Berita Bali

Bali Diterjang Banyak Bencana, WALHI Bali Sebut Alih Fungsi Lahan jadi Salah Satu Penyebab

Krisna Dinata menuturkan, penyebab dari bencana yang menerpa beberapa kabupaten di Bali disinyalir akibat alih fungsi lahan.

Penulis: Ida Bagus Putu Mahendra | Editor: Harun Ar Rasyid
Istimewa/Basarnas Bali
Seorang warga jatuh dari jembatan, dan hanyut di Sungai Penyaringan, Kecamatan Mendoyo, Kabupaten Jembrana, Senin 17 Oktober 2022. Identitas korban atas nama Ni Putu Widia Margareta (18), dan merupakan pelajar kelas 3 SMA. 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Bali sampaikan pandangannya soal bencana yang menerpa Bali di tengah cuaca ekstrem.

Hal itu disampaikan oleh Made Krisna Dinata alias Bokis selaku Direktur Eksekutif Walhi Bali kepada Tribun Bali pada Senin 17 Oktober 2022.

Krisna Dinata menuturkan, penyebab dari bencana yang menerpa beberapa kabupaten di Bali disinyalir akibat alih fungsi lahan.

Suasana terkini Jembatan Penyaringan-Bilukpoh di Kecamatan Mendoyo, Jembrana, pasca diterjang banjir bandang, Senin 17 Oktober 2022 pagi.
Suasana terkini Jembatan Penyaringan-Bilukpoh di Kecamatan Mendoyo, Jembrana, pasca diterjang banjir bandang, Senin 17 Oktober 2022 pagi. (Tribun Bali/Coco)

“Alih fungsi lahan jelas menjadi salah satu penyebab dominan terjadinya bencana yang di turunankan akibat intensitas hujan yang tinggi seperti banjir dan longsor, karena itu menunjukan upaya pengendalian pemanfaatan ruang di Bali sangat kurang dari Sistem Drainase, Sedikitnya Vegetasi di dataran tinggi/lahan curam untuk menahan longsor,” jelas Bokis saat dihubungi Tribun Bali melalui sambungan telepon pada Senin 17 Oktober 2022.

Selain menyebabkan bencana di beberapa kabupaten di Bali, alih fungsi lahan dinilai dapat menyebabkan efek domino yang nantinya menjadi faktor perubahan iklim.

“Efek domino lagi dari alih fungsi lahan itu adalah perubahan iklim dan kenaikan suhu permukaan bumi dalam peningkatan Tingginya Curah Hujan di berbagai lokasi,” jelas Direktur Eksekutif Walhi Bali, Made Krisna Dinata.

Ia kemudian mengambil contoh terhadap salah satu objek vital yakni hutan mangrove.

Krisna Dinata alias Bokis menuturkan, luas lahan hutan mangrove mengalami penurunan dari tahun ke tahun.

Hal tersebut berdasarkan tata kelola lingkungan yang kurang baik sehingga banyak hutan mangrove yang dikonversi menjadi infrastruktur.

“Banyak lahan yang acapkali dikonversi menjadi infrastruktur, sehingga merubah bentang alam yang ada. Bahkan tak jarang ekosistem esensial seperti Mangrove yang memiliki fungsi vital dalam memitigasi bencana juga kerap terancam,” sebagaimana penjelasan Bokis saat dihubungi Tribun Bali melalui sambungan telepon pada Senin 17 Oktober 2022.

Berdasarkan data yang diperoleh Tribun Bali dari Made Krisna Dinata selaku Direktur Eksekutif Walhi Bali pada Senin 17 Oktober 2022, saat ini luas Tahura Ngurah Rai sejumlah 1.141,41 hektare.

Sebelumnya, Krisna Dinata menyebut luas Tahura Ngurah Rai sejumlah 1.203,55 hektare.

Hutan mangrove yang mulanya termasuk ke dalam blok perlindungan, kemudian dirubah menjadi blok khusus.

Krisna Dinata menilai, hal tersebut secara langsung dapat menyebabkan hutan mangrove akan terancam oleh pembangunan.

“Ya awalnya mangrove-mangrove tersebut peruntukan bloknya dirubah statusnya dari Blok Perlindungan menjadi Blok Khusus. Hal ini secara langsung menjustifikasi jika lahan mangrove akan terancam oleh adanya pembangunan,” pungkas Bokis saat dihubungi Tribun Bali melalui sambungan telepon pada Senin 17 Oktober 2022.

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved