Vladimir Putin Tak Peduli, Instruksi Tentara Rusia Bergerak ke Wilayah Pemberontak Ukraina

Vladimir Putin Tak Peduli, Instruksi Tentara Rusia Bergerak ke Wilayah Pemberontak Ukraina

AFP/ALEXEI DRUZHININ
Presiden Rusia Vladimir Putin 

TRIBUN-BALI.COM, MOSKWA - Pasukan Rusia telah mendekati dua wilayah pemberontak Ukraina pada Senin (21/2/2022).

Merapatnya tentara itu atas perintah Presiden Rusia Vladimir Putin.

Ia telah menentang ancaman sanksi negara Barat dalam suatu langkah yang dianggap dapat memicu perang dan bencana dengan Ukraina.

Baca juga: Ibu Dua Anak Batal Ditembak Mati Dihadapan Regu Tembak, Jokowi Telepon Pada Detik-detik Akhir

Sebelumnya, pemimpin Kremlin itu telah mengakui kemerdekaan dua daerah yang dikuasai pemberontak yakni Republik Rakyat Donetsk (DPR) dan Republik Rakyat Lugansk (LPR) di wilayah Donbass, Ukraina.

Langkah ini tentunya membuka jalan baginya untuk mengerahkan sebagian dari kekuatan invasi potensial yang telah ia kumpulkan di seluruh negeri.

Dalam dua dekrit resmi, Putin menginstruksikan Kementerian Pertahanan Rusia untuk mengambil 'fungsi penjaga perdamaian' di wilayah yang dikuasai separatis.

Dikutip dari laman Channel News Asia, Selasa (22/2/2022), pengakuan republik-republik yang memisahkan diri dan membentuk kantong yang dikuasai oleh pemberontak yang didukung Rusia sejak 2014 lalu ini tentu saja memicu kecaman internasional.

Baca juga: Latihan Militer Rusia di Perbatasan Ukraina Kamuflase? Menlu AS: Kami Tunggu Sampai Tank Meluncur

Bahkan Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa (UE) menjanjikan sanksi yang ditargetkan kepada Rusia dan DPR serta LPR, dengan penerapan paket sanksi ekonomi yang lebih luas jika terjadi invasi terhadap Ukraina.

Baca juga: Vladimir Putin Kirim Tentara Perdamaian ke Wilayah Ukraina yang Pro-Rusia

Saat berita tentang pengakuan Rusia terhadap kemerdekaan DPR dan LPR ini tersebar larut malam di jalanan Kiev, ibu kota Ukraina, banyak yang mengaku tidak percaya namun siap untuk membela negara mereka jika dibutuhkan.

'Berita menakutkan' dalam 8 tahun

Seorang juru masak berusia 22 tahun yang berasal dari Donetsk dan saat ini bermukim di Kiev, Artem Ivaschenko mengatakan bahwa dirinya sangat terkejut mendengar kabar tersebut.

"Saya sangat terkejut," kata Ivaschenko.

Ia bahkan menyebut pengakuan Rusia atas kemerdekaan DPR dan LPR itu sebagai 'berita paling menakutkan' sejak dirinya meninggalkan wilayah itu 8 tahun lalu.

"Saya tinggal di sini, saya sudah kehilangan sebagian dari tanah air saya, itu dirampas, jadi sekarang saya akan melindunginya," tegas Ivaschenko.

Setelah dilakukannya serangkaian panggilan telepon, Presiden AS Joe Biden, Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Kanselir Jerman Olaf Scholz memperingatkan bahwa langkah Rusia ini 'tidak akan terjawab'.

Perlu diketahui, AS mengumumkan sanksi pertamanya, dengan Gedung Putih mengatakan bahwa Biden akan mengeluarkan perintah eksekutif untuk 'melarang investasi, perdagangan, dan pembiayaan baru oleh orang-orang AS ke, dari, atau di dua wilayah pemberontak itu, baik di DPR maupun LPR.

Seorang pejabat kepresidenan Prancis mengatakan bahwa UE juga sedang mempersiapkan daftar entitas dan individu Rusia yang akan dikenai sanksi sebagai tanggapan 'proporsional' terhadap pengakuan tersebut.

Sementara di Kiev, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy mengadakan pertemuan dengan dewan keamanan nasionalnya dan akan berpidato pada Selasa malam waktu setempat.

Sebelumnya, dalam pidato nasional dari kantornya di Gedung Kremlin yang ditayangkan di televisi selama 65 menit dan sering disertai dengan kemarahan, Putin memaki mantan tetangga Soviet-nya 'Ukraina' sebagai negara gagal dan 'boneka' Barat.

Ia bahkan berulang kali menunjukkan bahwa Ukraina pada dasarnya adalah bagian dari Rusia.

Tidak hanya itu, dirinya juga menuduh pihak berwenang di Ukraina menganiaya penutur bahasa Rusia dan mempersiapkan 'blitzkrieg' terhadap wilayah DPR dan LPR yang memisahkan diri di timur Ukraina.

"Adapun mereka yang merebut dan memegang kekuasaan di Ukraina, kami menuntut segera diakhirinya operasi militer mereka. Jika tidak, semua tanggung jawab untuk kemungkinan kelanjutan pertumpahan darah akan sepenuhnya menjadi tanggung jawab rezim yang berkuasa di Ukraina," tegas Putin.

Putin mengatakan perlu untuk 'mengambil keputusan yang sudah lama tertunda, untuk segera mengakui kemerdekaan' kedua daerah yang berada di wilayah Donbass itu.

Selanjutnya, ia kemudian menandatangani perjanjian kemitraan dengan pemberontak Ukraina yang menyatakan kehadiran pasukan militer Rusia 'diperlukan untuk menjaga perdamaian dan memastikan keamanan yang dapat diandalkan'.

Uni Eropa 'akan bertindak melalui pemberian sanksi'.

Pengakuan itu secara efektif akan mengakhiri rencana perdamaian yang sudah goyah dalam konflik separatis yang telah bergejolak sejak 2014 lalu, setelah Rusia mencaplok Krimea dari Ukraina dan menewaskan lebih dari 14.000 orang.

Rusia saat ini akan mengerahkan pasukannya dengan dukungan pejabat separatis.

Sedangkan Ukraina harus menerima hilangnya sebagian besar wilayah atau menghadapi konflik bersenjata melawan negara tetangganya yang jauh lebih kuat itu.

Di sisi lain, Perdana Menteri (PM) Inggris Boris Johnson menyebut langkah tersebut sebagai 'pelanggaran mencolok terhadap kedaulatan dan integritas Ukraina'.

Komite darurat COBR kabinet Inggris pun telah menjadwalkan pertemuan pada Selasa ini, lalu Menteri Luar Negeri Inggris Liz Truss menjanjikan 'sanksi baru terhadap Rusia'.

Sementara itu, Kepala Uni Eropa (UE) Ursula von der Leyen dan Charles Michel berjanji bahwa blok itu 'akan bereaksi keras melalui penerapan sanksi terhadap siapapun yang terlibat dalam tindakan ilegal ini'.

Sedangkan AS dan sekutunya, termasuk Prancis telah meminta dilakukannya pertemuan darurat Dewan Keamanan (DK) Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) diadakan pada Senin malam.

Putin mengatakan kepada Dewan Keamanannya pada Senin kemarin bahwa 'tidak ada prospek' untuk perjanjian damai Minsk 2015 yang bertujuan menyelesaikan konflik Ukraina.

'Ancaman yang sangat besar'

Putin menjelaskan bahwa taruhannya lebih besar dibandingkan Ukraina, yang sejauh ini telah melihat bahwa upayanya untuk bergabung dengan NATO dan UE telah membuat Rusia sangat marah.

"Penggunaan Ukraina sebagai instrumen konfrontasi dengan negara kami merupakan ancaman serius, sangat besar bagi kami," kata Putin.

Melakukan pertemuan dramatis dengan Putin yang duduk sendirian di meja sebagai kepala pemerintahan Rusia, militer dan keamanan negaranya secara bergantian menyapanya dari podium dan ini terjadi selama berminggu-minggu setelah ketegangan antara Rusia dengan negara Barat terkait Ukraina 'memuncak'.

Para pemimpin Barat memperingatkan bahwa Rusia berencana untuk menyerang negara tetangganya yang pro-Barat setelah menempatkan lebih dari 150.000 tentara di perbatasannya.

Klaim ini telah berulang kali dibantah Rusia yang menegaskan tidak akan menyerang siapapun maupun negara manapun.

Ketegangan kemudian meningkat dalam beberapa hari terakhir setelah pecahnya tembakan senjata berat di garis depan timur Ukraina dengan separatis dan serangkaian insiden yang dilaporkan terjadi di perbatasan negara itu dengan Rusia.

Monitor dari badan keamanan Eropa OSCE pada Senin kemarin melaporkan bahwa terjadi lebih dari 3.000 pelanggaran gencatan senjata baru di Ukraina timur sehari sebelumnya, angkanya bahkan tertinggi untuk tahun ini.

Sementara itu, para pejabat Ukraina mengatakan dua tentara dan seorang warga sipil tewas dalam lebih banyak peristiwa penembakan di desa-desa garis depan pada Senin kemarin.

Artikel terkait telah tayang di Tribunnews dengan judul Putin Perintahkan Pasukannya Bergerak ke Wilayah Pemberontak Ukraina

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved