Berita Bali

Lanjutan Sidang Perkara DID Tabanan, Eks Bupati Tabanan Eka Wiryastuti Syukuri Hadirnya Saksi Ahli

Lanjutan Sidang Perkara DID Tabanan, Eka Bupati Tabanan Eka Wiryastuti Syukuri Hadirnya Saksi Ahlli

Penulis: Putu Candra | Editor: Harun Ar Rasyid
Tribun Bali/Putu Candra
Saksi ahli, pakar hukum pidana Prof. Dr. Mudzakkir (kemeja putih) memberikan pendapatnya sebagai ahli hukum pidana dalam perkara dugaan suap DID Tabanan di sidang Pengadilan Tipikor Denpasar, Kamis (4/8). Mantan Bupati Tabanan, Eka Wiryastuti, menjadi salah-satu terdakwa dalam perkara itu. 

Ditanya mengenai minggu depan dirinya akan menghadapi sidang tuntutan dari jaksa penuntut KPK. Eka Wiryastuti hanya bisa pasrah dan ikhlas.

"Saya hanya bisa berdoa, dan saya ikhlas apapun itu. Yang penting, niat saya tidak ada jahat. Niat saya baik untuk mengabdi dan semua saya serahkan kepada Yang di Atas," ucapnya.

Usai sidang mendengarkan pendapat ahli, sidang akan dilanjutkan Kamis (11/8) dengan agenda pembacaan tuntutan dari jaksa penuntut KPK.(can)

Baca juga: Eka Wiryastuti Bantah Tugaskan Wiratmaja Urus DID Tabanan

Dalam sidang Prof. Mudzakkir diminta pendapatnya terkait pasal-pasal yang diterapkan jaksa penuntut dalam dakwaan, dan beberapa hal penting yang berkaitan dengan perkara. Sebagai saksi ahli hukum pidana, Prof. Mudzakkir berpendapat bahwa norma hukum yang terkandung dalam Pasal 55 ayat (1) ke-1 terkait subyek hukum dibagi menjadi empat.

Yang pertama adalah pelaku sebagai eksekutor, aktor intelektual, orang yang turut serta atau bersama-sama, dan orang yang menganjurkan atau menggerakkan orang lain melakukan kejahatan.

Anggota penasihat hukum Eka Wiryastuti menanyakan ke Prof. Mudzakkir perihal perintah bupati untuk koordinasi sifatnya normatif atau umum, tidak ada perintah khusus DID.

Prof Mudzakkir mengatakan, permufakatan jahat harus disertai mens rea (niat jahat). Sedangkan perintah itu sendiri parameternya adalah hukum administrasi yang sah, sehingga tidak bisa dimasukkan ke dalam perbuatan pidana.

"Apabila perintah kemudian dijalankan menyimpang, maka kejahatan itu menjadi tanggungjawab yang melakukan kejahatan. Kecuali bupati memerintahkan penyimpangan, itu baru bisa kena," ujarnya

Juga terkait perintah seorang kepala daerah kepada stafnya apakah masuk ke dalam delik pidana melakukan permufakatan jahat.
"Parameternya harus hukum administrasi," kata Prof. Mudzakkir saat menjawab pertanyaan yang diajukan anggota penasihat hukum Eka Wiryastuti.

Perintah dalam hukum administrasi, sambung Prof. Mudzakkir, merupakan perintah yang sah dan tidak bisa dikualifikasikan sebagai perbuatan melawan hukum dalam hukum pidana. Menurutnya, perintah itu linear dengan jabatan.

Pihaknya menambahkan, perintah berkoordinasi bila dilaksanakan sesuai prinsip-prinsip penyelanggaran pemerintahan yang bersih, tidak menjadi masalah. Terkecuali perintah itu menyuruh melakukan kejahatan.

"Kalaupun dipelesetkan (melampaui yang diperintahkan), itu menjadi tanggung jawab yang bersangkutan (penerima perintah)," papar Prof. Mudzakkir.(can)

BERITA LAINNYA

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved