan Tuhan Dalam Hindu 

Pitra Rna diselesaikan dengan Manusa Yadnya dan Pitra Yadnya.

Serta Rsi Rna diselesaikan dengan Rsi Yadnya.

Sehingga hakekat Panca Yadnya ini adalah beryadnya kepada Tuhan (Prajapati).

Kemudian beryadnya kepada sesama manusia (Praja).

Dan beryadnya kepada alam (Kamadhuk).

Hubungan baik dengan Tuhan dan seisi alam semesta inilah yang sesuai dengan Tri Hita Karana. 

Baca juga: Yadnya dan Kaitannya dengan Tri Rna dalam Hindu Bali

Baca juga: Genta Sebagai Simbol Ketuhanan, Bermakna Kesucian dalam Hindu Bali

Yadnya juga konsep penebusan dosa untuk itu hewan atau tumbuhan yang disembelih dalam upacara yadnya tujuannya adalah didoakan dan diberi kesempatan beryadnya.

Sehingga harapannya tatkala bereinkarnasi bisa menduduki penjelmaan lebih tinggi.

Hal ini sesuai dengan Manawa Dharmasastra V.40.

Untuk itu kata yadnya juga berarti mendekatkan, yakni mendekatkan diri pada Tuhan. 

Dalam kitab suci Bhagawad Gita XVII. sloka 11 sampai dengan 13, menyatakan adanya tiga kualitas yadnya.

Tiga kualitas tersebut adalah yadnya yang Sattvika, yadnya yang Rajasika, dan yadnya yang Tamasika.

Semua umat Hindu tentunya mengejar yadnya dengan kualitas Sattvika.

Sebab yadnya dengan kualitas Sattvika yang dianggap sebagai yadnya dengan kualitas terbaik. 

Baca juga: Mengapa Leluhur Disembah? Berikut Penjelasannya dalam Hindu Bali

Dalam lontar-lontar di Bali, upacara yadnya dibagi menjadi tiga tingkatan.

Yakni yadnya nista, madya, dan utama.

Kemudian tiga ini, dibagi menjadi sembilan tingkat yadnya lagi.

Diantaranya, nistaning nista, madyaning madya, utamaning nista, nistaning madya, madyaning madya, utamaning madya, nistaning utama, madyaning utama, dan utamaning utama. 

Biasanya untuk menentukan klasifikasi nista, madya, dan utama ini secara umum dapat dilihat dari kelengkapan bebantenannya.

Tidak ada yang buruk dan lebih baik karena semua disediakan sesuai dengan kemampuan setiap umat yang berbeda-beda.

Jika kurang mampu bisa dengan banten atau upacara skala nista.

Sebaliknya jika mampu bisa menyelesaikan pada tahap utama. 

Baca juga: Prosesi Ngereh dan Sakralisasinya dalam Hindu di Bali

Sebab pada dasarnya yadnya, haruslah dilakukan dengan tulus ikhlas tanpa pamrih.

Sesuai dalam Bhagawad Gita XVII. 11-13, yang menyebut bahwa kualitas yadnya lebih baik ditentukan berdasarkan kriteria tattwa dan susila.

Seperti sraddha atau lascarya, atau percaya dan ikhlas. 

Kemudian Widhidrsta, atau sesuai dengan pandangan dan ajaran kitab suci sebagai landasan menjalankan upacara yadnya.

Ada pula mantra, ucapan-ucapan suci yang memberikan vibrasi kesucian kepada semua sarana dan peserta upacara yadnya.

Biasanya seperti doa mantra yang dibaca oleh sulinggih atau pemangku dalam sebuah upacara yadnya

Ada pula daksina, yaitu wujud banten yang melambangkan bhuana agung sebagai stana Tuhan.

Daksina juga sebagai lambang penghormatan kepada pemimpin upacara yadnya, seperti pandita maupun pinandita.

Lalu ada Gita, kidung, dan nyanyian suci lainnya yang kerap mengiringi upacara yadnya

Lalu ada Asrsta Annam, atau jamuan makan sebagai simbol upacara yadnya yang Sattvika.

Lalu Nasmita atau sikap yang rendah hati tidak pamer dan gengsi dalam upacara yadnya

(*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved