Berita Nasional
Dokumen Kependudukan Susi Pudjiastuti Jadi Bungkus Gorengan, Ia Tulis di Twitter : Protes Kemana?
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Susi Pudjiastuti berikan tanggapan soal viralnya dokumen kependudukan milikinya menjadi bungkus gorengan
Penulis: I Putu Juniadhy Eka Putra | Editor: Ida Ayu Made Sadnyari
TRIBUN-BALI.COM – Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Susi Pudjiastuti memberikan tanggapan soal viralnya dokumen kependudukan milikinya yang menjadi bungkus gorengan.
Pendiri Susi Air ini mengaku bingung usai melihat dokumen kependudukannya viral.
Ia pun mengaku mendapat banyak pesan di media sosial Twitter soal viralnya dokumen tersebut.
Lewat akun media sosial Twitter pribadinya @susipudjiastuti, ia menuliskan rasa kebingungannya dan harus protes kepada lembaga siapa.
“Kawan-kawan, beberapa hari ini saya di-mention, DM dll. Semua tanya pendapat saya tentang hal ini, saya harus berpendapat apa?” tulisnya, dikutip Tribun-Bali.com dari akun Twitter @susipudjiastuti pada Selasa, 28 Desember 2021.
Lebih lanjut, Susi pun mengatakan bila hal tersebut sudah biasa terjadi di Indonesia.
Bahkan, ia mengungkapkan ada masalah perlindungan data pribadi di negeri ini, ia juga mengaku sering mendapat tawaran pinjaman online (pinjol) akibat datanya tersebar.
“Hal seperti ini bukannya sudah biasa terjadi? Protes kemana? Ke Siapa? Setiap hari kita dapat WA Pinjol, Investasi, promo dll. Semua tahu nomor kita dan kita…. So,” tulisnya.
Dokumen Kependudukan Miliki Susi Pudjiastuti Digunakan Sebagai Bungkus Gorengan
Sebelum beredar sebuah foto viral memperlihatkan dokumen kependudukan milik mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menjadi bungkus gorengan.
Unggahan tersebut pun viral di media sosial usai diunggah oleh pengguna Twitter @howtodresvvell.
Pada unggahan tersebut memperlihatkan surat permohonan pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP) Susi Pudjiastuti.
Terkait dengan itu, Camat Pangandaran, Kabupaten Pangandaran, Jawa barat, sangat menyayangkan adanya kejadian tersebut, ia tidak pernah menjual dokumen yang sudah lama.
Baca juga: VIRAL Dokumen Kependudukan Milik Mantan Menteri KP Susi Pudjiastuti Jadi Bungkus Gorengan
"Selama saya menjabat di sini belum pernah mengeluarkan atau menyuruh menjual arsip-arsip yang ada," ujarnya.
Yadi menduga, dokumen itu dijual atau dibuang sebelum dirinya menjadi Camat Pangandaran.
Sebab, dalam dokumen itu pada tahun 2014.
Menjaga Keamanan Data Pribadi
Soal bocornya data pribadi milik Mantan Menteri KKP, Susi Pudjiastuti bukan hanya terjadi kali ini saja, namun sudah beberapa kali.
Dilansir Tribun-Bali.com dari Tribun-video.com pada Selasa, 28 Desember 2021 dalam artikel berjudul Reaksi Susi Pudjiastuti setelah Dokumen Pentingnya Jadi Bungkus Gorengan: Protes ke Mana? ke Siapa?, menjaga keamanan data pribadi Pengamat teknologi informasi (TI) yang juga pakar forensik digital, Ruby Alamsyah, mengatakan, data pribadi mutlak dilindungi sebaik-baiknya.
Apalagi, di era digital seperti saat ini, kejahatan siber dengan memanfaatkan kebocoran data pribadi rawan terjadi.
Ruby mengatakan, hal pertama yang harus diingat masyarakat adalah untuk tidak sembarangan membagikan data pribadi mereka. Hal itu berlaku untuk data yang bersifat fisik seperti fotokopi KTP, maupun data yang bersifat digital, seperti foto KTP di ponsel.
Menurut Ruby, masyarakat harus jeli memastikan kepada siapa mereka akan memberikan data pribadi mereka. Data tersebut hanya boleh dibagikan kepada pihak yang kredibel.
"Pihak tersebut benar-benar dapat menjaga data kita secara aman dan penggunaannya benar. Jadi kita jangan sembarang memberikan data pribadi kita, walaupun itu dalam bentuk fotokopi. Kalau tidak yakin pihak itu bisa menjaga dengan aman, lebih baik kita tidak memberikannya," kata Ruby, saat dihubungi Kompas.com, Senin, 27 Desember 2021.
Baca juga: Kebocoran Data e-HAC Sebabkan Data Pribadi Pengguna Tereskspose, Apa yang Harus Dilakukan?
Ruby menyebutkan, ketika data pribadi akan dibagikan dalam bentuk digital, sebaiknya cek kebijakan privasi yang dicantumkan oleh penyedia aplikasi.
"Di aplikasi-aplikasi itu kita harus pastikan. Kalau mereka mencantumkan itu dan berani bertanggung jawab, maka tidak masalah (dibagikan). Tapi kalau tidak, lebih baik jangan diberikan," ujar Ruby.
UU PDP Sangat Diperlukan
UU PDP sangat diperlukan Menanggapi kasus dokumen kependudukan mantan Menteri KKP Susi Pudjiastuti yang berakhir menjadi bungkus gorengan, Ruby mengatakan, hal ini seharusnya bisa dicegah jika rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (PDP) disahkan menjadi UU.
Menurut Ruby, karena UU PDP masih belum disahkan, maka terkesan seolah tanggung jawab penyimpanan data-data pribadi adalah tanggung jawab warga itu sendiri.
"Tetapi nanti kalau undang-undang itu sudah ada, pihak mana pun yang menyimpan dan memproses data-data pribadi masyarakat itu, mereka harus tanggung jawab juga," jelas dia.
Ruby mengatakan, seyogianya pihak-pihak yang menyimpan data pribadi masyarakat harus melindungi data tersebut semaksimal mungkin.
RUU Perlindungan Data Pribadi Sangat Dibutuhkan di Dunia Digital Indonesia
Menurut Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Pingkan Audrine Kosijungan mengatakan, pembahasan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) perlu segera difinalisasi karena kehadirannya akan menentukan perkembangan ekonomi digital Indonesia, yang potensi pertumbuhannya masih terganggu oleh kasus-kasus kebocoran data yang sering terjadi.
“RUU PDP sangat relevan karena mengatur aspek keamanan dan kerahasiaan data pribadi masyarakat, yang jauh lebih luas dari yang tertera dalam PP 71/2019. Perkembangan ekonomi digital membutuhkan kepercayaan konsumen, salah satunya soal data,” jelas Pingkan Audrine dalam siaran persnya, Kamis, 23 Desember 2021 dikutip Tribun-Bali.com dari Kompas.com pada Selasa, 28 Desember 2021 dalam artikel berjudul CIPS: RUU Perlindungan Data Pribadi Penentu Perkembangan Ekonomi Digital Indonesia.
Dia menuturkan, fokus utama PP ini adalah sistem dan transaksi elektronik, padahal dalam konteks ekonomi digital, juga dibutuhkan terjaminnya hak-hak konsumen digital termasuk menyangkut hak atas kerahasiaan dan keamanan data mereka.
Memang diakui dia, ada regulasi PP 71/2019 yang mewajibkan PSE lingkup publik (instansi pemerintahan seperti BPJS Kesehatan) dan PSE lingkup privat untuk menjaga kerahasiaan dan keamanan data ini.
Hanya saja, sanksinya hanya sebatas administratif dan kewajiban PSE lingkup publik juga belum dijelaskan dengan rinci.
“Ketika terjadi kebocoran data, kerangka regulasi yang menjadi acuan saat ini masih bertumpu pada level Peraturan Pemerintah, yaitu melalui PP 71/2019 mengenai Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik yang merupakan turunan dari UU ITE,” ungkapnya.
(*)