Polisi Tembak Polisi
Komnas HAM Ungkap Kemungkinan Ferdy Sambo Bebas dari Hukum, Taufan: Saksi Dibawah Kendali Sambo
Ketua Komnas Hak Asasi Manusia (HAM) Ahmad Taufan Damanik mewanti-wanti kepolisian karena ada kemungkinan Ferdi Sambo tidak dijerat hukum
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Ketua Komnas Hak Asasi Manusia (HAM) Ahmad Taufan Damanik mewanti-wanti kepolisian karena ada kemungkinan Ferdi Sambo tidak dijerat hukum.
Ahmad Taufan Damani mengakui dirinya khawatir soal kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Ketua Komnas HAM tersebut mengungkapkan adanya beberapa indikator yang harus diperhatikan oleh penyidik dan kepolisian agar kasus ini bisa mendapatkan keadilan yang sebenarnya.
Ahmad Taufan Damani mengungkapkan bahwa saksi-saksi kunci seperti ART dan supir masih berada di bawah kendali Ferdy Sambo sehingga kemungkinan lepas dari jeratan hukum masih mungkin.
Pasalnya, sejauh ini, dalam kasus kematian Brigadir J, polisi mendapatkan banyak sekali keterangan ataupun pengakuan yang berbeda-beda.
Baca juga: Kompol Chuck Putranto Ikuti Jejak Ferdy Sambo, Dipecat dengan Tidak Hormat
"Yang berbahaya adalah, ini kan semua banyak sekali berdasarkan kesaksian-kesaksian, pengakuan-pengakuan. Kasus pembunuhan ya. Bukan kekerasan seksual,”
“Kalau kekerasan seksual pegangannya UU TPKS. Kesaksian (bisa) jadi alat bukti (di UU TPKS)," ujar Taufan dikutip dari Kompas.com pada Sabtu 3 September 2022.
Taufan menjelaskan, kesaksian itu lemah dalam kasus tindak pidana umum, tidak seperti di kasus kekerasan seksual yang bisa dijadikan alat bukti.
Sehingga, polisi membutuhkan alat bukti dan barang bukti lain, bukan sekadar pengakuan para tersangka dan saksi-saksi.
Taufan mengaku khawatir apabila para tersangka di kasus pembunuhan Brigadir J tiba-tiba menarik kesaksian mereka.
"Yang saya khawatirkan kalau misalnya mereka ini kemudian bersama-sama menarik pengakuannya,”
“BAP (berita acara pemeriksaan) dibatalkan sama mereka, dibantah. Kacau itu kan," tutur Taufan.
Baca juga: Hotman Paris Pernah Ditawari Jadi Pengacara Ferdy Sambo, Namun Menolak: Fokus Bantu Rakyat Kecil
Taufan menyebutkan, para tersangka seperti Irjen Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal, hingga Kuat Ma'ruf bisa bebas, sehingga yang tersisa hanyalah Bharada Richard Eliezer atau Bharada E.
Bharada E diketahui telah sepakat menjadi justice collaborator. Dia kini berada di bawah kendali penyidik dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Bharada E pun sudah mengakui jika dirinya menembak Brigadir J. Hanya, penembakan dilakukan atas perintah bosnya, Ferdy Sambo.
"Tapi Kuat, Susi, Ricky, Yogi, Romer, segala macam, kan masih di bawah kendali Sambo semua. Itu bahaya," kata Taufan.
Kemudian, Taufan menyinggung kasus pembunuhan buruh perempuan bernama Marsinah.
Kala itu, tujuh terdakwa pembunuhan Marsinah divonis bebas karena di persidangan bergantung pada saksi mahkota.
"Jadi si A menjadi saksi buat si B, si C, si D. Si D menjadi saksi si B, si A, si C," ucapnya.
Baca juga: Komnas HAM Bongkar Tindakkan Obstruction of Justice Dilakukan Geng Ferdy Sambo di Kasus Brigadir J
Dengan demikian, Taufan menduga kejadian bebasnya para terdakwa di kasus Marsinah bisa terulang di kasus pembunuhan Brigadir J.
Dia menekankan kejadian itu bukan terjadi karena hakim di pengadilan disuap. Melainkan, karena hakim tidak bisa diyakinkan hanya dengan kesaksian.
Walau begitu, Taufan yakin polisi sudah menyimpan bukti penting kasus kematian Brigadir J untuk meyakinkan hakim.
"Kelihatannya penyidik itu punya bukti lain yang mereka sudah simpan,”
“Kan enggak mungkin semua juga dikasihnya ke Komnas HAM, wewenang mereka, masa kami paksa-paksa," imbuh Taufan.
Sebelumnya, Taufan juga menekankan agar konstruksi kasus pembunuhan berencana Brigadir J ini dibuat dengan kuat.
Caranya, dengan didukung alat bukti yang kuat, bukan hanya berdasarkan pengakuan.
”Sebab, dalam pengamatan kami, masih sangat bergantung pada pengakuan-pengakuan,”
“Sekarang, terutama penyidik, kami dorong untuk terus mencari barang-barang bukti lain yang sudah hilang, dipindahkan, atau dirusak karena adanya obstruction of justice (perintangan penyidikan),” katanya, dikutip dari Kompas.id, Kamis 1 September 2022 lalu.
Menurut Ahmad, pencarian alat bukti sangat penting karena hingga kini, keterangan dari beberapa tersangka masih berubah atau ada perbedaan antara satu tersangka dan tersangka yang lain.
Salah satu yang krusial, perbedaan keterangan tentang pihak yang menembak Nofriansyah dan jenis senjata yang digunakan.
Eliezer berkeyakinan tiga kali menembak dan selanjutnya ditembak Ferdy, berbeda dengan keterangan Ferdy Sambo.
Ferdy Sambo dan 6 Perwira Tinggi Lakukan Obstruction of Justice
Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo menjelaskan bahwa pihaknya baru menjalani proses penyidikan terkait dengan obstruction of justice.
Hal ini lantaran penyidik baru menyelesaikan kasus pelanggaran etik Irjen Sambo dan kasus pembunuhan berencana Brigadir J.
Setelah pemeriksaan, status Ferdy Sambo ditingkatkan menjadi tersangka. Secara keseluruhan kini ada tujuh tersangka tindak pidana menghalangi penyidikan kasus pembunuhan berencana Brigadir J.
"Info dari Dir Siber ada tambahan, sampai dengan malam ini sudah ditetapkan 7 orang. Irjen FS, Brigjen HK, Kompol ANP, AKBP AR, Kompol BW, Kompol CP dan AKP IW," ujar Dedi melalui pesan singkat, Kamis (1/9/2022).
Keenam tersangka diduga melakukan tindakan apa pun yang berakibat terganggunya sistem elektronik dan atau mengakibatkan sistem elektronik tidak bekerja sebagaimana mestinya dan atau dengan cara apa pun mengubah, menambah, mengurangi.
Kemudian melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu informasi elektronik dan atau dokumen elektronik milik orang lain atau milik publik dan atau menghalangi, menghilangkan bukti elektronik.
Ada tiga personel Polri yang baru ditetapkan sebagai tersangka pada 31 Agustus 2022. Sisanya ditetapkan pada 24 Agustus 2022.
Keenam tersangka dugaan tindak pidana obstruction of justice disangkakan melanggar Pasal 49 jo Pasal 33 dan atau Pasal 48 ayat (1) jo Pasal 32 ayat (1) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan atau Pasal 221 ayat (1) ke 2 dan 233 KUHP jo. Pasal 55 KUHP dan atau Pasal 56 KUHP.
Terbaru Dittipidsiber Bareskrim Polri menetapkan Irjen Ferdy Sambo sebagai tersangka, sehingga total tersangka menghalangi penyidikan pembunuhan berencana Brigadir J bertambah menjadi tujuh personel.
Lima tersangka yang sudah ditetapkan sebelumnya merupakan anak buah Irjen Sambo di Divisi Propam Polri. Sedangkan satu orang tersangka bertugas di Bareskrim Polri.
Berikut nama lengkap enam tersangka obstruction of justice yang diterima Jampidum Kejagung:
1. AKBP Arif Rahman Arifin (ARA), berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor B/734/VIII/RES.2.5/2022/Dittipidsiber tanggal 24 Agustus 2022. Diterima Jampidum pada 26 Agustus 2022.
2. Kompol Chuck Putranto (CP), berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor B/735/VIII/RES.2.5/2022/Dittipidsiber tanggal 24 Agustus 2022. Diterima Jampidum pada 26 Agustus 2022.
3. Kompol Baiquni Wibowo (BW), berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor B/736/VIII/RES.2.5/2022/Dittipidsiber tanggal 24 Agustus 2022. Diterima Jampidum pada 26 Agustus 2022.
4. Brigjen Hendra Kurniawan (HK), berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor B/770/VIII/RES.2.5/2022/Dittipidsiber tanggal 31 Agustus 2022. Diterima Jampidum pada 01 September 2022.
5. Kombes Agus Nurpatria (AN), berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor B/771/VIII/RES.2.5/2022/Dittipidsiber tanggal 31 Agustus 2022. Diterima Jampidum pada 01 September 2022.
6. Mantan Kasubnit I Subdit III Dittipidum Bareskrim Polri AKP Irfan Widyanto (IW), berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor B/772/VIII/RES.2.5/2022/Dittipidsiber tanggal 31 Agustus 2022. Diterima Jampidum pada 01 September 2022.(*)
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Komnas HAM Ingatkan Ada Risiko Ferdy Sambo Bebas, Minta Polisi Perkuat Bukti