Hari Buruh

Marsinah, Pahlawan Buruh Indonesia Hingga Berujung Maut

Aku melihat begitu banyak tangan berlumuran darah. Aku melihat bagaimana keserakahan boleh terus berlangsung. Para pemilik modal boleh terus mengeruk

tribunnews.com
1 Mei Hari Buruh: Mengenang Marsinah, Ikon Buruh yang Tewas Karena Perjuangan Hak-hak Pekerja 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - "Aku melihat begitu banyak tangan berlumuran darah. Aku melihat bagaimana keserakahan boleh terus berlangsung. Para pemilik modal boleh terus mengeruk keuntungan, para manager dan para pemegang kekuasaan boleh terus-menerus bercengkerama di atas setiap tetes keringatku. Tapi seorang buruh kecil seperti diriku, berani membuka mulutnya menuntut kenaikan upah? Nyawanya akan terenggut," ucap  Marsinah dalam sebuah petikan dialog, dari naskah monolog berjudul 'Marsinah Menggugat' karya Ratna Sarumpaet.

Baca juga: Blackpink Konon Akan Comeback Pada Juni 2022

Tepatnya pada 8 Mei 1993, akan selalu dikenang menjadi tanggal kelam dalam sejarah penegakan Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia.

Seorang buruh perempuan yang lantang menyuarakan tuntutan pekerja, atas kesejahteraan harus kehilangan nyawanya.

Pada 9 Mei 1993, jasad Marsinah ditemukan di hutan Dusun Jegong, Nganjuk, Jawa Timur.

Namun, hasil olah forensik saat itu menunjukkan bahwa Marsinah tewas, sejak sehari sebelumnya.

Baca juga: Marsinah, Pahlawan Buruh Indonesia Hingga Berujung Maut

Jasadnya dipenuhi luka-luka, dan hasil forensik juga menyatakan bahwa Marsinah sempat diperkosa sebelum kehilangan nyawa.

Hingga saat ini, pelaku kekejaman itu tidak pernah terungkap dan mendapat hukuman yang semestinya.

Marsinah adalah seorang buruh perempuan, yang bekerja di PT Catur Putra Surya (CPS), pabrik pembuat jam di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur.

Baca juga: Momen Libur Panjang, Wisawatan Serbu Tanah Lot Tabanan

Perempuan yang sangat energik ini, adalah sosok buruh yang progresif dan tidak ingin mengalah begitu saja kepada nasib, walaupun lahir dari keluarga tak mampu.

Salah satu sisi menarik dari Marsinah, bahwa ia seorang yang memiliki hobi membaca dan selalu mendapat juara di sekolahnya.

Namun, bekal juara dan hobi membaca saja tak cukup untuk membuatnya meraih pendidikan, hingga bangku perkuliahan.

Karena keterbatasan biaya, Marsinah hanya mampu menyelesaikan pendidikannya sampai tingkat SLTA.

Kendati demikian, menuntut ilmu terus ia lanjutkan, yaitu melalui jalur non formal dengan mengikuti kursus Bahasa Inggris dan komputer.

Suatu hal yang jarang sekali ditemukan, pada kebanyakan buruh perempuan pabrik.

Di lingkungan perusahaan di mana dia bekerja, Marsinah merupakan aktivis dalam organisasi buruh Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) unit kerja PT CPS.

Ia merupakan buruh perempuan yang vokal, di dalam membela rekan-rekannya sesama buruh, yang kerap diperlakukan tidak adil oleh pihak pimpinan perusahaan.

Pada 4 Mei 1993, Marsinah memimpin unjuk rasa kenaikan upah dari Rp 1.700 menjadi Rp 2.250.

Ketika beberapa rekannya dikeluarkan dari perusahaan, dia pula lah yang membelanya.

Perjuangan Marsinah mengalami puncaknya pada tanggal 5 Mei 1993, yaitu ketika suatu malam dia diculik dan disiksa oleh 5 orang 'algojo' PT CPS.

Baru pada 9 Mei, mayatnya ditemukan secara mengenaskan di sebuah gubuk di daerah Nganjuk, sekitar 200 Km dari tempatnya bekerja.

Kematian Marsinah yang tidak wajar itu, mendapat reaksi keras dari para aktivis dan masyarakat luas.

Mereka menuntut pihak aparat keamanan, untuk menyelidiki dan mengadili para pelakunya.

Sebagai rasa simpati dan solidaritas terhadap Marsinah, para aktivis pun membentuk Komite Solidaritas Untuk Marsinah (KSUM).

Marsinah lahir pada 10 April 1969, dan memiliki tipikal buruh perempuan desa yang pergi ke kota tetapi terpinggirkan.

Marsinah anak kedua dari tiga bersaudara, yang semuanya perempuan, Marsini kakaknya dan Wijiati adiknya.

Dia lahir dari pasangan Astin dan Sumini di desa Nglundo, Kecamatan Sukomoro, Kabupaten Nganjuk.

Ibunya meninggal saat ia berusia tiga tahun, dan ayahnya kemudian menikah lagi dengan dengan Sarini, perempuan dari desa lain.

Sejak itulah Marsinah kecil diasuh neneknya, Paerah, yang tinggal bersama paman dan bibinya, pasangan Suraji-Sini.

Tidak ada yang istimewa dari masa kecil Marsinah.

Ia tipikal anak perempuan kalangan menengah pedesaan yang hidup subsisten, tidak terlampau miskin, walaupun tidak kaya.

Seperti mayoritas anak-anak pedesaan di Indonesia, ia sudah bekerja pada usia dini dan tampak lebih dewasa dari usianya.

Bekerja bagi mereka sangat lazim, termasuk kerja upahan di rumah maupun di pabrik.

Sepulang sekolah, ia membantu neneknya menjual gabah dan jagung, dan menerima sekadar upah untuk mengangkut gabah dengan sepeda dari sawah atau rumah pembeli maupun penjual gabah.

Di kalangan teman-teman dan gurunya, di SD Negeri Nglundo. Meskipun kepandaiannya dipandang biasa-biasa saja, tetapi kerajinan, minat baca, sikap kritis, dan tanggung jawabnya menonjol.

Setiap tugas sekolah selalu berupaya diselesaikannya.

Jika ada penuturan gurunya yang kurang jelas, tidak segan ia mengangkat tangan meminta penjelasan.

Namun karena tidak ada biaya setelah naik kelas VI, ia pindah ke SDN Karangsemi, dan kemudian melanjutkan ke SMP Negeri V Nganjuk pada tahun ajaran 1981/1982.

Mencoba melanjutkan ke SMA negeri, namun gagal, dan akhirnya ke SMA Muhammadiyah dengan bantuan biaya seorang pamannya yang lain.

Di SLTA, minat bacanya semakin meluas. Di waktu senggang ia lebih banyak ke perpustakaan ketimbang bermain.

Namun, cita-citanya untuk melanjutkan ke Fakultas Hukum kandas, karena terbentur biaya.

Tidak ada pilihan lain kecuali mencari lapangan kerja di kota besar.

Tahun 1989 ia ke Surabaya, menumpang di rumah kakaknya, Marsini, yang sudah berkeluarga.

Setelah berkali-kali melamar kerja ke berbagai perusahaan, akhirnya Marsinah diterima bekerja pertama kali di pabrik plastik SKW kawasan industri Rungkut.

Gajinya jauh dari cukup. Untuk memperoleh tambahan penghasilan ia nyambi jualan nasi bungkus, di sekitar pabrik seharga Rp 150 per bungkus. Kini sosok Marsinah menjadi abadi dalam perjuangan buruh di Indonesia. Semoga tidak ada lagi Marsinah lainnya. (*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Cerita Marsinah Pahlawan Buruh yang Terbunuh pada 8 Mei 1993"

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved