Berita Ekonomi

Begini Proses Cetak hingga Pemusnahan Uang Gunakan Digitalisasi

Perwakilan Bank Indonesia Bali melakukan Capacity Building Media terkait proses mencetak uang hingga pemusnahannya dengan menggunakan metode digitalis

Tribun Bali/Ni Luh Putu Wahyuni Sari
Perwakilan Bank Indonesia Bali melakukan Capacity Building Media terkait proses mencetak uang hingga pemusnahannya dengan menggunakan metode digitalisasi pada, Kamis 21 April 2022. 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Perwakilan Bank Indonesia Bali melakukan Capacity Building Media terkait proses mencetak uang hingga pemusnahannya dengan menggunakan metode digitalisasi pada, Kamis 21 April 2022. 

Trisno Nugroho selaku Kepala Perwakilan BI Bali mengatakan tujuannya mengadakan Capacity Building Media terkait digitalisasi proses pembentukan uang agar masyarakat mengetahui bagaimana uang bisa hadir.

Kebetulan Pulau Dewata menjadi studi kasus untuk digitalisasi proses pencetakan hingga pemusnahan uang menggunakan digitalisasi. 

Baca juga: Bank Indonesia Terima Tukar Uang untuk Lebaran, Maksimal Tukar Rp3 Juta

"Hari ini kita menjelaskan mengenai Digitalisasi pengelolaan uang rupiah. Khususnya di Indonesia agar mengetahui prosesinya dan Bali sebagai studi kasusnya. Tadi dijelaskan mulai dari perencanaan hingga pemusnahan," jelasnya. 

Tentunya proses pengadaan uang mulai dari perencanaan itu tidak mudah.

Sebelumnya Kantor Pusat BI di Jakarta akan menghitung dengan departemen research, jumlah uang yang harus dicetak pada tahun berikutnya.

Banyak indikator yang harus dihitung, mulai dari kondisi perekonomian, kebutuhan masyarakat hingga seberapa banyak BI dapat mencetak uang. 

Baca juga: Mantan Pacar Indra Kenz Terima Uang Rp 8,9 Miliar, Sang Ayah Rp 9,5 Miliar

"Jadi nyetak uang ada ukuran-ukurannya. Supaya tidak kelebihan dan kekurangan," tambahnya. 

Sementara itu, Kepala Divisi Implementasi SP, PUR dan MI Kantor Perwakilan BI Bali Agus Sistyo Widjajati, yang turut hadir dalam Capacity Building tersebut mengatakan sebelum uang tersebut dicetak harus ada koordinasi antara pemerintah dengan Bank Indonesia.

Nantinya hal ini akan menghasilkan dua kebijakan. Yakni kebijakan viskal dan kebijakan moneter.

Jika nantinya terlalu banyak jumlah uang yang beredar di masyarakat dikhawatirkan akan terjadi depresiasi. 

"Jika depresiasi terjadi, Inflasi uang sudah tidak ada harganya. Seperti Negara Timor Leste yang orang-orangnya lebih baik menggunakan Dollar Luar Negeri daripada mata uang negaranya sendiri. Jadi kita hitungannya berapa jumlah yang sudah dimusnahkan, berapa kebutuhannya saat ini jadi berapa uang saat ini jadi itulah yang boleh dicetak," terang, Agus. 

Ia juga menjelaskan ketika melakukan proses pencetakan uang dengan pecahan kecil seperti logam biayanya akan lebih tinggi daripada nilai dari uang tersebut.

Kemudian jika mencetak uang pecahan kertas maka biayanya lebih rendah dibandingkan nilai mata uang itu. 

"Kita berusaha untuk menciptakan uang itu terkendali maka kita mencari bahan terbaik. Kita selalu berupaya mencetak uang dengan bahan baku terbaik setiap tahun akan ada design dan bahan baku untuk uang," sambungnya. 

Nantinya proses digitalisasi ini tidak akan mempengaruhi uang konvensional. Karena dalam hal ini digitalisasi merupakan proses perencanaan, di mana sebelum mencetak uang kartal sampai penyediaan uang setelah dicetak menggunakan digitalisasi.

"Ini prosesnya yang digitalisasi kan bukan uangnya. Kalau uangnya masih uang kertas uang kartal tapi yang digitalisasi prosesnya sampai pemusnahan. Nantinya uang yang sudah dicetak atau yang akan dimusnahkan tidak dihitung secara manual melainkan dengan alat," tandas, Trisno. 

Sebelumnya, Bank Indonesia mencatat jumlah uang yang diedarkan berdasarkan data outflow pada Triwulan I 2022 di wilayah Bali sebesar Rp1.524 miliar atau rata-rata setiap bulannya sebesar Rp508 miliar.

Kebutuhan uang tunai di masyarakat diperkirakan semakin meningkat pada bulan April 2022 yang diproyeksikan sebesar Rp 1.915 miliar atau meningkat sebesar Rp1.407 miliar atau sebesar 277% bila dibandingkan dengan rata-rata perbulan pada Triwulan I 2022.

Peningkatan permintaan uang di masyarakat tersebut tidak lepas dari adanya kebijakan pemerintah bagi pelaku perjalanan dalam negeri yang tidak memerlukan tes rapid antigen bagi yang sudah memiliki vaksin dosis ketiga (booster) serta kebijakan bagi pelaku perjalanan luar negeri yang hanya wajib melakukan tes PCR sebelum keberangkatan dan bebas karantina. Kebijakan ini berdampak pada peningkatan jumlah wisatawan dan aktivitas ekonomi di provinsi Bali.

Untuk memenuhi peningkatan permintaan uang Rupiah tersebut, Bank Indonesia telah menyediakan uang layak edar dalam jumlah dan pecahan yang cukup sebesar Rp4.900 miliar atau 4 kali lebih besar dari kebutuhan. (*) 

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved