Human Interest Story

Ibu Meninggal, Ayah Sakit, Gung Gus jadi Tulang Punggung untuk Keluarga di Usia Belia

Ibu Meninggal, Ayah Sakit, Gung Gus Jadi Tulang Punggung Untuk Keluarga Diusia Belia

Penulis: Putu Yunia Andriyani | Editor: Harun Ar Rasyid
(Tribun Bali/Putu Yunia Andriyani)
Anak Agung Bagus Wira Negara alias Gung Gus, pelajar kelas I SMK yang menjadi juru parkir dan berjualan nasi jinggo untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Menjadi seorang anak seyognya dinikmati dengan belajar dan bermain bersama teman-teman.

Namun tidak bagi Anak Agung Bagus Wira Negara yang harus bekerja keras untuk keluarga.

Laki-laki yang akrab disapa Gung Gus ini harus menggantikan posisi ayahnya sebagai tulang punggung keluarga.

Kini Gung Gus melakukan pekerjaan ayah ha menjadi juru parkir di salah satu restoran pizza di Denpasar.

Anak Agung Bagus Wira Negara alias Gung Gus, pelajar kelas I SMK yang menjadi juru parkir dan berjualan nasi jinggo untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.
Anak Agung Bagus Wira Negara alias Gung Gus, pelajar kelas I SMK yang menjadi juru parkir dan berjualan nasi jinggo untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. ((Tribun Bali/Putu Yunia Andriyani))

“Kalau parkir ikut Ajik (sebutan ayah) sudah tiga tahun.

Kalau jualan nasi jinggonya ini baru semingguan,” ujar Gung Gus saat ditemui di lokasi ia bekerja.

Kepada Tribun Bali, Gung Gus menuturkan ibunya telah meninggal dunia pada tahun 2020.

Sang ibu meninggal mendadak tanpa sakit atau tanda-tanda apapun sebelumnya.

Sementara ayahnya sedang sakit yang ia sendiri tak tahu jenis penyakit dan penyebabnya.

Sudah hampir sebulan lebih penyakit ayahnya kambuh sehingga belum bisa bekerja.

“Dulu Ajik itu sempat kena Lever tapi udah mendingan.

Terus sekarang kakinya luka tapi ga tau kenapa, udah berobat ke puskesmas dan dikasi obat hanya saja belum sembuh,” jelasnya.

Selain menjadi juru parkir, pemuda asal Denpasar ini juga menyambi dengan berjualan nasi jinggo di lokasi yang sama.

Ia berjualan nasi jinggo bersama kedua adik perempuannya yang masih SD.

Mereka adalah Anak Agung Berlian Kusuma Dewi (Gung Gek) dan Anak Agung Tri Karisma Devi (Gung Tri).

Gung Gek sendiri merupakan pelajar SD kelas V sementara Gung Tri baru duduk di bangku kelas I.

Walaupun masih kecil, semangat mereka luar biasa untuk membantu keluarga mencari nafkah dengan berjualan.

Mereka juga telah memahami kondisi keluarga yang saat ini sedang sulit.

“Mereka tau kondisi keluarga sekarang. Sudah paham juga, makan ga makan sudah biasa,” tambah Gung Gus.

Setiap harinya, Gung Gus mengambil nasi di seorang mantan cook kapal pesiar sebanyak 20-35 bungkus.

Mereka mulai berjualan sejak pukul 16.00 wita hingga pukul 21.30 wita.

Saat itulah mereka baru kembali ke rumah yang berada di daerah Kayu Mas Kelod, Denpasar, Bali.

Nasi jinggo jualannya tidak selalu habis.

Gung Gus mengaku pernah menyisakan 17 bungkus nasi jinggo.

Namun, itu tak mematahkan semangatnya untuk tetap melanjutkan usahanya.

Sebagai seorang pelajar, lelaki kelas I SMK ini tidak pernah melupakan kewajibannya.

Ia rajin bersekolah di sekolahnya dan selalu menyelesaikan tugas-tugas dari sekolah.

Semangat ini juga ia tularkan kepada adik-adiknya dengan tidak melupakan tugasnya untuk mengatur rumah tangga.

“Jam 5 itu sudah bangun, masak dulu buat keluarga.

Sebelum jam 7 itu baru berangkat barengan sama adik-adik ke sekolah,” tutur Gung Gus.

Setiap ke sekolah, Gung Gus tak pernah berbelanja. Ia hanya menunggu waktu pulang untuk makan di rumah.

Sementara adik-adiknya dibekali secukupnya sesuai dengan uang yang ada.

Di sekolah, Gung Gus bergaul seperti biasa dengan teman-temannya.

Tidak ada yang merundung tapi malah memberikan dukungan untuk dia.

Gung Gus sering mendapat dukungan dari orang-orang sekitar terutama mereka yang bernasib sama.

Sebelum tetap menjadi juru parkir san berjualan nasi jinggo, Gung Gus pernah ikut berjualan di warung nasi goreng, angkringan, dan pasar.

Dengan penghasilannya sebagai juru parkir dan berjualan nasi jinggo, Gung Gus bisa mendapat penghasilan sekitar Rp 150.000 setiap harinya.

Namun, itu belum dikurangi dengan modal nasi jinggo jualannya dan modal lainnya.

Walaupun demikian, Gung Gus tetap bersyukur harus merasa cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

Penghasilannya juga ia sisihkan untuk membayar biaya pendidikannya.

“Astungkara kalau adik-adik sudah ada yang bantu bayar sekolahnya.

Cuma tiang (saya) saja yang bayar SPP dan uang praktik Rp 200.000,” ucap pelajar SMK Wira Bhakti Denpasar ini.

Gung Gus harus belajar dewasa lebih awal dengan keadaannya, terutama setelah kepergian sang ibu.

“Berat ya berat tapi ya udah jalanin ada. Saya tetap berdoa dan percaya adanya Tuhan.

Intinya harus tetap bersyukur, apapun keadaannya,”

Melihat kondisi keluarganya saat ini, Gung Gus belum memprioritaskan diri untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi.

Cita-citanya saat ini adalah menyelesaikan pendidikannya di SMK dan lanjut bekerja di kapal pesiar.

Gung Gus berharap ia dapat menjadi orang sukses sehingga kehidupannya dapat menjadi lebih baik.

Ia juga menitip pesan kepada anak-anak yang memiliki kondisi yang sama untuk tetap bersyukur dan semangat menjalani kehidupan. (yun)

BERITA LAINNYA

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved