Berita Jembrana
Pengiriman ke Luar Bali Disetop Akibat PMK, Harga Sapi Bali Merosot Tajam
Di mana harga yang biasanya (sebelum PMK) sudah stabil di harga Rp20 juta merosot hingga Rp5 juta per ekor.
Penulis: I Made Ardhiangga Ismayana | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
TRIBUN-BALI.COM, JEMBRANA - Kuota pengiriman sapi Bali ke luar daerah sebanyak 60.000 per tahun.
Akibat wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) yang terjadi di Jawa Timur, kuota yang sudah siap setiap tahunnya akhirnya tersendat.
Peternak sapi Bali pun menjerit akibat hal tersebut.
Ditambah, wabah ini membuat harga sapi turun hingga 50 persen dari harga biasanya.
Jika hal ini terjadi hingga Idul Adha nanti, kerugian peternak bisa mencapai miliaran rupiah.
Baca juga: Perumda Pasar Mangu Giri Sedana Harap Penjualan Sapi Bali ke Jawa Tak Terpengaruh Meski Ada PMK
Salah satu peternak asal Desa Tuwed, Gede Gebar, mengaku bahwa saat ini pengiriman via Pelabuhan Gilimanuk, seluruhnya disetop.
Tidak ada lagi pengiriman karena wabah PMK tersebut.
Hal itu berimbas pada pengiriman sapi-sapi yang sudah mendapat kuota untuk dikirim, terutama ke Jakarta dan beberapa daerah lainnya di Pulau Jawa.
“Sekarang sama sekali tidak ngirim. Tidak bisa ngirim. Stop,” ucapnya Senin 16 Mei 2022.
Baca juga: Harga Daging Sapi Bakal Jatuh, Wabah Penyakit PMK, Pengiriman Ternak Bali ke Jawa Disetop
Gede mengaku, bahwa untuk per bulan dirinya biasanya mengirim sebanyak 300 ekor sapi.
Namun selain tidak bisa mengirim, harga sapi Bali juga mengalami penurunan harga yang cukup fantastis.
Di mana harga yang biasanya (sebelum PMK) sudah stabil di harga Rp20 juta merosot hingga Rp5 juta per ekor.
Penurunan ini berangsur-angsur atau tidak langsung terjadi.
Pada saat PMK awalnya harga sapi bali sekitar Rp10 juta, kini malah menjadi hanya Rp5 juta.
Baca juga: Bali Belum Ditemukan Penyakit PMK, Dirut Perumda Pasar Sebut di Beringkit Tak Datangkan Sapi Luar
“Dulu itu Rp20 juta. Terus turun jadi Rp15 juta. Nah saat PMK harga sapi bali itu di angka Rp10 juta. Sekarang malah jadi cuma Rp5 juta. Hancur pokoknya,” ungkapnya.
Menurut dia, biasanya sebelum PMK atau sapi dengan berat 250 hingga 350 kilogram per kilogramnya dihargai Rp40 ribu.
Diandaikan sapi berat 250 kilogram, maka hasil yang didapat peternak dari satu sapi ialah Rp10 juta.
Nah, saat ini sapi per kilogramnya itu cuma Rp20 ribu.
Jadi hanya Rp5 juta untuk estimasi bobot 250 kilogram.
Jika dihitung dengan kuota sapi Bali 60.000 ekor per tahun dikalikan 5.000.000, kerugian petani mencapai Rp3 Miliar, jika hal ini terus dibiarkan.
Apalagi, permintaan sapi Bali meningkat ketika Idul Adha.
“Kalau solusi dari saya sebagai peternak, biar petani tidak merugi. Maka pemerintah buat saja masa karantina 7 sampai 14 hari, kemudian melakukan uji laboratorium."
"Selanjutnya, pengguna jasa petani sapi bali siap bayar PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak - red) asal sapi Bali bisa dikeluarkan melalui Pelabuhan Gilimanuk,” bebernya.
Terpisah, Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Jembrana, I Wayan Sutama mengatakan, bahwa terkait dengan wabah PMK, wilayah Bali hingga saat ini masih bebas.
Antisipasi meluasnya PMK ke Bali, pihak Pemprov Bali sudah melakukan penegasan-penegasan terkait dengan penghentian sementara waktu pengiriman sapi Bali.
Di Jembrana, saat ini sedang proses pembuatan SE Bupati.
Sementara di lapangan terhadap kelompok ternak dan pedagang, pihaknya melakukan KIE (Komunikasi, Infomasi dan Edukasi), spraying dan selalu waspada terhadap munculnya PMK.
“Untuk transportasi ternak antar pulau merupakan kewenangan provinsi. Akan tetapi, kita tetap mendukung melalui koordinasi dengan karantina serta Pol PP untuk pemeriksaan di Pelabuhan Gilimanuk,” ungkapnya. (*)