Berita Nasional

Pelaporan Ubedilah Badrun oleh Jokowi Mania Terburu-buru, Begini Kata Pengamat

Pengamat Politik menilai pelaporan Ubedilah Badrun oleh Ketua Jokowi Mania (Joman) Immanuel Eben Ezer mempermalukan diri sendiri.

Penulis: I Putu Juniadhy Eka Putra | Editor: Widyartha Suryawan
kompas.com/ Irfan Kamil
Dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) yang juga aktivis 98, Ubedilah Badrun di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin, 10 Januari 2022. 

TRIBUN-BALI.COM – Pengamat Politik LIMA Indonesia Ray Rangkuti menilai pelaporan Ubedilah Badrun oleh Ketua Jokowi Mania (Joman) Immanuel Eben Ezer mempermalukan diri sendiri.

Menurut Ray Rangkuti, Immanuel dinilai terlalu terburu-buru melaporkan Ubedilah Badrun dengan tuduhan kasus fitnah.

Perlu diketahui, Ubedilah Badrun merupakan pelapor terhadap dua putra Presiden RI Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep ke KPK atas dugaan tindak pidana korupsi KKN.

 Ray menilai pelaporan Ketua Joman terhadap Ubedilah Badrun memperlakuan diri sendiri lantaran menggunakan Pasal 317 KUHP.

Pasalnya, Immanuel dinilai tak membaca secara serius soal pasal 317 KUHP dengan baik-baik dan tenang.

Pada pasal tersebut seyogyanya harus memenuhi empat syarat, namun dalam pelaporan tersebut, Immanuel belum melengkapinya.

“Keempat persyaratan tersebut belum satupun terpenuhi dalam peristiwa ini,” kata Ray Rangkuti dikutip Tribun-Bali.com dari KOMPAS.TV pada Selasa, 18 Januari 2022 dalam artikel berjudul Pengamat: Laporkan Ubedilah Badrun Dengan Pasal 317 KUHP, Ketua Joman Permalukan Diri Sendiri.

Pemberantasan Korupsi Era Jokowi Dinilai Melemah

Laporan yang dibuat Ketua Joman terhadap Ubedilah Badrun menurut Ray justru malah menguatkan persepsi pemberantasan korupsi di era presiden Jokowi melemah.

“Pak Jokowi sendiri menyatakan keresahannya akan rendahnya indeks persepsi korupsi Indonesia dalam hal pidato peringatan hari anti korupsi sedunia, Desember 2021,”

Baca juga: Ubedilah Badrun Sebut Ada Kejanggalan, Terima Ancaman Usai Laporkan Gibran dan Kaesang ke KPK

“Artinya, langkah pelaporan terhadap Ubed tersebut tidak mendukung upaya presiden untuk meningkatkan indeks persepsi yang dimaksud, dan dalam skala lebih besar mendukung upaya menciptakan pemerintahan yang baik dan bersih,” jelasnya.

Diketahui, saat ini Indonesia berada di peringkat ke-102 sebagai negara dengan angka korupsi tertinggi di dunia.

Posisi tersebut masih kalah jauh dari negara tetangga Singapura di peringkat ketiga, Brunei Darussalam di peringkat ke-35 dan Malaysia di posisi ke-57.

Lebih lanjut, Ray pun menambahkan apa yang dilakukan Immanuel justru meyakinkan publik jika pemerintahan Jokowi tidak ramah soal giat pemberantasan korupsi.

Tidak hanya itu, Ray pun menjelaskan revisi UU KPK, menteri-menteri ditangkap dan pelapor juga ditangkap menjadi indikasi adanya sinyal kegagalan dalam pemberantasan korupsi di era kedua kepemimpinan presiden Jokowi.

“Setelah revisi UU KPK, beberapa menteri yang ditangkap, dan pelaporan atas mereka yang melaporkan dugaan adanya tindak pidana korupsi, merupakan sinyal kuat bahwa upaya pemberantasan korupsi di era kedua pak Jokowi tidak lebih dari sekedar ucapan basa-basi,” kata Ray.

“Tidak ada langkah konkret di lapangan. PP No 43 tahun 2018 tentang partisipasi dan penghargaan terhadap partisipasi masyarakat dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi seperti mandul di lapangan. Bahkan seperti dibelakangi oleh salah satunya pendukung Pak Jokowi.”

Tak hanya itu, lanjut Ray, langkah seperti ini juga akan dapat menjadi acuan bagi mereka yang diadukan karena dugaan korupsi.

Baca juga: Dilaporkan Joman Soal Dugaan Fitnah Gibran dan Kaesang, Ubedilah Badrun: Saya Enggak Kenal

“Sebab, seperti sebelumnya, setiap pelaporan dugaan tindak pidana korupsi akan selalu dihadang oleh pasal pencemaran nama baik,” ujarnya.

“Akibatnya, kemauan masyarakat untuk berpartisipasi dalam mencegah dan memberantas korupsi makin sulit ditingkatkan. Satu harapan yang bahkan kala dijanjikan hadiah sekalipun belum dapat dioptimalkan,” tutupnya.

Pelaporan Gibran dan Kaesang ke KPK

Sebelumnya diberitakan, dua anak Presiden Jokowi yakni Gibran dan Kaesang dilaporkan ke KPK atas dugaan tindak pidana korupsi.

Dilansir dari Tribunnews.com dalam artikel berjudul Dilaporkan ke KPK, Ini Reaksi Gibran Rakabuming Raka, pelaporan itu dilayangkan oleh Dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) yang juga merupakan aktivis 98, Ubedilah Badrun.

"Laporan ini terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi dan atau tindak pidana pencucian uang (TPPU) berkaitan dengan dugaan KKN relasi bisnis anak Presiden dengan grup bisnis yang diduga terlibat pembakaran hutan," kata pria yang karib disapa Ubed saat dijumpai awak media di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin, 10 Januari 2022.

Ubed menjelaskan, laporan ini berawal pada 2015, saat itu kata dia ada perusahaan besar berinisial PT SM yang menjadi tersangka pembakaran hutan dan sudah dituntut oleh Kementerian Lingkungan Hidup dengan nilai Rp 7,9 triliun.

Kendati begitu kata Ubed dalam perkembangannya, yakni di Februari 2019 Mahkamah Agung (MA) hanya mengabulkan tuntutan Rp 78 miliar, saat itu kedua putra Jokowi diduga memiliki perusahaan dan bergabung dengan PT SM.

"Itu terjadi pada Februari 2019 setelah anak presiden membuat perusahaan gabungan dengan anak petinggi perusahaan PT SM," terang Ubedilah.

Baca juga: Ogah Minta Maaf Usai Laporkan Gibran dan Kaesang ke KPK, Ubedilah Badrun: Saya Tidak Memfitnah

Menurut dia, dugaan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) tersebut sangat jelas melibatkan Gibran, Kaesang dan anak petinggi PT SM yakni AP.

Hal itu kata dia dapat dibuktikan karena adanya suntikan dana penyertaan modal dari perusahaan Ventura.

"Dua kali diberikan kucuran dana. Angkanya kurang lebih Rp 99,3 miliar dalam waktu yang dekat. Dan setelah itu kemudian anak presiden membeli saham di sebuah perusahaan yang angkanya juga cukup fantastis Rp 92 miliar,” ujar Ubedilah.

Hal tersebut bagi Ubed menjadi tanya besar, karena menurutnya hampir tidak mungkin seorang anak muda yang baru mendirikan perusahaan dengan mudah mendapatkan penyertaan modal dengan angka yang cukup fantastis kalau dia bukan anak presiden.

Dalam laporan ke KPK tersebut, Ubedilah mengaku membawa bukti-bukti data perusahaan serta pemberitaan terkait adanya pemberian penyertaan modal dari Ventura.

"Ada dokumen perusahaan karena diakses boleh oleh publik dengan syarat-syarat tertentu, dan juga bukti pemberitaan pemberian penyertaan modal dari Ventura itu. Dan kemudian kita lihat di perusahaan-perusahaan yang dokumennya rapih itu memang ada tokoh-tokoh yang tadi saya sebutkan," ucap Ubedilah.

"Kami minta kepada KPK untuk menyelidiki dan meminta kepada KPK agar menjadi terang benderang dan bagaimana kemudian bila perlu presiden dipanggil untuk menjelaskan posisi ini," tukasnya.

(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved