Serba Serbi

Mengenal Padmasana dan Berbagai Jenisnya dalam Hindu di Bali

Untuk itulah, palinggih padmasana tidak saja berada di pura, tetapi juga merajan atau sanggah di setiap rumah warga Hindu di Bali

Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Wema Satya Dinata
Tribun Bali/AA Seri Kusniarti
Salah satu palinggih padmasana dengan Bedawang Nala 

Laporan Wartawan Tribun Bali, Anak Agung Seri Kusniarti

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Salah satu palinggih penting, bagi umat Hindu di Bali adalah padmasana.

Dalam literatur tentang Hindu Bali, dijelaskan bahwa padmasana adalah lambang makrokosmos atau alam semesta. Yang merupakan stana langsung dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa atau Tuhan itu sendiri.

Untuk itulah, palinggih padmasana tidak saja berada di pura, tetapi juga merajan atau sanggah di setiap rumah warga Hindu di Bali.

Padmasana pertama kalinya, diperkenalkan oleh Danghyang Nirartha, pada zaman kerajaan Dalem Waturenggong di Pulau Dewata di abad ke-15.

Baca juga: Dendam Adalah Racun Penghancur Hati, Nitisastra Sebutkan Pentingnya Memaafkan Dalam Hindu

Secara garis besar, padmasana ini dapat dibedakan menjadi dua jenis. Yakni berdasarkan lokasi dan berdasarkan rong atau ruangnya.

 Jika berdasarkan lokasi, sesuai pangider-ider terbagi menjadi sembilan.

Hal ini sesuai yang disebutkan di dalam lontar Waruga Catur Winasa Sari.

Pertama, adalah Padmakencana berada di timur laut menghadap ke barat.

Kemudian Padmasana berada di selatan menghadap ke utara.

Padmasana Sari, di barat menghadap ke timur.

Padmasana Lingga, di utara menghadap ke selatan.

Padma Asta Sedana, di tenggara menghadap ke barat laut.

Ada pula Padmanoja, di barat daya menghadap ke timur laut.

Padmakaro di barat laut menghadap ke tenggara.

Padmasaji di timur laut, menghadap ke barat daya.

Baca juga: Metatah Umat Hindu Bali, Menghilangkan Sad Ripu Dalam Diri Manusia

Padmakurung di tengah (rong telu) menghadap ke lawangan (pintu keluar).

Demikianlah pembagian padmasana jika berdasarkan arah.

Kemudian jika berdasarkan rong atau ruang, padmasana dapat dibagi menjadi Padmasana Anglayang, yaitu rong telu yang mempergunakan Bedawang Nala, dengan palih pitu (tujuh tingkat).

Padma Agung, memiliki rong dua dan menggunakan Bedawang Nala dengan palih lima (lima tingkat).

Padmasana, marong siki mempergunakan Bedawang Nala dengan palih lima (lima tingkat).

Padmasari, memiliki rong satu dengan palih telu (tiga tingkat), yaitu palih taman (bawah), palih sancak (tengah), dan palih sari (atas). Namun tidak menggunakan Bedawang Nala.

Padmacapah, marong siki dengan palih dua (dua tingkat), yaitu palih taman (bawah) dan palih capah (atas). Ini pula tidak memakai Bedawang Nala.

Padmasari dan Padmacapah bisa ditempatkan menyendiri, dan berfungsi sebagai pengayatan atau penyawangan.

Mengenai pedagingan, kedua padmasana itu (Padmasari dan Padmacapah), hanya pada dasar dan puncak saja.

Sedangkan padmasana yang memakai Bedawang Nala, berisi padagingan pada dasar, (madya) tengah, dan puncak.

Lalu mengenai tata cara pembuatan padmasana harus sesuai dengan Asta Kosala-Kosali dan Asta Bumi (Phumi). (*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved