Konflik Rusia vs Ukraina

PUTIN Klaim Rusia Menang Besar Usai 'Bebaskan' Mariupol Ukraina

Presiden Rusia, Vladimir Putin mengklaim pihaknya berhasil ‘membebaskan’ kota pelabuhan Mariupol yang beberapa bulan lalu telah dikepung tentara Rusia

Penulis: I Putu Juniadhy Eka Putra | Editor: Widyartha Suryawan
Alexey NIKOLSKY / Sputnik / AFP
Presiden Rusia Vladimir Putin berpidato di Kremlin di Moskow pada 21 Februari 2022. Dua miliarder Rusia, Mikhail Fridman dan Oleg Deripaska menentang invasi skala penuh yang dilancarkan Moskow ke Ukraina. 

TRIBUN-BALI.COM – Presiden Rusia, Vladimir Putin mengklaim pihaknya berhasil ‘membebaskan’ kota pelabuhan Mariupol yang beberapa bulan lalu telah dikepung tentara Rusia.

Namun, ratusan pejuang dan warga sipil Ukraina diketahui masih bersembunyi di dalam pabrik baja besar tersebut.

Sedangkan Putin memerintahkan pasukannya untuk memblokade kompleks tersebut agar tak ada seorang pun mampu melarikan diri.

Kemenangan tersebut diumumkan oleh Putin pada Kamis 21 April 2022.

Dalam pertemuan yang disiarkan televisi di Kremlin pada hari Kamis tersebut, Putin mengucapkan selamat kepada Menteri Pertahanan Sergei Shoigu dan pasukan Rusia atas berhasil menyelesaikan upaya pertempuran membebaskan Mariupol.

Putin menyebut jika pihak tidak perlu menyerbu kawasan industri dan memerintahkan tindakan seperti itu dibatalkan.

"Tidak perlu naik ke katakombe ini dan merangkak di bawah tanah melalui fasilitas industri ini. Blokir kawasan industri ini sehingga lalat pun tidak bisa masuk," katanya dikutip Tribun-Bali.com dari CNA pada Jumat 22 April 2022.

Militer Ukraina mengatakan pasukan Rusia tetap mencoba menyerbu pelabuhan dan pabrik baja.

Baca juga: Di Tengah Brutalnya Gempuran Rusia, Zelenskyy Minta Portugal Kirimkan Tank Leopard dan Rudal Harpoon

Sementara Putin mengklaim kemenangan ini merupakan hadiah terbesarnya dalam invasi ke Ukraina setelah pasukannya diusir dari Ukraina utara bulan lalu.

"Mereka secara fisik tidak dapat mengambil Azovstal, mereka telah memahami ini, mereka telah mengalami kerugian besar di sana," kata penasihat presiden Ukraina Oleksiy Arestovych dalam sebuah pengarahan. "Pembela kami terus menahannya."

Wakil Perdana Menteri Ukraina Iryna Vereshchuk mengatakan 1.000 warga sipil dan 500 tentara yang terluka harus segera dibawa keluar dari pabrik, menyalahkan pasukan Rusia atas kegagalan membangun koridor aman yang katanya telah disepakati.

Zelensky mengatakan 120.000 warga sipil masih dihalangi untuk meninggalkan Mariupol.

Namun disisi lain, Moskow mengatakan Rusia telah mengambil 140.000 warga sipil dari Mariupol dalam evakuasi kemanusiaan.

Kyiv mengatakan beberapa dideportasi secara paksa, dalam apa yang akan menjadi kejahatan perang.

Amerika Serikat Sebut Ada Disinformasi

Departemen Luar Negeri AS mengatakan pihaknya memahami pasukan Ukraina masih bertahan di Mariupol dan menyebut klaim Putin telah membebaskan kota itu lebih banyak disinformasi dari buku pedoman mereka yang sudah usang.

Washington mengizinkan US$800 Juta atau Rp 11,4 Triliun untuk membantu militer Ukraina, termasuk artileri berat.

Ukraina mengatakan Putin ingin menghindari bentrokan terakhir dengan pasukannya di kota itu karena kekurangan pasukan untuk mengalahkan Ukraina

Dalam pesan video, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy memohon negara-negara Barat untuk mengirim lebih banyak senjata dan menjatuhkan lebih banyak sanksi ekonomi ke Moskow.

Dalam pidato virtual di forum Bank Dunia, dia mengatakan Ukraina membutuhkan US$7 miliar atau sekitar Rp 100 Triliun per bulan untuk menebus kerugian ekonomi yang disebabkan oleh invasi Rusia.

Baca juga: Konflik Ukraina Rusia: Putin Kirim Psywar Luncurkan ICBM Sarmat, Pentagon Sebut Bukan Ancaman AS

"Ini hanya langkah pertama (bagi Rusia) untuk menguasai Eropa timur, untuk menghancurkan demokrasi di Ukraina," katanya dalam pidato video kepada parlemen Portugal.

"Kami berjuang tidak hanya untuk kemerdekaan kami, tetapi untuk kelangsungan hidup kami, untuk rakyat kami sehingga mereka tidak terbunuh, disiksa, dan diperkosa,” lanjutnya.

Zelensky menuduh tentara Rusia melakukan banyak kekejaman di Ukraina, termasuk di Mariupol, dan mendesak negara-negara untuk memutuskan hubungan dengan Moskow.

Rusia membantah menargetkan warga sipil dan menolak apa yang dikatakan Ukraina sebagai bukti kekejaman, dengan mengatakan Ukraina telah merekayasa mereka.

Moskow menyebut serangannya sebagai operasi militer khusus untuk demiliterisasi dan denazifikasi Ukraina.

Kyiv dan sekutu Baratnya menolak itu sebagai dalih palsu untuk perang agresi ilegal.

(*)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved