Berita Denpasar
Terbukti Lakukan Korupsi LPD Belusung Gianyar, Puspawati Hanya Divonis 4 Tahun Penjara
Korupsi LPD Belusung, Pejeng, Gianyar Terhindar dari Tuntutan Jaksa, Puspawati Divonis 4 Tahun PenjaraKorupsi LPD Belusung, Pejeng, Gianyar Terhinda
Penulis: Putu Candra | Editor: Harun Ar Rasyid
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Terdakwa Ni Nyoman Puspawati (43) telah menjalani sidang putusan secara daring di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar.
Oleh majelis hakim pimpinan Heriyanti, terdakwa Puspawati dinyatakan terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi di Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Desa Adat Belusung, Pejeng Kaja, Tampaksiring, Gianyar.
Meski terdakwa yang bekerja sebagai petugas tabungan di LPD tersebut dinyatakan bersalah, majelis hakim tidak sependapat dengan tuntutan yang dilayangkan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Sebelumnya jaksa menuntut Puspawati dengan pidana penjara selama tujuh tahun dan enam bulan (7,5 tahun).
"Oleh majelis hakim, terdakwa divonis empat tahun penjara, dan pidana denda Rp 200 juta subsider tiga bulan kurungan," jelas I Made Suardika selaku penasihat hukum terdakwa Parwati, Rabu, 30 Maret 2022.
Alasan majelis hakim memberikan keringanan pada Puspawati karena tuntutan primair jaksa, yakni Pasal 2 UU Tipikor tidak terbukti dalam persidangan.
Menurut majelis hakim terdakwa telah terbukti melanggar Pasal 3 Jo Pasal 18 Ayat (1) Huruf b UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tipikor yang telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Baca juga: Temui Kapolresta Denpasar, KPU Kota Denpasar Membahas Pengamanan Pemilu Serentak 2024
Baca juga: Dishub Badung Layangkan Surat Resmi, Perumda Parkir Denpasar Diberikan Waktu Sampai 4 April 2022
Baca juga: Isak Tangis Iringi Pemakaman Pratu Wilson Here, Kapolda NTT Ikut Angkut Peti Jenazah
Selain itu majelis hakim juga tidak sepakat dengan jaksa yang menyatakan Puspawati merugikan keuangan LPD Belusung, Gianyar, sebesar Rp 2,6 miliar.
Majelis hakim menilai uang yang dinikmati terdakwa sebesar Rp 1,8 miliar.
Dengan demikian dalam vonisnya, hakim membebankan Puspawati membayar uang pengganti Rp 1,8 miliar.
Jika uang pengganti tidak dibayar diganti dua tahun penjara.
"Putusan hakim sudah mencerminkan rasa keadilan. Sesuai fakta di persidangan, uang yang dipakai terdakwa Rp 1,8 miliar, bukan Rp 2,6 miliar sebagaimana yang diungkapkan jaksa," ujar Made Suardika.
Menurutnya, pertimbangan majelis hakim dalam menjatuhkan putusan juga sudah benar.
Hakim menilai hasil audit Inspektorat Pemkab Gianyar masih bisa berubah, sehingga asas kerugian negara harus riil atau nyata tidak terbukti. Dana talangan yang dihitung sebagai kerugian negara bukan termasuk uang negara.
Sebab, dana talangan itu diambil kas LPD yang dipakai membayar tabungan nasabah.
"Artinya jaksa gagal melakukan pembuktian kerugian negara. Ini yang menjadi pertimbangan hakim. Kami menilai hakim sudah cermat dalam memberi putusan," tegas Made Suardika. Terhadap putusan itu, majelis hakim memberikan waktu sepekan bagi para pihak untuk menanggapinya.
Seperti diketahui, dalam perkara ini terdakwa Puspawati tidak sendirian. Namun dalam berkas terpisah, juga ikut terseret nama Ni Wayan Parmini, yang disebut turut melakukan perbuatan menguntungkan diri sendiri.
Puspawati selaku petugas menerima hasil rekapitulasi harian transaksi setoran maupun penarikan tabungan dari petugas tabungan atau kolektor untuk diadministrasikan atau diinput ke sistem LPD. Terdakwa juga melayani nasabah yang datang langsung ke LPD dan kemudian diserahkan ke kasir. Namun sejak tahun 2018 hingga 2020, terdakwa tidak mencatatkan dan tidak menginput sesuai jumlah setoran. Namun selisihnya diambil untuk kepentingan pribadi.
Baca juga: Temui Kapolresta Denpasar, KPU Kota Denpasar Membahas Pengamanan Pemilu Serentak 2024
Baca juga: Dishub Badung Layangkan Surat Resmi, Perumda Parkir Denpasar Diberikan Waktu Sampai 4 April 2022
Terdakwa menyuruh Wayan Parmini selaku kolektor untuk mencarikan nasabah yang punya tabungan besar. Selanjutnya terdakwa meminta Parmini untuk tidak mencatat tabungan nasabah itu di buku harian, namun diberikan pada terdakwa Puspawati pada saat pulang kantor.
Terdakwa juga meminta Parmini menarik tabungan nasabah tanpa sepengetahuan nasabah, dengan menggunakan buku tabungan baru. Lalu terdakwa Puspawati mengirimkan nomor dan saldo tabungan nasabah melalui SMS pada Parmini, hingga akhirnya mengetahui nomor buku tabungan dan saldo 18 nasabah.
Kemudian Parmini membuat slip penarikan dengan meniru tanda tangan nasabah dan ditandatangani oleh Parmini, lalu menyerahkan slip penarikan dan buku tabungan ke Anak Agung Oka Kamaryani. Lalu di luar jam kantor, uang tarikannya itu diserahkan pada terdakwa Puspawati. CAN