Berita Badung
22 Seniman dan Warga Desa Wadas Gelar Pameran Seni Lukis Pada Kemasan Kopi di Uma Seminyak
Jejaring solidaritas Jogja berkolaborasi dengan 22 seniman dan warga desa Wadas, menyelenggarakan rangkaian pameran seni rupa di 6 kota.
Penulis: Zaenal Nur Arifin | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
Laporan Wartawan Tribun Bali, Zaenal Nur Arifin
TRIBUN-BALI.COM, MANGUPURA - Jejaring solidaritas Jogja berkolaborasi dengan 22 seniman dan warga desa Wadas, menyelenggarakan rangkaian pameran seni rupa di 6 kota.
"Jadi Uma Seminyak kali ini berkesempatan berkolaborasi dengan teman-teman yang sedang membantu desa Wadas. Mereka buat gerakan bernama Kepada Tanah, jadi ini akan keliling ke 6 kota. Dimana Bali adalah kota pertama yang dituju tepatnya di Uma Seminyak," ujar Community Manager Uma Seminyak, Ruth Onduko, saat ditemui tribunbali.com, Selasa 8 Februari 2022.
Ruth menambahkan, ada 22 karya seni rupa dari 22 seniman membuat karya di atas kemasan kopi dari desa Wadas yang saat ini dipamerkan.
Secara keseluruhan pameran digelar dari tanggal 8 Februari sampai 28 Februari, tetapi untuk di Uma Seminyak berlangsung hingga 15 Februari 2022.
Baca juga: Kisah Inspiratif Seniman Asal Kamasan Mangku Muriati, Rangkum Pandemi Lewat Seni Lukis Wayang
"Pameran ini masyarakat umum bisa datang dan tidak ada biaya masuk. Kopi dengan kemasan spesial dibuat oleh 22 seniman ini dijual dan hasilnya kita donasikan semua kepada warga desa Wadas," imbuhnya.
6 kota dan tempat pameran yang dimaksud diantaranya 8 - 15 Februari 2022 di Uma Seminyak, Bali; 12 - 17 Februari 2022 Galeri Raos Batu Malang; 16 - 23 Februari 2022 Matera Café, Semarang; 18 - 25 Februari 2022 Sunset Limited, Jakarta; 22 - 29 Februari 2022 Omuniuum, Bandung; dan 18 - 28 Februari 2022 Kedai Kebun Forum, Jogja.
Dari keterangan tertulis yang diterima tribunbali.com, disebutkan bahwa pameran ini berupa karya dalam kemasan berisi roasted beans kopi robusta desa Wadas.
Para seniman melukis langsung karyanya pada kemasan bagian depan, dengan berbagai rupa dan warna.
Sedangkan pada sisi belakang kemasan terdapat teks yang disablon, tentang keterangan singkat mengenai latar belakang kopi dan desa Wadas.
Kopi Wadas, demikian kami menyebutnya, tumbuh di desa Wadas, pada ketinggian 400-450 mdpl di sekitar punggung perbukitan Menoreh.
Kopi ini dirawat, dipanen, dan diolah oleh warga desa Wadas, dengan model penanaman tumpang sari (non monokultur) dan penggunaan pupuk kandang secara rutin (non sintetik).
Model perawatan demikian telah dilakukan secara turun temurun oleh petani sejak ratusan tahun lalu.
Namun, sejak lima tahun lalu, warga desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, terancam.
Membuat kehidupan dan segala aktivitas warga di lahan, terganggu.
Pasalnya, perbukitan di sekitar pemukimannya masuk dalam lokasi rencana penambangan untuk material Bendungan Bener.
Dalam dokumen AMDAL, penambangan untuk material Proyek Strategis Nasional (PSN) itu akan menggunakan metode blasting (peledakan) dinamit sebanyak 5.300 ton selama 30 bulan.
Penambangan tersebut akan menjarah 15,53 juta meter kubik batuan andesit, pada lahan
seluas 114 Ha dengan kedalaman 40 m.
Warga menolak dan berupaya menggagalkan rencana tersebut melalui upaya-upaya legal; gugatan, audiensi, demonstrasi.
Namun, semua upaya itu menemui jalan buntu.
Sikap dan upaya warga bukan tanpa risiko.
Berbagai rupa tipuan, intimidasi, hingga kekerasan langsung, telah dialami warga.
Seperti yang terjadi dalam peristiwa 23 April 2021 di desa Wadas.
Saat itu, Badan Pertanahan Nasional (BPN) memaksa melakukan pengukuran terhadap lahan warga dengan membawa ratusan aparat kepolisian.
Pada waktu yang sama, warga berjaga di perbatasan desa.
Sisanya adalah rangkaian kekerasan dan penangkapan oleh aparat terhadap warga, pendamping hukum, dan jaringan solidaritas.
Baca juga: Lima Tradisi di Karangasem Diusulkan Jadi WBTB, Ada Tarian Abuang Loh Muani hingga Seni Lukis Perasi
Hal tersebut malah membuat warga semakin meyakini telah mengambil sikap yang tepat: ruang hidup dan kehidupan harus dibela!
Rencana penambangan batuan andesit dan rangkaian kekerasan yang menyertainya, berbahaya bagi kehidupan warga Wadas dan ekosistem di sekitar bukit Menoreh.
Sejarah, nilai, dan sumber penghidupan warga yang melekat pada tanah terancam runtuh jika pertambangan benar-benar beroperasi.
Beragam potensi krisis tersebut, menjadi titik berangkat bagi kami bahwa; inisiatif berbagai bentuk dukungan dan perjuangan mesti dilakukan.
Kami memilih pameran kopi “Kepada Tanah: Hidup dan Masa Depan Wadas”.
Keuntungan dari hasil pameran sepenuhnya akan diserahkan kepada warga untuk menopang perjuangannya.
Dukungan ini tentu saja dapat memperpanjang dan memperluas nafas gerakan kepedulian atas keselamatan lingkungan.
Selain itu, untuk memperluas jaringan solidaritas dan merajut titik antar konflik di berbagai daerah melalui diskusi dan konsolidasi.
Kami meyakini bahwa Wadas bukan satu-satunya ruang hidup yang mengalami ancaman dan krisis, serta bukan satu-satunya yang berlawan atas upaya penjarahan, baik oleh pemerintah, korporasi, maupun gabungan dari keduanya.
Kami tidak menganggap ini akhir, bukan pula tujuan, melainkan salah satu upaya yang saat ini mampu kami lakukan.
Dibutuhkan segala inisiatif dari seluruh elemen gerakan rakyat dengan corak, pola atau
kekhasan perjuangan masing-masing.(*).
Kumpulan Artikel Badung