Vladimir Putin Tak Peduli, Instruksi Tentara Rusia Bergerak ke Wilayah Pemberontak Ukraina
Vladimir Putin Tak Peduli, Instruksi Tentara Rusia Bergerak ke Wilayah Pemberontak Ukraina
Setelah dilakukannya serangkaian panggilan telepon, Presiden AS Joe Biden, Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Kanselir Jerman Olaf Scholz memperingatkan bahwa langkah Rusia ini 'tidak akan terjawab'.
Perlu diketahui, AS mengumumkan sanksi pertamanya, dengan Gedung Putih mengatakan bahwa Biden akan mengeluarkan perintah eksekutif untuk 'melarang investasi, perdagangan, dan pembiayaan baru oleh orang-orang AS ke, dari, atau di dua wilayah pemberontak itu, baik di DPR maupun LPR.
Seorang pejabat kepresidenan Prancis mengatakan bahwa UE juga sedang mempersiapkan daftar entitas dan individu Rusia yang akan dikenai sanksi sebagai tanggapan 'proporsional' terhadap pengakuan tersebut.
Sementara di Kiev, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy mengadakan pertemuan dengan dewan keamanan nasionalnya dan akan berpidato pada Selasa malam waktu setempat.
Sebelumnya, dalam pidato nasional dari kantornya di Gedung Kremlin yang ditayangkan di televisi selama 65 menit dan sering disertai dengan kemarahan, Putin memaki mantan tetangga Soviet-nya 'Ukraina' sebagai negara gagal dan 'boneka' Barat.
Ia bahkan berulang kali menunjukkan bahwa Ukraina pada dasarnya adalah bagian dari Rusia.
Tidak hanya itu, dirinya juga menuduh pihak berwenang di Ukraina menganiaya penutur bahasa Rusia dan mempersiapkan 'blitzkrieg' terhadap wilayah DPR dan LPR yang memisahkan diri di timur Ukraina.
"Adapun mereka yang merebut dan memegang kekuasaan di Ukraina, kami menuntut segera diakhirinya operasi militer mereka. Jika tidak, semua tanggung jawab untuk kemungkinan kelanjutan pertumpahan darah akan sepenuhnya menjadi tanggung jawab rezim yang berkuasa di Ukraina," tegas Putin.
Putin mengatakan perlu untuk 'mengambil keputusan yang sudah lama tertunda, untuk segera mengakui kemerdekaan' kedua daerah yang berada di wilayah Donbass itu.
Selanjutnya, ia kemudian menandatangani perjanjian kemitraan dengan pemberontak Ukraina yang menyatakan kehadiran pasukan militer Rusia 'diperlukan untuk menjaga perdamaian dan memastikan keamanan yang dapat diandalkan'.
Uni Eropa 'akan bertindak melalui pemberian sanksi'.
Pengakuan itu secara efektif akan mengakhiri rencana perdamaian yang sudah goyah dalam konflik separatis yang telah bergejolak sejak 2014 lalu, setelah Rusia mencaplok Krimea dari Ukraina dan menewaskan lebih dari 14.000 orang.
Rusia saat ini akan mengerahkan pasukannya dengan dukungan pejabat separatis.
Sedangkan Ukraina harus menerima hilangnya sebagian besar wilayah atau menghadapi konflik bersenjata melawan negara tetangganya yang jauh lebih kuat itu.
Di sisi lain, Perdana Menteri (PM) Inggris Boris Johnson menyebut langkah tersebut sebagai 'pelanggaran mencolok terhadap kedaulatan dan integritas Ukraina'.