Berita Bali
Pihak Ketiga Tunggak Bayar Sewa Tanah Pemprov Bali Selama 4 Tahun, Gubernur Bali Koster Kecewa
ITDC dan Pihak Ketiga Tunggak Bayar Sewa Tanah Pemprov Bali Selama 4 Tahun, Koster : Saya Marah Besar Dengan ITDC
Penulis: Ni Luh Putu Wahyuni Sari | Editor: Harun Ar Rasyid
TRIBUN BALI.COM, DENPASAR - Tanah milik Provinsi Bali yang dikerja samakan dengan Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC) sempat tidak dibayarkan selama 4 tahun oleh ITDC dan pihak ketiga.
Hal tersebut disampaikan Gubernur Bali, Wayan Koster pada Sidang Paripurna DPRD Provinsi Bali, Senin 26 September 2022.
“Tanah Provinsi Bali yang ada di Nusa Dua yang dikerjasamakan dengan ITDC selama ini tanah itu luasnya 39,8 hektare, hampir 40 hektare. Sewanya hanya Rp. 6 miliar per tahun. Kemudian Tahun 2017 ada perbaikan perjanjian naik menjadi Rp. 7 miliar,” kata, Koster.

Merasa ada yang janggal dengan sewa tanah ini, Koster pun melakukan evaluasi dan perubahan perjanjian kerjasama dengan pihak ketiga termasuk dengan ITDC.
Hingga sudah mencapai kesepakatan dan sedang berlangsung proses saat ini.
“Berdasarkan preser maka sewa lahan Provinsi Bali di Nusa Dua yang disatukan dengan ITDC semula itu Rp. 7 Miliar saya perlu sampaikan ini secara terbuka 7 miliar ini dimulai dari 2017 itu tidak dibayar. Baru ketahuan Tahun 2021 melalui informasi yang saya dapat dari pihak ketiga,” imbuhnya.
Setelah itu ia pun memanggil pihak ITDC dan pihak terkait yang diajak bekerjasama.
Koster mengatakan kecewa betul dengan isi perjanjian sewa tanah tersebut.
Dimana lahan disana dibagi menjadi tiga zona ada zona A, B dan C.
Zona A ditempati oleh ITDC dan sewa lahannya sebesar 11 dollar permeter persegi.
Sementara Zona B yang masih terdapat lahan Provinsi Bali yang luasnya sekitar 15 hektare, sewa lahannya hanya 7 dollar permeter persegi.
Dan Zona C dimana sebagian besar merupakan lahan milik Provinsi Bali dengan kurang lebih memiliki 25 hektare lebih sewa lahannya hanya 0,2 dollar permeter persegi.
“Jauh sekali. Dibalik 3 zona waktu perjanjian jaman dulu, pertama tidak hadir dalam sewa lahan. Besaran sewa lahan yang punya ITDC 11 dollar, Pemprov 7 dollar bahkan yang didrop itu 0,2 dollar permeter persegi jauh banget. Ini tidak benar. Hal yang tidak benar kedua betul-betul mengecewakan ITDC luas lahannya disewa menurut luas lahan yang ada,” tandasnya.
Sedangkan lahan di Provinsi hanya disewakan lahan yang dibangun saja, sedangkan yang tidak ada bangunannya tidak dihitung sehingga menjadi murah dan tindakan ini dinilai Koster lagi-lagi sangat mengecewakan.
“Bahkan segitupun (7 Miliar pertahun) tidak dibayar saya berikan peringatan langsung berturut-turut sampai 3 kali kalau tidak dipenuhi saya langsung memutus hubungan kerjasama menggunakan proses peradilan. Astungkara akhirnya dibayar bulan Februari 2022 sebesar Rp. 43 Miliar masuk ke Kas,” imbuhnya.
“Saya tidak perdulu siapapun dibelakang, saya tidak takut karena tindakan yang merugikan daerah tidak bisa. Saya mengajukan satu proses negosiasi yang baru saya tidak mau lagi ada zona begitu. Yang penting sewanya cocok sesuai preser terserah mau digunakan untuk apa tapi sewanya jangan dibuat murah,” paparnya.
Koster pun menerangkan saat ini sudah ada kesepakatan dengan pihak yang bekerjasama dikawasan ITDC dimana besaran sewanya pertahun yakni naik menjadi Rp. 51 miliar rupiah dari Rp. 7 miliar.
Menurut Koster tanah itu adalah milik Provinsi Bali yang harus memberi manfaat untuk pembangunan di Bali.
“Terlalu bodoh kalau situasi itu dibiarkan di tempat yang mewah hanya dengan angka Rp. 7 miliar pertahun. Sekarang sudah bayar saya marah besar dengan ITDC maupun pihak yang diajak bekerjasama. Saya ancam hentikan bekerjasama dan proses hukum,” ujarnya.
Selain itu tanah tersebut juga disewakan dan dijadikan jaminan oleh pihak ketiga hingga mendapatkan kredit modal Bank dari Bangkok tanpa sepengetahuan Pemprov Bali dengan kredit Rp. 2,5 triliun. Data tersebut ia dapatkan dari Kepala Badan Pertanahan Kabupaten Badung.
“Kewajibannya tidak dibayar 4 tahun dari 2017-2021 bagaimana ini? Ini tidak bisa dibiarkan saya total saya tunjukan. Sekarang sudah berubah skema Rp. 51 miliar pertahun itu minimum sebenarnya saya setujui dengan syarat sisa waktu 17 tahun dari sewa masa waktu 30 tahun pertama ini, itu harus dibayar lunas Rp. 51 miliar lalu dikali 17 tahun,” katanya.
Sewa lahan ini akan diperpanjang oleh Koster asalkan pada 17 tahun pertama agar dilunasi terlebih dahulu lalu yang kedua sekian persen dari sewa barunya yang akan datang kontrak baru dibayar didepan sekian persen.
“Angkanya akan saya negosiasikan. Kalau yang 17 tahun kali Rp. 51 miliar itu sendiri Rp. 860 miliar itu kita akan dapatkan darisana plus lagi uang muka dari kontrak baru perpanjangannya. Karena itu tempat bisnis harus ditanggapi dengan pemikiran bisnis tak bisa ditanggapi dengan aturan normatif biasa,” tutupnya. (*)