Berita Tabanan
Harga Daging Ayam Anjlok, Pinsar Bali Mesadu ke Bupati Tabanan
Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar) Bali mendatangi Kantor Bupati Tabanan, Senin (21/3).
Penulis: I Made Prasetia Aryawan | Editor: Karsiani Putri
TRIBUN-BALI.COM, TABANAN- Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar) Bali mendatangi Kantor Bupati Tabanan, Senin (21/3).
Mereka datang untuk mesadu dan meminta solusi serta memohon agar difasilitasi bertemu Gubernur Bali untuk menyampaikan permasalahan peternak ayam, terutama di Tabanan.
Sebab, sejak 1,5 bulan lalu, para peternak merugi karenaa harga daging ayam anjlok.
Ketua Pinsar Bali, Ketut Yahya Kurniadi mengatakan, kedatangan mereka ke Kantor Bupati Tabanan untuk menyampaikan berbagai hal mengenai keluhan dari peternak Bali. Sebab,
para peternak wajib memberikaan informasi mengenai keadaan mereka di Bali, khususnya Tabanan, kepada pemerintah.
Dia mengatakan, permasalahan yang dimaksud adalah gampangnya daging ayam peternak dari luar Bali (Jawa) yang masuk. Padahal kualitas daging tersebut tak diketahui dengan jelas. Kemudiaan pangsa pasar bagi peternak lokal diambil, mengingat Bali menjadi pangsa pasar dari peternak luar Bali.
"Kemudian dari dalam (Bali) sendiri, pabrik besar juga dengan kondisi Covid saat ini endemi atau saat pangsa pasar kami menurun hingga 50 persen, mereka justru menambah produksi. Ini berimbas bagi kami karena mereka sudah punya segalanya. Artinya kami berperang dengan kami," ungkapnya.
Dia mengaku, pihaknya selaku peternak lokal justru sangat keteteran atau tidak bisa bersaing.
Sehingga tujuannya menghadap kepada Bupati Tabanan I Komang Gede Sanjaya adalah agar bisa difasilitasi dengan Gubernur Bali untuk menyampaikan permasalahan ini.
"Tujuan kami tentunya agar ada solusi, dan kami harap Bapak Bupati bisa memfasilitasi kita bertemu dengan Bali 1 atau Gubernur Bali," ungkapnya.
Harga di peternak saat ini di bawah harga pokok, di kisaran Rp 15 ribu dan maksimal Rp 20 ribu per kg.
Sementara harga pokok di angka Rp 21.500 hingga Rp 22.000.
"Harga sempat melambung, tapi kami tidak kebagian bibit. Saat itu bibit sudah diserap oleh pengusaha besar atau pabrikan itu. Artinya ke internal mereka. Kecil sekali peluang kami. Ketika ada momen, kami sangat susah," ungkapnya sembari menyebutkan sekitar 25 orang dan sekarang hanya tersisa 10 orang.
Menurut Yahya, perjuangan ini juga dilakukan di seluruh daerah mengingat pengurus Pinsar pusat juga sudah berjuang di Jakarta.
Dan selain permasalahan harga, para petani lokal ini juga kesulitan pada modal untuk mengikuti teknologi peternakan terbaru. Dengan menerapkan pola lama, banyak masalah yang dihadapi mulai dari produksi yang kurang bagus, gampang terserang penyakit dan sebagainya.
"Karena kami gunakan pola lama, jadi kami kalah bersaing. Nah sekarang untuk maju mengikuti tekologi baru tersebut akan kesulitan mengingat modal kami kurang. Kami juga takut mengikuti jika pangsa pasar kami tidak pasti atau tidak menjanjikan. Jadi itu benang merahnya," ungkapnya.
Yahya mengatakan, pangsa pasar daging ayam di Bali sudah dimonopoli sejak puluhan tahun lalu.
Pabrik besar seharusnya bisa masuk ke pangsa pasar di Bali tanpa masuk ke pangsa pasar peternak lokal mandiri.
"Sejak pola kemitraan mereka tambah subur. Aturan terbaru mereka memang diizinkan melakukan pola kemitraan. Tapi marketnya ini yang belum dilaksanakan," ungkapnya.
Dia menyebutkan, hal ini terjadi sejak 1998 lalu atau saat krismon.
Peternak mandiri tiarap dan pabrik diizinkan melakukan kemitraan sehingga menjadi subur.
Dan berbanding terbalik dengan petani dengan pola UMKM atau mandiri menjadi mati.
"Sekarang yang bertahan hanya peternak yang menerapkan pola peternak modern seperti kami yang tersisa. Tapi tetap kalah bersaing karena kami beli segalanya juga di sana (pabrik) dan berebut pasar dengan mereka. Apalagi HPP kami segitu,” katanya.
Yahya menegaskan, harapan dari para peternak di Bali, khususnya Tabanan ini adalah dibuatkan regulasi berupa Perda.
Sehingga, nantinya Perda itu akan membuatkan aturan terkait semua hal, terutama daging.
Apalagi pihaknya juga sempat mengusulkan Pos Kontrol di Banyuwangi bekerjasama dengan Pihak Karantina untuk menyeleksi daging yang masuk ke Bali.
"Sebelumnya kami juga sudah usulkan ada pos kontrol agar bisa menyeleksi, terutama dari perizinannya. Tapi, wewenang pihak karantina hanya bertugas menjamin agar jangan sampai daging berpenyakit masuk ke Bali. Sehingga beberapa pihak, seperti Dinas Peternakan juga diharapkan ada di dalamnya. Kami berharap perusahaan besar diatur kuotanya agar mengutamakan lokal lah. Kalau perang, ya jelas kami kalah terus," katanya.
Terpisah, para peternak ayam di Jembrana juga mengeluh karena penurunan harga ayam broiler.
Terutama untuk harga ayam broiler hidup yang harga turun sejak beberapa waktu lalu.
Dan tidak ada kenaikan hingga saat ini. Penurunan ini tentunya berdampak pada biaya produksi atau pemeliharaan ayam.
Made Umbara, peternak di Jembrana menyatakan, harga ayam broiler turun sejak beberapa waktu lalu. Biasanya, harga standar Rp 20 ribu per ekor untuk ayam hidup. Sedangkan saat ini di harga Rp 18.500. Tentu saja, harga jual sebesar itu, tidak mencukupi untuk biaya produksi.
“Kalau hitungannya antara biaya produksi dengan harga jual tidak mencukupi,” ucapnya, Senin.
Data yang dihimpun, di Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Jembrana, tercatat ada sekitar 84 peternak ayam di Jembrana. 84 peternak ayam broiler itu tersebar di lima kecamatan, yakni di Kecamatan Melaya 25 peternak, Negara 22 peternak, Jembrana 7 peternak, Mendoyo 27 peternak dan Pekutatan 3 peternak. Sedangkan peternak ayam petelur di Jembrana 30 peternak, di Melaya ada 9, Jembrana 12 peternak, Mendoyo 3, Pekutatan 1 peternak.
Cristian Angga, peternak ayam kampung, mengaku harga ayam kampung masih tetap sama. Tidak ada kenaikan atau penurunan harga di Jembrana.
Harga per ekor ayam kampung yang hidup dijual atau dibeli Rp 35 ribu.
Dan harga tersebut cukup untuk menutupi biaya produksi peternakan ayam kampung.
DPRD: Pemprov Harus Bela Peternak
PARA peternak ayam di Bali menjerit setelah anjloknya harga daging ayam di Bali.
Ini karena harga di peternak saat ini di bawah harga pokok, yakni di kisaran Rp 15 ribu dan maksimal Rp 20 ribu per kg.
Sementara harga pokok di angka Rp 21.500 hingga Rp 22.000. Kondisi ingin terjadi sejak 1,5 bulan lalu.
Terkait hal tersebut, Ketua Komisi II DPRD Bali, Ida Gde Komang Kresna Budi mengakui kondisi tersebut terjadi lantaran adanya monopoli dari pabrikan besar yang menggilas peternak lokal.
Bahkan, menurutnya tindakan monopoli tersebut sudah terjadi secara massif sejak dari pembibitan sampai penjualan produk ayam, seperti daging.
"Saya sudah turun (ke lapangan). Saya menemukan ada monopoli distribusi ayam dari bibit, pakan, sampai penjualan, karena apa? Karena kita lemah," ujarnya, Senin (21/3).
Saat disinggung apakah pihaknya akan membuat atau menginisiasi adanya regulasi Perda untuk mengatur hal tersebut, politikus Golkar itu menjawab secara diplomatis.
Menurut Kresna Budi, pembuatan Perda tersebut bukan menyelesaikan masalah.
"Begini, itu Perda tidak menyelesaikan masalah. Kita harus hati-hati bertindak," tegasnya.
Malahan, pihaknya mendorong agar Pemprov Bali justru harus tampil melalui perusahaan daerah (Perusda) untuk membeli hasil-hasil dari peternak.
Pasalnya, sampai saat ini pihaknya belum melihat niat baik Pemprov Bali untuk menyelesaikan karut-marut tersebut.
"Masalahnya Pemprov Bali mau nggak? Kan ada perusahaan daerah yang bisa membeli hasil-hasil pertanian dan peternakan, harusnya ada Perusda," terangnya.
Tidak hanya itu, Komisi II DPRD Bali juga harus hadir dengan menyediakan, baik mulai dari bibit sampai pakan terbaik bagi peternak. Khusus untuk pakan, Kresna Budi mendorong Pemprov Bali menggalakkan penanaman jagung sebagai bahan baku dasar pakan ternak. Ini karena menurut dia selama ini peternak di Bali lebih banyak bergantung dengan pakan pabrikan dari perusahaan besar.
"Makanya kami dorong Bapak Gubernur melakukan gebyar ketahanan pangan dengan menanam jagung berskala besar. Pemprov juga melalui dinas menyediakan bibit unggul, baik ayam, sapi, atau babi. Ini yang kendalanya yang tidak ada turut campur soal hajat hidup orang banyak," tegasnya lagi.
Baca juga: Rincian Harga Kebutuhan Pokok Nasional Jelang Ramadhan
Baca juga: RINCIAN Harga Minyak Goreng di Aplikasi Happy Fresh, Sayurbox, Tokopedia Hingga Shopee
Langkah ini, menurutnya, dapat menyelesaikan dan menyelamatkan para peternak dari kesulitan akibat monopoli.
"Pengusaha lokal siap membeli jagung yang bisa berkompetitor untuk menekan biaya pakan, karena sedikit harga turun rugi peternak," katanya.
(*)