Berita Nasional

SELAMAT HARI KARTINI! Mengenal Sosok Emansipator, Berjuang Demi Kesetaraan Wanita Indonesia

Berikut ini adalah sosok singkat sang emansipator, Raden Ajeng Kartini, berjuang demi kesetaraan wanita Indonesia kala itu.

Penulis: I Putu Juniadhy Eka Putra | Editor: Ida Ayu Made Sadnyari
freepik
Ilustrasi - Hari ini, Kamis 21 April 2022 diperingati sebagai Hari Kartini. 

TRIBUN-BALI.COMHari ini, Kamis 21 April 2022 diperingati sebagai Hari Kartini.

Hal tersebut karena Raden Ajeng Kartini atau R.A Kartini merupakan tokoh besar Nasional yang memberikan pengaruh besar bagi perempuan di Indonesia kala itu.

Selain itu, R.A Kartini juga merupakan pahlawan nasional, dikenal sebagai pelopor kesetaraan derajat antara wanita dan pria di Indonesia.

Kartini merasa banyak diskriminasi yang terjadi antara pria dan wanita pada masa itu dimana beberapa perempuan sama sekali tidak diperbolehkan mengenyam pendidikan.

Biografi Raden Anjeng Kartini

Dikutip Tribun-Bali.com dari situs lmpriau.kemendikbud.og.id pada Kamis 21 April 2022, meliki Raden Adjeng Kartini Djojo Adjiningrat, Kartini lahir di Jepara, Jawa Tengah pada 21 April 1879.

Ayah Kartini merupakan Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, putra dari Pangeran Ario Tjondronegoro IV, seorang bangsawan yang menjabat sebagai Bupati Jepara.

Baca juga: Selamat Hari Kartini, Ini Ucapan dan Link Twibbon untuk Update Status Media Sosial

Sedangkan sang ibu, bernama M.A. Ngasirah, bukan berasal dari keturunan bangsawan melainkan hanya rakyat biasa, anak seorang kiai atau guru agama di Telukawur, Jepara.

Silsilah keluarga Kartini dari garis keturunan ayahnya merupakan keturunan Sri Sultan Hamengkubuwono VI bahkan jika ditelusuri ke atas merupakan keturunan dari Kerajaan Majapahit.

Ayah Kartini pada mulanya adalah seorang Wedana (sekarang Pembantu Bupati) di Mayong.

Oleh karena peraturan kolonial Belanda ketika itu yang mengharuskan seorang Bupati harus menikah dengan bangsawan juga, hingga akhirnya ayah Kartini mempersunting seorang wanita bernama Raden Adjeng Woerjan yang merupakan seorang bangsawan keturunan langsung dari Raja Madura.

Setelah perkawinan itu, maka ayah kartini diangkat menjadi Bupati di Jepara menggantikan ayah dari R.A. Woerjan, yaitu Tjitrowikromo.

Awal Perjuangan Kartini Dalam Emansipasi Wanita

Sebagai seorang bangsan, Kartini pun memperoleh pendidikan, yang mana dirinya disekolahkan oleh sang Ayah di ELS (Europese Lagere School). Meskipun begitu, kebiasan kala itu mengharuskan Kartini kecil hanya bersekolah hingga usia 12 tahun lantaran harus tinggal di rumah untuk ‘dipingit’.

Meskipun tinggal di rumah, Kartini seakan tak ingin menutup diri untuk mengenal dunia lebih jauh.

Ia pun belajar sendiri dan mulai menulis surat-surat kepada teman korespondensinya yang kebanyakan berasal dari Belanda. Salah satunya adalah Rosa Abendanon yang banyak mendukungnya. Dari Abendanon, Kartini mulai sering membaca buku-buku dan koran Eropa yang menyulut api baru di dalam hati Kartini, yaitu tentang  kemajuan berpikir perempuan Eropa. Timbul keinginannya untuk memajukan perempuan pribumi yang saat itu berada pada status sosial yang amat rendah.

RA Kartini
RA Kartini (Dok KOMPAS)

Tidak hanya itu, surat kabar atau majalah-majalah kebudayaan Eropa pun tak luput menjadi bacaan wajib sang emansipator kala itu.

Bahkan di usianya yang ke-20, Kartini banyak membaca buku-buku karya Louis Coperus yang berjudul De Stille Kraacht, karya Van Eeden, Augusta de Witt serta berbagai roman beraliran feminis yang kesemuanya berbahasa Belanda, selain itu ia juga membaca buku karya Multatuli yang berjudul Max Havelaar dan Surat-Surat Cinta.

Singkat kata, Kartini melihat perjuangan wanita agar memperoleh kebebasan, otonomi, dan persamaan hukum sebagai bagian dari gerakan yang lebih luas.

Pada tanggal 12 November 1903, Kartini dipaksa menikah dengan Bupati Rembang oleh orangtuanya.

Baca juga: Beragam Ucapan Selamat Hari Kartini dalam Bahasa Indonesia dan Inggris, Dapat Dibagikan ke Medsos

Bupati tersebut bernama K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat. Sebelumnya, ia telah memiliki istri.

Namun, saat itu, istrinya mengetahui suaminya sangat mengerti cita-cita Kartini dan memperbolehkan Kartini membangun sebuah sekolah wanita.

Selama pernikahannya, Kartini hanya memiliki satu anak yang diberi nama Soesalit Djojoadhiningrat.

Sejarah Ditetapkannya Hari Kartini pada 21 April

Mengutip dari kemdikbud.go.id, berikut sejarah ditetapkannya Hari Kartini:

Wafatnya R.A. Kartini tidak serta-merta mengakhiri perjuangan R.A.Kartini semasa hidupnya.

Salah satu temannya di Belanda, Mr. J.H. Abendanon yang ketika itu menjabat sebagai Menteri Kebudayaan, Agama dan Kerajinan Hindia Belanda mengumpulkan surat-surat yang dulu pernah dikirimkan oleh Kartini kepada teman-temannya di Eropa.

Kemudian Abendanon membukukan seluruh surat-surat R.A. Kartini.

Lalu seluruh surat itu diberi nama Door Duisternis tot Licht yang jika diartikan secara harfiah berarti “Dari Kegelapan Menuju Cahaya”.

Baca juga: Kisah Para Kartini dari Bali, Moni 20 Tahun Dedikasi di Panti Asuhan

Buku ini diterbitkan pada tahun 1911 dan cetakan terakhir ditambahkan surat “baru” dari Kartini.

Namun, pemikiran-pemikiran tersebut tidak pernah dibaca oleh beberapa orang Pribumi yang tidak bisa berbahasa Belanda.

Pada tahun 1922, Balai Pustaka menerbitkan versi translasi buku dari Abendanon yang diberi judul “Habis Gelap Terbitlah Terang: Buah Pikiran” dengan bahasa Melayu.

Kemudian pada tahun 1938, salah satu sastrawan bernama Armijn Pane yang masuk dalam golongan Pujangga Baru menerbitkan versi translasinya sendiri dengan judul Habis Gelap Terbitlah Terang.

Dalam versi milik Pane, buku ini dibagi menjadi lima bab.

Buku RA Kartini. Hari Kartini diperingati 21 April, kutipan bijak RA Kartini menginspirasi
Buku RA Kartini. Hari Kartini diperingati 21 April, kutipan bijak RA Kartini menginspirasi (Kemdikbud.go.id)

Hal tersebut bertujuan untuk menunjukkan cara berpikir Kartini yang terus berubah.

Beberapa translasi dalam bahasa lain juga mulai muncul, dan semua ini dilakukan agar tidak ada yang melupakan sejarah perjuangan RA. Kartini semasa hidupnya itu.

Saat itu, pemikiran Kartini banyak mengubah pola pikir masyarakat Belanda terhadap wanita pribumi.

Selain itu, tulisannya juga menjadi inspirasi bagi para tokoh-tokoh Indonesia kala itu seperti W.R. Soepratman yang kemudian membuat lagu yang berjudul ‘Ibu Kita Kartini’.

Ketika itu, Presiden Soekarno mengeluarkan instruksi berupa Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 108 Tahun 1964, pada tanggal 2 Mei 1964.

Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 108 Tahun 1964 berisi penetapan Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional dan menetapkan hari lahir Kartini, 21 April, diperingati sebagai Hari Kartini sampai sekarang.

(*)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved