Berita Bali
Tak Bisa Mati, Akhirnya Hiranyakasipu Berhasil Dikalahkan Narasimha
Banyak kisah epik dan epos dalam Hindu, salah satu kisah bagaimana seorang yang kuat bernama Hiranyakasipu akhirnya pun kalah
Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Irma Budiarti
Laporan Wartawan Tribun Bali, Anak Agung Seri Kusniarti
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Banyak kisah epik dan epos dalam Hindu, yang mengajarkan tentang arti kehidupan.
Salah satu kisahnya tentang bagaimana seorang yang kuat bernama Hiranyakasipu akhirnya pun kalah. Pemimpin bangsa Asura ini, kalah karena kesombongannya sendiri.
Dikisahkan, Hiranyakasipu adalah raja raksasa yang tidak percaya dengan adanya Tuhan. Bahkan pada rakyatnya, ia mengatakan dirinya Tuhan itu sendiri.
Padahal ia mendapatkan anugerah kesaktian dan kekuatan dari Tuhan, melalui tapa brata yang dilakukannya untuk mendapat kekuatan duniawi.
Baca juga: Bala Kanda hingga Uttara Kanda, Berikut Bagian Epos Ramayana
Dari bakti tapanya itu, ia dianugerahi oleh Dewa Brahma, tidak akan mati baik pada waktu siang maupun malam. Tidak bisa dibunuh oleh segala binatang, manusia, maupun para dewa-dewi.
Tidak pula bisa mati di dalam dan di luar ruangan, dan tidak bisa dibunuh dengan segala macam jenis senjata.
Namun seperti anugerah pada umumnya, hanya mendatangkan dua hal, yakni kebaikan atau keserakahan.
Hiranyakasipu akhirnya berakhir pada kesombongan, memiliki kekuatan yang sedemikian dahsyat, ia lupa diri dan menganggap dirinyalah Tuhan itu sendiri.
Hiranyakasipu memiliki anak bernama Prahlada. Berbeda dengan sang ayah, Prahlada sangat bakti dan percaya dengan adanya Tuhan.
Bahkan ia telah mencapai Smaranam, Nawa Widha Bhakti atau bakti kepada Tuhan dengan jalan selalu mengingat kesucian dan keagungan Tuhan.
Prahlada diceritakan sangat berbakti pada manifestasi Tuhan, salah satunya Dewa Wisnu. Sementara sang ayah, sangat membenci Dewa Wisnu karena dendam masa lalu.
Adik Hiranyakasipu bernama Hiranyaksa dibunuh oleh Waraha atau salah satu awatara Wisnu, sejak itu ia membenci Dewa Wisnu dan seluruh pengikutnya.
Kebencian Hiranyakasipu bertolakbelakang dengan anaknya yang sangat yakin bahwa Tuhan itu maha kuasa, maha ada, dan maha esa.
Hanya saja karena sang ayah tidak percaya dengan Tuhan, Prahlada akhirnya melakukan baktinya dengan selalu mengingat Tuhan di dalam hati, serta berserah diri sepenuhnya kepada Tuhan.
Baca juga: Pengabdian Hanoman pada Rama dan Sita, Kisah Heroik Epos Ramayana
Bakti dengan selalu mengingat kebesaran Tuhan di dalam hati inilah, yang dikenal dengan bakti Smaranam.
Hal ini dijelaskan di dalam Kitab Bhagawata Purana. Prahlada melakukan itu agar tidak menimbulkan amarah dari sang ayah.
Salah satu kutipan doa Prahlada yang paling terkenal adalah 'Na thwaham Kamaye Rajyam, Na Swargam napnu arbhawam. Kamaye Duhkha thapthamanm. Praninam arthi nasanam'.
Arti dari kutipan ini, berbunyi 'ya Tuhan saya berdoa bukan untuk memohon kedudukan dalam kerajaan, bukan pula untuk memohon surga, atau menjelma sebagai manusia yang hebat.
Saya hanya memohon berikanlah saya kekuatan dan kesempatan untuk mengabdi pada mereka yang menderita'.
Doa ini terus diulangi di dalam hatinya dengan selalu meyakini bahwa Tuhan maha ada. Bukannya tidak tahu, Hiranyakasipu kerap menyuruh sang anak agar berhenti percaya pada Tuhan.
Ia selalu mengatakan, Tuhan itu adalah dirinya sendiri. Namun Prahlada tetap yakin, Hiranyakasipu adalah raja dan ayahnya saja, bukanlah Tuhan.
Hiranyakasipu yang jengah akhirnya menemukan cara jahat untuk mengakhiri hidup sang anak.
Ia menugaskan dayang-dayang memberi racun pada makanan sang anak. Namun karena bakti Prahlada pada Tuhan, racun itu menjadi amerta dan tidak mampu meracuninya.
Sang ayah yang gelap mata dan kehilangan akal sehat malah menemukan niat jahat lain. Ia menyuruh seseorang memasukkan ular paling berbisa ke dalam kamar tidur Prahlada.
Baca juga: Dewa Wisnu Menjelma Menjadi Awatara Demi Menyelematkan Dunia
Tak dinyana, karena baktinya pada Tuhan, ular itu pun menjadi jinak setelah berada di dalam kamarnya, bahkan menjadi sahabat Prahlada.
Dalam kemelut hati dan amarah yang besar, Hiranyakasipu makin hilang akal. Ia memasukkan harimau buas ke kamar anaknya.
Sama seperti sebelumnya, harimau ini pula tunduk dan kalah dengan Prahlada. Sampai akhirnya Hiranyakasipu benar-benar gila.
Hiranyakasipu menyuruh anak buahnya memanah Prahlada dengan panah sakti. Namun sayang semua panah itu, tidak ada satupun yang mengenai Prahlada.
Akhirnya Hiranyakasipu memanggil sang anak, dan bertanya dimana Tuhan yang ia puja. Ia meminta agar Prahlada menunjukkan dimana letak Tuhan itu.
Prahlada dengan santun menjelaskan, Tuhan berada di mana-mana, tidak ada ruang dan waktu tanpa kehadiran-Nya.
Akhirnya Hiranyakasipu bertanya lagi, sembari menunjuk pendopo kerajaan, "apakah di sana ada Tuhan?," ucapnya bertanya.
Prahlada tentu saja menjawab ada, karena pada hakekatnya Tuhan ada di mana-mana. Keajaiban terjadi, dari pendopo istana muncul Narasimha Awatara, salah satu awatara jelmaan Dewa Wisnu.
Narasimha ini memiliki badan manusia, namun berkepala singa dan berkuku sangat tajam. Seketika Hiranyakasipu dirangkulnya.
Baca juga: Kisah Ramayana Menurut Kepercayaan Hindu, Bagian dari Memperdalam Ajaran Weda
Narasimha duduk di emper pendopo kerajaannya. Hiranyakasipu diletakkan di atas pahanya, dan ditikam dengan kukunya yang tajam.
Akhirnya Hiranyakasipu mati setelah perutnya dirobek Narasimha. Ia mati dengan karmaphala yang dibuatnya sendiri.
Demikianlah kisah Purana, yang mengajarkan agar manusia tidak sombong walau dalam kondisi sekuat apapun.
(*)