Breaking News

Peringatan 20 Tahun Bom Bali

Peringatan 20 Tahun Tragedi Bom Bali I, Yenny Wahid : Momen Memperkuat Komitmen Memerangi Terorisme

Zannuba Ariffah Chafsoh (Yenny Wahid) berikan pandangannya terkait peringatan 20 tahun tragedi Bom Bali I.

Penulis: Ida Bagus Putu Mahendra | Editor: Harun Ar Rasyid
(Tribun Bali/Ida Bagus Putu Mahendra)
Yenny Wahid, salah satu penggagas Global Council for Tolerance and Peace. Sebut acara peringatan 20 tahun tragedi Bom Bali I sebagai momen memperkuat komitmen melawan terorisme. 

TRIBUN-BALI.COM, NUSA DUA - Zannuba Ariffah Chafsoh (Yenny Wahid) berikan pandangannya terkait peringatan 20 tahun tragedi Bom Bali I.

Hal tersebut disampaikannya saat ditemui awak media dalam acara peringatan 20 tahun tragedi Bom Bali I di Hotel Merusaka, Nusa Dua, Bali pada Rabu 12 Oktober 2022.

Yenny Wahid menuturkan, peringatan 20 tahun tragedi Bom Bali dapat digunakan sebagai momen memperkuat kembali komitmen untuk memerangi terorisme.

“Jadi hari ini, kita berkumpul di sini untuk memperingati kehidupan, untuk memperingati dan mengingatkan kita semua, menguatkan kembali komitmen kita untuk memerangi terorisme.”

Yenny Wahid, salah satu penggagas Global Council for Tolerance and Peace. Sebut acara peringatan 20 tahun tragedi Bom Bali I sebagai momen memperkuat komitmen melawan terorisme.
Yenny Wahid, salah satu penggagas Global Council for Tolerance and Peace. Sebut acara peringatan 20 tahun tragedi Bom Bali I sebagai momen memperkuat komitmen melawan terorisme. ((Tribun Bali/Ida Bagus Putu Mahendra))

“Juga untuk menegaskan, bahwa satu-satunya cara untuk memuliakan Tuhan adalah justru dengan melindungi semua makhlukNya, apapun latar belakangnya,” jelas Yenny Wahid saat ditemui Tribun Bali dalam acara peringatan 20 tahun tragedi Bom Bali I.

Lebih lanjut, Yenny Wahid menuturkan, gerakan radikalisme muncul lantaran adanya rasa putus asa, gelisah, dan ketidak adilan.

Hal tersebut kemudian diperkuat kembali dengan adanya oknum-oknum yang membawa narasi keagamaan dan juga politik.

“Banyak sekali yang menjadi faktor, yang mendorong orang untuk menjadi radikal. Salah satunya adalah rasa putus asa, kegelisahan, kecemasan, dan kemudian ada perasaan ketidak adilan.”

“Apalagi kalau bertemu dengan mentor-mentor yang menggunakan bahasa-bahasa yang langsung masuk ke sisi emosinya. Biasanya bahasa agama dan juga politik,” jelas Yenny Wahid saat ditemui Tribun Bali pada Rabu 12 Oktober 2022.

Faktor-faktor tersebut tentunya harus diatensi oleh para pemangku kepentingan.

Pasalnya, faktor-faktor tersebut dikhawatirkan akan melahirkan rasa dendam.

Ia kemudian mengambil contoh tragedi Kanjuruhan.

Pasalnya, banyak keluarga korban tragedi Kanjuruhan mengalami trauma.

Yenny Wahid berpandangan, trauma yang dialami oleh keluarga korban, sangat rentan terpapar radikalisme oleh oknum-oknum tertentu.

Oleh karena itu, para keluarga korban tragedi Kanjuruhan harus didampingi oleh pemerintah untuk diberikan trauma rilis.

Baca juga: 20 Tahun Peringatan Bom Bali, Masyarakat Gelar Doa dari Bali untuk Dunia

“Saya ingin mengingatkan pemerintah bahwa korban kanjuruhan harus didampingi dan harus diberikan trauma rilis, harus dipastikan bahwa mereka menerima terapi supaya tidak ada perasaan dendam yang muncul dalam dirinya.”

“Jika ada perasaan dendam yang muncul, mereka akan mudah sekali untuk dirasikalisasi,” ucap Yenny Wahid, salah satu penggagas Global Council for Tolerance and Peace.

Di akhir, Yenny Wahid menilai, hal yang mengkhawatirkan adalah ketika rasa dendam dan trauma itu ditujukan kepada negara ataupun institusi negara.

Soal Bom Bali I

Pengeboman Bom Bali I adalah rangkaian tiga peristiwa pengeboman yang terjadi pada malam hari tanggal 12 Oktober 2002.

Dua ledakan pertama terjadi di Paddy's Pub dan Sari Club (SC) di Jalan Legian, Kuta, Bali, sedangkan ledakan terakhir terjadi di dekat kantor Konsulat Jenderal Amerika Serikat, walaupun jaraknya cukup berjauhan.

Rangkaian pengeboman ini merupakan pengeboman pertama yang kemudian disusul oleh pengeboman dalam skala yang jauh lebih kecil yang juga bertempat di Bali pada tahun 2005.
Tercatat 202 korban jiwa dan 209 orang luka-luka atau cedera, kebanyakan korban merupakan wisatawan asing yang sedang berkunjung ke lokasi yang merupakan tempat wisata tersebut.

Tim Investigasi Gabungan Polri dan kepolisian luar negeri yang telah dibentuk untuk menangani kasus ini menyimpulkan, bom yang digunakan berjenis TNT seberat 1 kg dan di depan Sari Club, merupakan bom RDX berbobot antara 50–150 kg.

Tragedi bom Bali I pada 12 Oktober 2002 merupakan sejarah kelam bagi masyarakat Bali. Pulau Dewata porak-poranda dalam sekejap diguncang oleh 1 ton bahan peledak yang dengan sengaja diledakkan oleh kelompok teroris.

Peristiwa ini pun dianggap sebagai peristiwa terorisme terparah dalam sejarah Indonesia.

Untuk mengenang tragedi ini dibangun Monumen Bom Bali atau Ground Zero di Legian, dan setiap digelar peringatan Bom Bali I.

Baca juga: Ada Kegiatan Doa Bersama Peringatan 20 Tahun Bom Bali, Jalan Legian Ditutup Hingga Dinihari

 

 

 

 

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved