Berita Badung

Datangi Polda Bali, Giri Prasta Ingin Transparan Laporkan Akta Autentik Tanah di Ungasan Badung

Datangi Polda Bali, Giri Prasta Ingin Transparan Laporkan Akta Autentik Tanah di Ungasan Badung

Penulis: Firizqi Irwan | Editor: Irma Budiarti
Foto: Ahmad Firizqi Irwan.
Bupati Badung I Nyoman Giri Prasta saat ditemui di lobi depan Polda Bali pada Senin 4 April 2022. Datangi Polda Bali, Giri Prasta Ingin Transparan Laporkan Akta Autentik Tanah di Ungasan Badung 

TRIBUN-BALI.COM, BADUNG - Datangi Polda Bali, Giri Prasta Ingin Transparan Laporkan Akta Autentik Tanah di Ungasan Badung.

Bupati Badung I Nyoman Giri Prasta mendatangi Polda Bali untuk membuat laporan terkait surat akta autentik dan perjanjian di bawah tangan tanah di Desa Ungasan, Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Bali, Senin 4 April 2022.

Ketua DPC PDI Perjuangan Badung tersebut datang didampingi Kasatpol PP Kabupaten Badung IGAK Surya Negara dan jajaran beserta tim kuasa hukum Kabupaten Badung.

Giri Prasta ingin kasus yang terjadi di wilayah Kabupaten Badung itu bisa diselesaikan dan transparan serta tidak menimbulkan banyak pertanyaan ke masyarakat.

Bahkan kasus ini tidak serta merta kembali terjadi di desa lainnya, sehingga ia ingin kasus seperti ini tidak merugikan negara maupun masyarakat.

Baca juga: Giri Prasta Bantah Laporkan Bendesa Adat Ungasan ke Polda Bali Karena Faktor Politik

"Hari ini kami resmi membuat laporan berkenaan dengan adanya dugaan Pasal 266 KUHP, yaitu menyuruh orang lain melakukan kesepakatan akta autentik. Lalu berkenaan dengan 263 KUHP, membuat perjanjian di bawah tangan. Saya ingin transparan untuk masyarakat, desa adat mengetahui," ujar I Nyoman Giri Prasta, Senin.

Dalam kasus ini, Giri Prasta mengatakan nilai kerugian yang dialami negara mencapai lebih dari Rp 40 miliar.

"Saya lihat dana sudah Rp 40 miliar lebih. Jangan sampai oknum atau kelompok saja yang tahu. Kedua, kami ingin kalau memang membuat akta tidak ada kewenangan, agar disalahkan oleh penegak hukum," tambahnya.

Terkait hal ini, Giri Prasta bermaksud ingin meluruskan agar ke depan kasus yang sama tidak terulang kembali di tempat lainnya.

"Tujuan kami ingin meluruskan agar tidak sampai terjadi hal tidak benar ditiru oleh semua orang," terang Giri Prasta.

Terkait dana yang mencapai lebih dari Rp 40 miliar, Giri Prasta beharap masyarakat mengetahui permasalahan yang terjadi di Desa Ungasan, Kuta Selatan.

Giri Prasta mengatakan, kasus ini seharusnya bisa lebih transparan dan tidak sampai menimbulkan masalah sampai seperti ini, apalagi kasus ini sudah sampai menimbulkan kerugian.

"Masyarakat biar tahu sepenuhnya, memang dana itu ada. Kalau menurut saya, nggak boleh dong kita membuat perjanjian akta yang tidak ada alas (dasar, Red). Ini harus diluruskan. Oleh karena itu sama Ditreskrimum kami sudah sampaikan, tadi itu laporan," ujar Giri Prasta.

Giri Prasta mengatakan, kasus yang dilaporkan ke Polda Bali terkait dengan dugaan pembuatan akta autentik dan perjanjian di bawah tangan.

Sementara itu, mengenai laporan yang dilayangkan ke Polresta Denpasar, Bupati Badung mengatakan, kasusnya mengenai dugaan pelanggaran tata ruang.

Baca juga: Terkait Dugaan Kasus Akta Autentik yang Dilaporkan Giri Prasta, Polda Bali Berikan Tanggapan Ini

"Di Polresta itu kan berbeda. Soal pelanggaran tata ruang," terangnya.

Menurut Giri Prasta, kasus pelanggaran Tata Ruang Publik itu masuk kewenangan Pemerintah Daerah sesuai dengan Undang-undang No 1 Tahun 2014.

"Pengelolaan daratan itu adalah kabupaten atau kota. Pantai sampai 20 mil itu pusat atau provinsi. Nanti kan dilihat, saya laporkan adalah bendesa adat Diesel (Wayan Diesel). Soal pihak lain nanti kan dikembangkan. Bukan kewenangan kami melakukan pengembangan. Kami laporkan bahkan dari ke 7 usaha itu. Kami sudah lengkap kasih akta, termasuk perjanjian di bawah tangan," tambaha Giri Prasta.

Sementara permasalahan ini, kata Giri Prasta, tidak ada kaitannya dengan politisasi hukum ataupun masalah politik.

"Ini murni persoalan ketatanegaraan. Karena itu kami sebagai pemerintah daerah, kami tekankan dengan baik. Jangan dipelesetkan bahwa ini adalah nuansanya politik. Tidak. Sama sekali tidak," katanya.

"Saya kasih contoh, Bendesa Tanjung Benoa. Dia juga anggota DPRD dari Partai Gerindra. Tapi kalau dia sudah sesuai prosedur, ya kami pasti bantu. Jadi tidak ada kepentingan politik, sehingga ini murni adalah ketatanegaraan," ujar Giri Prasta.

Terkait dengan tanah yang dikelola Desa Adat Ungasan yang kemudian dikelola 7 investor di wilayah Pantai Melasti dan sekitarnya, Giri Prasta sebenarnya menginginkan hal ini bisa lebih transparan, sehingga tidak menimbulkan kegaduhan hingga berujung pada pelaporan ke pihak berwajib.

"Kalau memang akta itu tidak benar, biar polisi yang menentukan. Sehingga jika benar, ada pemutusan kontrak kan begitu karena di akta sudah dijelaskan juga," katanya.

Giri Prasta memastikan, alasan pihaknya melaporkan ke Polda Bali dan Polresta Denpasar, di masing-masing institusi itu memiliki perannya masing-masing.

"Itu kan ranah, wilayah hukum ini ada kabupaten ya Polresta. Wilayah Provinsi Bali ya Polda. Ke Bareskrim juga ada. Sekarang kan kalau di Polresta, laporannya tata ruang, kalau di sini (Polda) soal perjanjian yang 266 dan 263 KUHP," tambahnya.

Baca juga: Giri Prasta Datangi Polda Bali, Bahas Masalah Tanah di Desa Ungasan

Dir Reskrimum Kombes Pol Surawan mengatakan laporan Bupati Badung sudah diterima.

"Kami terima laporan Bupati dengan dugaan pemberian keterangan palsu dalam akta autentik. Di situ ada perjanjian kerjasama yang dibuat di notaris antara Desa Adat dengan pengusaha," ujar Kombes Pol Surawan, Senin.

Lanjut Surawan, bukti yang dibawa Bupati Badung beserta jajarannya sudah lengkap.

Setidaknya ada tujuh akta perjanjian, namun ia menerangkan tidak ada kasus perjanjian di bawah tangan, seperti yang disebutkan Bupati Badung.

"Sudah lengkap, ada 7 akta perjanjian. Jadi tidak ada perjanjian di bawah tangan yang disebutkan karena semua sudah bentuk akta yang dibuat notaris. Maka dari itu kami terima atas tuduhan pasal 266," tambahnya.

Surawan menambahkan, legal standing dari Pemkab Badung terkait pengawasan wilayah yakni lahan atau sempadan (pesisir) pantai itu disebutkan sebagai kawasan tanah negara.

Untuk itu, pihak Ditreskrimum Polda Bali akan mendalami laporan ini. Kemudian melakukan penyelidikan dan pemeriksaan, melengkapi dokumen, pemanggilan pelapor, terlapor maupun yang terlibat.

"Termasuk memanggil BPN (Badan Petanahan Nasional) untuk membuktikan nanti bahwa tanah dalam perjanjian benar tanah negara atau memang milik desa adat," kata Surawan.

Terpisah, Kapolresta Denpasar AKBP Bambang Yugo Pamungkas mengatakan, dugaan kasus pelanggaran tata ruang negara di wilayah Desa Ungasan, Kuta Selatan masih pendalaman. "Masih didalami aduan yang dimaksud," kata Kapolresta, Senin.

(*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved