BerIta Denpasar
Tumpek Wayang di Pura Jagatnatha Denpasar, Kisah Penyelamatan Bathara Kumara oleh Dalang
Tumpek Wayang di Pura Jagatnatha Denpasar, Kisah Penyelamatan Bathara Kumara oleh Dalang
Penulis: Putu Supartika | Editor: Harun Ar Rasyid
Siwa memberitahu Kala untuk menunggu selama tujuh tahun, karena adiknya masih bayi.
Dengan perasaan sedih Siwa memanggil Kumara dan memberitahu dia tentang maksud Kala, karena tak bisa dicegah.
Kemudian Siwa mengutuk Kumara untuk tetap kecil (kerdil) tidak pernah dewasa. Tujuh tahun kemudian, Kala bermaksud akan memakan Kumara, dan Siwa meminta Kumara untuk mengungsi ke Kerajaan Kertanegara.
Kala mencium tapak kaki Kumara sehingga Kala pun mengejar Kumara. Kala menemukan adiknya lari terbirit-birit, namun Kumara lolos melalui serangkaian tipuan.
Ia bersembunyi dalam rimbun bambu (buluh), bersembunyi dalam kayu bakar yang tidak diikat, lolos melalui tungku perapian.
Raja Maya Sura yang bertahta di Kertanegara melindungi Rare Kumara, tetapi raja dan prajuritnya dikalahkan oleh Kala.
Hingga malam, Kumara sampai di tempat pertunjukan wayang kulit yang diadakan wuku wayang dan meminta perlindungan pada sang dalang.
Dalang menyuruh dia bersembunyi di resonator gamelan gender.
Kala lalu datang ke sana dan memakan sesaji untuk pertunjukan wayang karena saking laparnya.
Dalang itu menegur Kala dan meminta supaya sesaji itu dikembalikan seperti semula. Kala terpojok dan mengaku sangat berhutang kepada dalang, dan Kala menganugerahi sebuah mantra magis yang bisa memberi dalang kemampuan untuk membebaskan semua makhluk hidup dari kekotoran.
Sebagai balasannya, dalang menghaturkan sesaji sebagai ganti anak yang dilahirkan pada tumpek wayang. Kala mengikuti dan kemudian pergi.
Kumara dibawa kembali ke kahyangan oleh Siwa dan Uma.
Menurut Guna Yasa, dalang merupakan Siwa yang ada di dunia, karena dalam kakawin Arjuna Wiwaha ada ungkapan seseorang yang suci hanya berbataskan kelir dengan Bhatara Siwa.
“Kalau kelir yang dimaksud kita angggap sebagai kelir wayang, maka Bhatara Siwa yang dianggap berbatasan dengan kita kan dalang, sehingga dalam Sapuh Leger di Bali jelas tirta dari dalang merupakan tirta Siwa,” jelas Guna.
Selain itu, dalang juga memainkan semua peran, baik jahat maupun baik.