Mafia Minyak Goreng
KASUS MAFIA MINYAK GORENG: 4 Orang Ditetapkan Sebagai TERSANGKA, Ternyata Bukan Orang Sembarangan
4 orang Ditetapkan Sebagai Tersangka dalam kasus Mafia Minyak goreng, keempat orang ini ternyata bukan orang sembarangan
TRIBUN-BALI.COM - 4 orang Ditetapkan Sebagai Tersangka dalam kasus Mafia Minyak goreng
Beberapa bulan belakangan Indonesia mengalami kelangkaan minyak goreng di sejumlah daerah.
Akibatnya antrean panjang di pusat-pusat penjualan minyak goreng tak terhindarkan
Selain itu, harga minyak goreng juga akhirnya melambung tinggi
Baca juga: Benahi Sampah, Kemendagri Gelar Indonesia International Waste Expo di Bali
Baca juga: Indra Kenz Belum Sah Nikahi Vanessa Khong, Tapi Sang Mertua Nekat Samarkan Uang Rp 10 Miliar
Baca juga: Pencairan THR di Badung Belum Jelas, Giri Prasta: Masih Berproses
Baca juga: Rekrutmen Bintara Polri 2022, 2.913 Orang Ikuti Tes Kesehatan Tahap 1 di Polda Bali
Teka-teki dalang yang bermain di balik mafia minyak goreng akhirnya terungkap.
Setidaknya ada empat orang yang ditetapkan tersangka dalam kasus tersebut.
"Tersangka ditetapkan 4 orang," ujar Jaksa Agung RI ST Burhanuddin di Kejaksaam Agung RI, Jakarta Selatan, Selasa (19/4/2022).
Keempat tersangka itu adalah Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) RI Indasari Wisnu Wardhana dan Stanley MA selaku Senior Manager Corporate Affairs PT Permata Hijau Group.
Lalu, Togar Sitanggang General Manager PT Musim Mas dan Komisaris Wilmar Nabati Indonesia Parlindungan Tumanggor.
Menurut Burhanuddin, penetapan tersangka itu setelah penyidik menemukan dua bukti permulaan yang cukup.
"Bukti permulaan cukup 19 saksi, 596 dokumen dan surat terkait lainnya serta keterangan ahli. Dengan telah ditemukannya alat bukti cukup yaitu 2 alat bukti," ungkap Burhanuddin.
Dalam kasus ini, Burhanuddin menuturkan para tersangka diduga melakukan pemufakatan antara pemohon dan pemberi izin penerbitan ekspor.
Lalu, kongkalikong dikeluarkannya perizinan ekspor meski tidak memenuhi syarat.
"Dikeluarkannya perizinan ekspor yang seharusnya ditolak karena tidak memenuhi syarat, telah mendistribuskan Crude palm oil (CPO) tidak sesuai dengan Domestic Price Obligation (DPO) dan tidak mendistribusikan CPO/RBD sesuai Domestic Market Obligation (DMO) yaitu 20 persen," jelasnya.
Lebih lanjut, Burhanuddin menuturkan ketiga tersangka yang berasal dari swasta tersebut berkomunikasi dengan Indasari agar mendapatkan persetujuan ekspor.
"Ketiga tersangka telah berkomunikasi dengan tersangka IWW, sehingga perusahaan itu untuk dapatkan persetujuan ekspor padahal nggak berhak dapat, karena sebagai perusahaan yang telah mendistribusikan tidak sesuai DPO dan DMO. Yang bukan berasal dari perkebunan intri," beber dia.
Adapun Indasari dan Parlindungan ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung Ri.
Sementara itu, Togar dan Stanley ditahan di Kejakasaan Negeri Jakarta Selatan.
"Ditahan selama 20 hari terhitung hari ini sampai 8 Mei 2022," pungkasnya.
Atas perbuatannya itu, para tersangka disangkakan melanggar pasal 54 ayat (1) huruf a dan ayat (2) huruf a b e dan f undang-undang nomor 7 tahun 2014 tentang perdagangan.
Keputusan menteri perdagangan nomor 129 tahun 2022 yaitu jo nomor 170 tahun 2022 tentang penetapan jumlah untuk distribusi kebutuhan dalam negeri dan harga penjualan di dalam negeri.
Selain itu, tiga ketentuan bab 2 huruf a angka 1 huruf b jo bab 2 huruf c angka 4 huruf c peraturan ditjen perdagangan luar negeri nomor 02 daglu per 1 2022 tentang petunjuk teknis pelaksanaan kebijakan dan pengaturan ekspor CPO.(Tribunnews.com)
Ombudsman RI Sebut Ada Mafia
Beberapa saat lalu, Ketua Ombudsman RI, Mokhamad Najih buka suara mengenai kelangkaan minyak goreng di Indonesia, termasuk Bali, beberapa waktu belakangan ini.
Menurut dia, kelangkaan minyak goreng tersebut terjadi lantaran adanya permainan dari phak-pihak atau mafia yang ingin mencari keuntungan lebih dari hal kenaikan harga minyak tersebut.
Hal ini menurutnya hasil dari investigasi Ombudsman RI di berbagai daerah di Indonesia.
Apalagi, hingga saat ini belum ada mekanisme pengaturan regulasi bagi distributor hingga produsen dan belum memiliki mekanisme dagang yang kuat.
"Pertama, di aspek yang kita lihat bahwa pengaturan dari pengelolaan distribusi kewenangan antara produsen dan distributor, para regulatornya belum bisa diatur sedemikian kuat.
Sehingga, masih ada pihak-pihak yang menggunakan peluang ini mencari keuntungan," kata Najih, saat ditemui di Kantor Ombudsman Perwakilan Bali, Selasa 22 Maret 2022.
Baca juga: Restui Hubungan Sang Anak, Otto Hasibuan: Jessica Mila Lampu Hijau ya, Bukan Lampu Kuning
Baca juga: 8 Negara Penghasil Wanita Muslim Tercantik di Dunia, Indonesia Peringkat Berapa?
Oleh sebab itu, pihaknya saat ini sedang melakukan pendekatan kepada pemerintah pusat untuk mengatur regulasi terkait distribusi minyak di Indonesia.
Sehingga, lanjut Najih diharapkan regulasi yang selama ini dinilai merugikan masyarakat dapat segera diperbaiki dan diubah.
"Sebenarnya, untuk produksi minyak itu secara teknis kita itu tidak ada masalah. Tetapi yang ada kendala adalah itu di aspek ketidakadilan di dalam pengelolaan, banyak pengelolaan lebih digunakan untuk kebutuhan-kebutuhan industri dan keluar (diekspor)," ujarnya.
Di sisi lain, ia mengatakan bahwa saat ini belum ada regulasi yang mengatur terkait dengan kebutuhan dalam negeri.
Sehingga, para produsen lebih memilih untuk ekspor minyak goreng ketimbang menjualnya di dalam negeri.
“Kita ingin kembalikan supaya kebutuhan dalam negeri itu diberikan porsi yang lebih adil dibandingkan kebutuhan yang keluar.
Ini memang kebutuhan produsen mulai dari biaya produksi dan sebagainya itu menuntut mereka untuk dibuat regulasi yang adil," sambungnya.
Najih menambahkan, untuk harga minyak goreng kendati sudah diserahkan ke pasar, masyarakat tetap harus diberikan subsidi oleh pemerintah.
"Menurut saya, untuk masyarakat harus tetap diberikan subsidi yang memadai. Sehingga bisa membantu ekonomi masyarakat.
Harga harus yang paling bisa dijangkau tidak pakai standar harga yang memberatkan masyarakat," ujarnya.
Di sisi lain, Kepala Ombudsman RI Perwakilan Bali, Umar Ibnu Alkhatab mengatakan pihaknya sudah melakukan investigasi secara terbatas, sebelum subsidi dicabut pemerintah karena menemukan adanya kelangkaan minyak goreng. Sehingga pihaknya menyarankan Disperindag segera melakukan operasi pasar.
“Sekarang subsidi sudah dicabut, maka saya berharap banget harga bisa dikendalikan. Salah satu harga yang meloncat tinggi menyebabkan usaha mikro lesu.
Oleh karena itu kita sangat berharap sekali lagi Pemda agar mengontrol harga minyak goreng dan bila perlu bisa menurunkan harganya. Sehingga tidak menyebabkan adanya kelesuan ekonomi mikro,” ujar Umar Ibnu Alkhatab.
Mengingat selama pandemi Covid-19, usaha mikro yakni pedagang gorengan, lalapan dan sejenisnya, telah menjadi tumpuan gerak bagi perekonomian masyarakat.
Umar menyampaikan pihaknya saat ini fokus memantau pengendalian minyak goreng.
Pihaknya berharap pengendalian minyak goreng dapat segera terkendalikan dan tentunya cepat teratasi.
Selain itu, pihaknya juga mengungkapkan menemukan toko yang mewajibkan pembeli minyak goreng untuk menyertai pembelian produk lainnya.
“Misalnya ada pembeli yang disertai dengan pemberian orang lain harus ditambah dengan beli ABC yang lain yang kita temukan,” sebutnya.
Sehingga pihaknya menekankan bahwa semua toko tidak boleh melakukan transaksinya minyak goreng dengan mengharuskan pembeli untuk menambah produk lainnya.
“Kalau pembeli ingin membeli minyak goreng, ya beli saja minyak goreng jangan diharuskan beli jajanan oreo, kopi, dan lain-lainnya. Kan ngga ada hubungannya sama minyak goreng. Tentunya temuan ini sudah dilaporkan,” tegasnya.(Tribunbali.com)
Sebagian Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul BREAKING NEWS: Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag Tersangka Kasus Mafia Minyak Goreng,