Human Interest Story

Kisah Para Kartini dari Bali, Bangga Jadi Juru Parkir dan Tukang Suun

Wardani mengaku ia bisa menyetor uang ke perkumpulan juru parkir Denpasar paling banyak Rp 100 ribu per hari.

Penulis: Putu Honey Dharma Putri W | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
Tribun Bali/Honey Dharma Putri
Nyoman Wardani, Wanita Tangguh yang Bangga Akan Profesinya Sebagai Juru Parkir Pasar Badung - Kisah Para Kartini dari Bali, Bangga Jadi Juru Parkir dan Tukang Suun 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Seorang wanita paruh baya, bertopi anyaman dengan peluit yang tergantung di lehernya, terlihat sibuk memarkirkan kendaraan bermotor di Pasar Badung, Denpasar, Bali.

Sementara itu seorang wanita lainnya tampak bangga menjadi tukang suun yang sudah puluhan tahun.

Peluh bercucuran terlihat membasahi wajah Nyoman Wardani.

Mungkin bagi sebagian orang itu merupakan suatu hal yang unik karena seorang wanita tidak lazim berprofesi sebagai juru parkir yang notabene dikerjakan oleh lelaki.

Baca juga: Kisah Kartini Masa Kini, Agek Parwati Berjuang Lewat Jalur Pendidikan

Pekerjaan sebagai juru parkir ini sudah dilakoninya selama 4 tahun.

"Saya sudah 4 tahun kerja begini. Jadi juru parkir di Pasar Badung, memang jarang dilakoni oleh wanita, tapi saya ya kerja saja untuk cari nafkah daripada diam dirumah," kata Wardani.

Namun Wardani sangat menyukai pekerjaanya sebagai juru parkir karena, baginya, hanya pekerjaan ini yang menerimanya untuk bekerja dan dapat menghibur hatinya, yang senang dengan keramaian susana pasar dan juga senang menambah teman.

Walaupun memang tuntutan ekonomi yang juga mendorongnya untuk melakukan profesi ini tetapi ia tetap bersyukur dan berusaha tetap mencari hal positif dari pekerjaannya sebagi juru parkir.

"Ya kerjaan ini juga bisa menghibur saya. Saya suka lihat suasana ramai. Berbincang bersama teman-teman pedagang. Itu menyenangkan hati saya," ujarnya.

Ia mengaku awalnya suaminya yang berprofesi sebagai petani mengajaknya bekerja di sawah.

Tetapi ia menolak karena sudah bosan dengan susana di kampungnya. Maka dari itu memilih menjadi juru parkir.

Wardani mengaku ia bisa menyetor uang ke perkumpulan juru parkir Denpasar paling banyak Rp 100 ribu per hari.

Setelah disetor, uang tersebut akan dibagi tiga.

Sehingga ia mendapat komisi Rp 35 ribu per hari.

Terkadang kurang terkadang lebih sesuai setorannya.

Ia menyadari pendapatannya tidaklah seberapa, bahkan menurutnya lebih besar pengahasilan suaminya yang bekerja sebagai petani di kampung.

Ketimbang pengahasilannya sebagai juru parkir.

Tapi seperti motivasinya di awal, pekerjaan ini juga sebagai penghibur dirinya juga.

Lain lagi yang dilakukan Wayan Sikiani (50).

Dia mengaku berprofesi sebagai tukang suun sejak tahun 2000.

Ibu Sikiani mulai berprofesi sebagai tukang suun sejak ia masih gadis hingga saat ini sudah memiliki 2 putra yang sudah dewasa, bahkan salahbsatu anaknya sudah menikah dan memiliki 3 orang anak.

"Saya sudah dari lama kerja begini. Dulu saya masih bajang pulang sekolah langsung kerja jadi tukang suun. Sampai akhirnya menikah, saya sudah punya anak 2. Satunya sudah nikah. Saya punya cucu tiga," tutur Wayan Sikiani

Sikiani melakukan kegiatan suun pukul 09.00 Wita sampai pukul 17.00 Wita.

Ia mengaku sangat sering mengalami penolakan dari beberapa pengunjung pasar untuk menggunakan jasanya.

Baca juga: Kisah Mami Sisca di Buleleng, Pelihara Belasan Anjing dan Kucing Liar, Habiskan Rp100 Ribu Sehari

Hal ini tentu sangat berdampak pada pendapatan sehari-harinya.

"Dari jam 09.00 saya di sini, sampi jam 17.00. Sepi, belum lagi sering ditolak oleh pengunjung pasar," keluhnya.

Ia mengaku sehari bisa saja hanya mendapat Rp 30 ribu sampai paling banyak bisa mengumpulkan uang Rp 50 ribu per hari.

Uang yang terkumpul inilah yang digunakanya untuk kehidupan sehari-hari bersama suaminya yang berprofesi sebagai buruh bangunan.

Namun sayangnya selama pandemi ini suami ibu Wayan Sikiani tidak mendapatkan pengahasilan, lantaran sepinya kerjaan.

Suaminya pun memutuskan pulang kampung untuk mengurus sawah.

"Sehari paling dapat Rp 30 ribu sampai Rp 50 ribu lah. Saya pakai buat sehari-hari sama suami. Suami saya buruh bangunan, tapi selama pandemi ini sama sekali tidak ada pemasukan. Jadi balik ke kampung ngurus sawah," jelasnya.

Wanita asal Peguyangan ini pun berharap kelak pemerintah dapat menyalurkan bantuan bagi mereka yang berprofesi sebagai tukang suun.

"Susah sekarang, sudah sepi. Kalau ada pun tidak semuanya mau menggunakan jasa saya," ungkapnya. (putu honey dharma putri widarsana)

Kumpulan Artikel Denpasar

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved