Berita Bali

Cuaca Ekstrim Karena Alih Fungsi Lahan di Bali, Walhi Soroti Dua Rencana Proyek Alih Lahan di Bali

Cuaca Ekstrim yang melanda Provinsi Bali beberapa hari terakhir ini menimbulkan beberapa bencana alam seperti tanah longsor, banjir

Penulis: Ni Luh Putu Wahyuni Sari | Editor: Harun Ar Rasyid
Tribun Bali/Wahyuni Sari
Direktur Walhi Bali, Made Krisna Dinata saat Jumpa Pers pada, Selasa 18 Oktober 2022. 

TRIBUN BALI.COM, DENPASAR - Cuaca Ekstrim yang melanda Provinsi Bali beberapa hari terakhir ini menimbulkan beberapa bencana alam seperti tanah longsor, banjir hingga rusaknya akses jalan yang sering dilalui kendaraan.

Penyebab bencana alam ini dinilai karena maraknya terjadi alih fungsi lahan. Melihat hal ini Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Bali menyoroti beberapa kegiatan pembangunan alih fungsi lahan yang akan dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Bali. Proyek tersebut yakni pembangunan Terminal LNG dan Pembangunan Tol Gilimanuk-Mengwi.

“Efek domino dari alih fungsi lahan itu adalah perubahan iklim dan kenaikan suhu permukaan bumi dalam peningkatan tingginya curah hujan diberbagai lokasi,” kata, Direktur Walhi Bali, Made Krisna Dinata pada, Selasa 18 Oktober 2022.

Sesosok mayat perempuan, ditemukan warga di pesisir Pantai Delod Berawah, Banjar Dangin Marga, Desa Delod Berawah, Kecamatan Mendoyo, Jembrana, Selasa 18 Oktober 2022 siang.

Diduga, jasad tersebut adalah seorang siswi SMA yang terpeleset dan kemudian terjatuh di derasnya aliran Sungai Bilukpoh kemarin pagi.

Saat ini, jenazah telah dievakuasi dan dibawa menuju RSU Negara untuk identifikasi.

Menurut saksi bernama I Komang Agus Suryadi, dan I Kadek Arta Negara (18).

Sebelum melihat jasad tersebut, ia hanya berniat untuk mencari bongkahan kayu guna membuat hiasan pada aquascape.

Namun, tak lama setelah menyusuri pantai, ia justru melihat sesosok mayat yang tertahan kayu di pinggir pantai.
Sesosok mayat perempuan, ditemukan warga di pesisir Pantai Delod Berawah, Banjar Dangin Marga, Desa Delod Berawah, Kecamatan Mendoyo, Jembrana, Selasa 18 Oktober 2022 siang. (Tribun Bali/ Prasetia Aryawan)

Rencananya pembangunan terminal LNG dikawasan Mangrove Tahura Ngurah Rai sedikitnya akan menghilangkan 14,5 hektar Mangrove. Disamping itu berkurangnya keberadaan sawah yang memiliki sistem irigasi pengaturan air yakni subak juga mempengaruhi adanya bencana ini.

Terkait dengan jumlah luasan persawahan di Bali, Krisna menuturkan pertama pendekatannya adalah subak.

“Subak kian hari jumlahnya semakin berkurang. Awalnya 2018 jumlah subak sebanyak 1.596 subak yang dimana didata ini 5 subak di Denpasar Subak Kreneng dan Subak Renon sudah hilang atau tidak ada. Ditambah lagi terkait dengan jumlah lahan sawah per 2014 totalnya ada 80.506 hektar,” tambahnya.

Semakin hari subak dan sawah berkurang jumlahnya, hal ini sejalan ketika subak yang sudah tidak ada otomatis keberadaan sawah juga pasti tidak ada. Belum lagi, kata Krisna sebanyak 480,54 hektar sawah yang berada dikawasan pembangunan Tol Gilimanuk-Mengwi akan tergerus karena pembangunan Tol.

“Tiinggal dikalkulasi saja. Itu real akan hilang ditambah 98 titik subak yang akan hilang. Jadi bisa dipastikan hari ini luas sawah itu 62.202 hektar. Data ini dari pakar pertanian Prof. Windia,” sambungnya.

Terkait dengan hilangnya sawah dibarengi dengan hilangnya subak ini dinilai secara tidak langsung masyarakat kehilangan sistem irigasi dan juga kehilangan sistem hidrologis alami yang dibuat oleh sawah. Maka dari itu makin berkurangnya lahan yang memiliki fungsi untuk irigasi air dan juga menghilangkan hidrologis alami itu sama dengan akan mempercepat bencana ini.

“Karena fungsinya sedikit demi sedikit hilang. Belum lagi di Tahun 2021 ada ‘case’ dari Prof Windia mengatakan akibat hilangnya beberapa subak di Jembrana pada Bulan Oktober 2021 juga menyebabkan terjadinya banjir dan juga tanah longsor,” tutupnya. (*)

 

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved