Berita Karangasem

Mas Sumatri Bantah sebagai Pemrakarsa, Diperiksa Tipikor Kasus Dugaan Korupsi Masker Karangasem

Mas Sumatri Bantah sebagai Pemrakarsa - Diperiksa Tipikor dalam Kasus Dugaan Korupsi Masker Karangasem

Penulis: Putu Candra | Editor: Harun Ar Rasyid
Tribun Bali/Putu Candra
HADIRI SIDANG - IGA Mas Sumatri saat hadir di sidang Pengadilan Tipikor Denpasar, Kamis (2/6). Mantan Bupati Karangasem ini hadir dan diperiksa sebagai saksi kasus dugaan korupsi pengadaan masker di Dinas Sosial Karangasem. 

DENPASAR, TRIBUN BALI - Mantan Bupati Karangasem, I Gusti Ayu Mas Sumatri memilih menghindar dan bungkam saat dimintai komentar terkait pemeriksaan dirinya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar, Kamis 2 Juni 2022.

Mantan orang nomor satu di Bumi Lahar ini diperiksa keterangannya sebagai saksi terkait dugaan korupsi pengadaan masker di Dinas Sosial (Dinsos) Karangasem.

Mas Sumatri tidak sendirian. Ada 15 saksi lainnya yakni rekanan dan para pejabat di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Karangasem yang juga dihadirkan tim jaksa penuntut umum untuk diperiksa keterangan di persidangan. Juga dua orang tersangka dalam perkara ini ikut dihadirkan sebagai saksi, yaitu Ni Nyoman Yesi

Anggani selaku Direktur Duta Panda Konveksi dan I Kadek Sugiantara sebagai Direktur Addicted Invaders.

Sidang dipimpin hakim Ketua Putu Gede Novyartha. Dalam sidang tim jaksa penuntut umum yang dikoordinir oleh jaksa M Matulessy mencecar Mas Sumatri tentang perannya yang kala itu menjabat sebagai Bupati Karangasem dalam pengadaan masker ini.

Di persidangan Mas Sumatri menyebutkan, saat itu jumlah pengadaan masker 500 ribu buah lebih. Pengadaan masker ada pada Dinas Sosial Kabupaten Karangasem. Mas Sumatri juga membenarkan dirinya pernah menerbitkan SK darurat pandemi Covid-19. Namun, ia berdalih keluarnya SK bukan atas inisiatif dirinya sebagai bupati.

"Apa dasar penerbitan SK itu," tanya jaksa Matulessy. "Sesuai tupoksi sebagai kepala daerah, saya mempunyai tugas menyusun rancangan perda. Bupati tidak bekerja sendirian untuk menyusun itu (SK). Ada OPD (Organisasi Perangkat Daerah) pemrakarsa, sehingga SK itu dibuat oleh masing-masing OPD," jawabnya.

Mas Sumatri menyebutkan, OPD pemrakarsa ada di Dinas Sosial, Dinas Kesehatan, BPBD dan lainnya. Jaksa lantas mengejar apakah pernah memberikan perintah kepada Sekda tentang pengadaan masker. Mas Sumatri membantah. Dia hanya meminta Sekda menindaklanjuti usulan OPD pengadaan masker sesuai peraturan.

"Arahan itu saya selalu ke Sekda. Sekda saya perintah menindaklanjuti usulan pengadaan masker sesuai peraturan," jawabnya.
Ditanya dari mana datangnya usulan pengadaan masker, Mas Sumatri mengatakan, usulan datang dari para camat. "Ada usulan pengadaan masker dari delapan kecamatan. Setelah itu dikoreksi leading sector (Dinas Sosial), lanjut ke Sekda. Setelah itu baru saya tindaklanjuti. Saya tidak lagi mengecek ke bawah," dalihnya.

Mas Sumatri mengaku dirinya tidak mengurus tentang hal teknis, termasuk tidak pernah ikut rapat pengadaan masker digelar pada 6 dan 11 Agustus. Mas Sumatri juga tidak pernah mendapat laporan tertulis dari bawahannya.

"Saya tidak tahu ada rapat mengenai pengadaan masker," ucapnya. "Pernah diberi tahu ada rapat?" tanya jaksa Matulessy. "Tidak pernah tahu, tapi saya mendengar ada rapat itu dari grup WA," jawab Mas Sumatri.

Saat didesak masker jenis apa yang akan dibagikan, Mas Sumatri mengaku tidak tahu dan tidak melihat fisik masker. Meskipun dirinya didampingi Sekda menyerahkan bantuan masker secara simbolis. Dirinya hanya menyerahkan berupa styrofoam atau gabus berisi tulisan jumlah masker.

"Yang jelas saya menyerahkan bantuan masker itu. Saya diundang Sekda menyerahkan secara simbolis. Saya menyerahkan dalam bentuk gabus styrofoam dan sudah tertulis jumlahnya," ungkap Mas Sumatri.

Jaksa lantas mengejar yang diserahkan fisik masker atau styrofoam berisi tulisan jumlah masker, Mas Sumatri terdiam sejenak. "Tidak fisik masker, tapi gabus (styrofoam)," kata Mas Sumatri.

Jaksa kembali menanyakan apakah Mas Sumatri pernah mengecek fisik masker ke Dinas Sosial, ia menjawab tidak pernah mengecek. Ketika ditanya sumber dana pengadaan maker, Mas Sumatri menjawab dana berasal dari dana Belanja Tidak Terduga (BTT) Pemkab Karangasem. "Dana masker dari dana BTT. Anggarannya kurang lebih Rp 3 miliar," jelasnya.

Yang menarik saat jaksa menyinggung pada 2020 Sumatri ikut Pilkada Karangasem, wanita tersebut mengiyakan. Jaksa lantas menyinggung jargon "Massker" yang menjadi bahan selama kampanye, apakah ada kaitan dengan pengadaan masker.

Sumatri langsung membantah. Katanya, jargon “Massker” merupakan gabungan nama I Gusti Ayu Mas Sumatri dan I Made Sukerena. "Saya tegaskan tidak ada kaitan pengadaan masker sama jargon (Massker) itu," tegasnya.

Seperti diketahui, dalam perkara ini tim jaksa penuntut umum yang dikomandoi oleh jaksa M Matulessy telah mendakwa tujuh terdakwa, yakni mantan Kepala Dinas Sosial (Kadinsos) Karangasem I Gede Basma, Ketut Sutama Adikusuma, Ni Ketut Suartini, I Gede Putra Yasa, Gede Sumartana, Wayan Budiarta dan Nyoman Rumia.

Pun dalam perkara ini nama Mas Sumatri dan Wakil Bupati I Wayan Arta Dhipa ikut terseret. Bahkan nama Mas Sumatri disebut dalam nota eksepsi yang diajukan tim penasihat hukum para terdakwa pada sidang sebelumnya. Mas Sumatri disebut ikut andil lantaran memberikan disposisi pengadaan 512.797 buah masker skuba dengan anggaran Rp 2,9 miliar. Oleh karena disposisi itulah proyek pengadaan masker berlanjut.

Pengadaan masker skuba oleh Pemkab Karangasem telah didalami Kejari Karangasem sejak Mei 2021. Anggaran yang dikucurkan pemerintah mencapai sekitar Rp 2,9 miliar bersumber dari APBD, dipakai untuk pengadaan sekitar 512.797 pcs.

Masker diberikan untuk warga di delapan Kecamatan, yakni Kecamatan Manggis sekitar 53.607 pcs, Kecamatan Selat 45.766 pcs, Kecamatan Karangasem 93.394 pcs, Kecamatan Rendang 42.036 pcs, Kecamatan Abang 87.540 pcs, Kubu 98.637 pcs, Sidemen 37.725, serta Bebandem 54.056 pcs.

Pengadaan masker diduga melabrak surat edaran bersama yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan. Pasalnya masker yang dibuat bukan masker kain lapis tiga (standar medis), melainkan masker skuba satu lapis yang dinilai mengancam keselamatan masyarakat dalam menghadapi pandemi Covid-19.
Perbuatan Basma bersama terdakwa lainnya tersebut menimbulkan kerugian negara atas pengadaan masker skuba itu sebesar Rp 2,6 miliar. (can)

Baca juga: Stok Babi Melimpah Jelang Galungan, GUPBI Bali Prediksi Ada 600 Ribu Ekor Siap Potong

Baca juga: Bukan Duo Striker Brasil, Ini Sosok Pemain Persib Bandung yang Jadi Sorotan Lawan Renggali Batam

Baca juga: Bukan Duo Striker Brasil, Ini Sosok Pemain Persib Bandung yang Jadi Sorotan Lawan Renggali Batam

Jumlahnya Berkurang Saat Diserahkan

SEMENTARA itu, di persidangan yang sama di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar, saksi Ni Kadek Dwi Kartini sebagai Lurah Padang Kerta Karangasem mengaku pernah mengajukan permohonan masker kepada camat. Pihaknya mengajukan permintaan masker atas arahan Camat Karangasem.

Sebelumnya ada aspirasi dari warga, tapi tidak ditindaklanjuti.

Jumlah yang diajukan 9 ribu lebih masker. Namun, saat diserahkan jumlah maskernya hanya 8.600-an. Penyerahan dilakukan di Kantor Camat Karangasem. Artinya masker yang diserahkan tidak sesuai dengan jumlah yang diajukan.

“Waktu itu camat bilang kekurangan dana,” bebernya. Meski jumlahnya kurang, Kartini tetap menyerahkan masker kepada masyarakat melalui kepala lingkungan.
Saksi lainnya, yaitu Camat Kubu, I Nyoman Suratika mengaku membuat surat usulan permohonan pengadaan masker. Usulan itu langsung ditujukan kepada Bupati Karangasem waktu itu IGA Mas Sumatri, dan surat usulan ditembuskan ke Dinas Sosial.

Pihaknya pun menyatakan, serah terima masker dilakukan oleh Dinas Sosial kepada camat. Dari camat langsung mendistribusikan ke desa. Setelah memeriksa saksi kasus ini, Kamis (2/6), persidangan akan dilanjutkan kembali pada pekan depan. (can)

BERITA LAINNYA

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved