Berita Nasional

Hasil Penelitian Kemenkes: Ada Tiga Zat Kimia Berbahaya Pada Anak-anak Pasien Gangguan Ginjal Akut

Hasil Penelitian Kemenkes ungkap ada tiga zat kimia berbahaya ditemukan pada anak-anak pasien gangguan ginjal akut.

Editor: Putu Kartika Viktriani
Credit:Antonio_Diaz
Ilustrasi - Hasil Penelitian Kemenkes ungkap ada tiga zat kimia berbahaya ditemukan pada anak-anak pasien gangguan ginjal akut. 

Hasil Penelitian Kemenkes: Ada Tiga Zat Kimia Berbahaya Pada Anak-anak Pasien Gangguan Ginjal Akut

TRIBUN-BALI.COM - Kasus kematian akibat gagal ginjal akut pada anak meresahkan masyrakat dalam beberapa hari belakangan.

Pasalnya, penyakit ini bisa dibilang cukup baru di kalangan anak-anak dan merebak secara tiba-tiba.

Dilansir dari Tribunnews.com, Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) mengungkap, ada temuan tiga zat kimia berbahaya pada pasien balita penderita gangguan ginjal akut.

Tiga zat kimia berbahaya pada masalah kesehatan acute kidney injury (AKI) misterius atau gangguan ginjal akut progresif atipikal ini ditemukan pada pasien balita.

Zat pada pasien gangguan ginjal akut ini yaitu etilen glikol/ethylene glycol (EG), dietilen glikol/diethylene glycol (DEG), dan ethylene glycol butyl ether (EGBE).

"Kemenkes sudah meneliti bahwa Pasien balita yang terkena AKI (accute kidney Injury) terdeteksi memiliki 3 zat kimia berbahaya," ujar Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan RI dr Siti Nadia Tarmizi dalam keterangannya, Kamis 20 Oktober 2022.

Ia menerangkan, ketiga zat kimia ini merupakan impurities atau ketidakmurnian dari zat kimia yang tidak berbahaya.

Baca juga: Kenali Gejala dan Penyebab Gangguan Ginjal Akut pada Anak: Mulai Demam, Diare Hingga Muntah-muntah

Polyethylene glycol sendiri sering dipakai sebagai solubility enhancer dibanyak obat-obatan jenis sirup.

Adapun beberapa jenis obat sirup yang digunakan oleh pasien balita yang terkena AKI terbukti memiliki EG, DEG, EGBE, dimana sesuai aturan harusnya tidak ada atau sangat sedikit kadarnya diobat-obatan sirup tersebut.

Oleh karena itu pihaknya, sambil menunggu otoritas obat seperti BPOM sedang memfinalisasi hasil penelitian kuantitatif.

Kemenkes mengambil posisi Konservatif dengan sementara melarang penggunaan obat-obatan sirup.

Langkah ini diambil lantaran balita yang teridentifikasi KAI sudah mencapai 70an per bulan (realitasnya pasti lebih banyak dari ini), dengan fatality/kematian rate mendekat 50 persen.

Sebelumnya, Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) menginstruksikan penghentian sementara konsumsi obat sediaan sirup sebagai imbas peningkatan kasus gangguan ginjal akut misterius pada ratusan anak di Indonesia.

Kemenkes mencatat jumlah penderita gangguan ginjal akut misterius ini mencapai 206 kasus yang tersebar di 20 provinsi di Indonesia, dimana 99 di antaranya meninggal dunia.

Mayoritas pasien yang meninggal adalah pasien yang dirawat di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta.

Angka kematian pasien yang dirawat di RSCM mencapai 65 persen.

Baca juga: Kemenkes Ambil Langkah Antisipatif Buntut Kasus Gangguan Ginjal Akut: Jangan Konsumsi Obat Cair

DPR Dorong Sosialisasi Masif Pengobatan Tanpa Obat Sirup

Anggota Komisi IX DPR RI Rahmad Handoyo mengatakan, parlemen mendukung sepenuhnya langkah-langkah yang telah dan akan dilakukan pemerintah dalam upaya mencegah meluasnya penyebaran kasus gagal ginjal akut misterius yang menyerang pada anak.

"Kondisi ini memang memprihatinkan. Kita mendapat ujian lagi, penyakit gagal ginjal akut misterius ini belum diketahui penyebabnya secara pasti. Sementara itu kasus bertambah terus dan sudah banyak anak-anak kita yang meninggal. Menyikapi keadaan ini, parlemen nendukung sepenuhnya langkah-langkah yang dilakukan pemerintah," kata Rahmad Handoyo kepada wartawan, Kamis 20 Oktober 2022.

Legislator PDI Perjuangan ini mengatakan, pihaknya juga setuju dan dukung penuh langkah pemerintah yang mengeluarkan surat edaran penghentian untuk sementara penggunaan penggunaan obat-obatan berbentuk sirup atau cairan. 

Hal ini disebabkan adanya dugaan pada obat cair atau syrup mengandung etilen glikol (EG) yang diduga bisa merusak ginjal.

"Larangan penggunaan obat siurup atau cair sebagai antisipasi penyakit gagal ginjal akut pada anak ini harus jadi perhatian semua pihak. Tak hanya para orang tua, tapi apotik dan puskesmas, semua harus menghentikan sementara penjualan dan penggunaan obat cair tersebut,” katanya.

Masih terkait dengan penghentian penggunaan obat sirup, menurut Rahmad, tidak cukup hanya sebatas larangan pengumuman saja tetapi harus disosialisasikan secara masif kepada publik. 

Secara terus menerus agar informasi ini benar-benar sampai ke masyarakat dan siapapun yang menjual obat obatnya.

"Tentang hal ini (larangan penggunaan obat cair) masyarakat harus diedukasi secara masih dan optimal. Pemerintah kan bisa memanfaatkan berbagai strategi komunikasi maupun memanfaatkan platform media yang ada," ujarnya.

 

Selain itu, yang tak kalah pentingnya, kata politisi asal Boyolali Jawa Tengah ini masyarakat juga harus diajari bagaimana caranya mengatasi penyakit yang diderita anak, semisal batuk, demam tanpa harus menggunakan obat cair. 

Masalahnya, kata Rahmad, selama ini masyarakat, bahkan para tenaga medis sudah sangat terbiasa dengan obat sirup.

“Selama ini kan obat sirup atau cair digunakan para orang tua mana kala anaknya sakit. Apalagi, obat cair itu diperjualbelikan secara bebas. Nah, ini harus jadi perhatian, bagaimana solusinya menurunkan panas pada anak tanpa obat cair. Masyarakat harus diedukasi tentang hal ini. Seperti obat kapsul tablet, racikan injeksi, maupun melalui anus adalah alternatif obat diluar sirup yang harus di sampaikan ke para orang tua," ucapnya.

Dikatakan Rahmad, hal penting lainnya yang harus dihindari, adalah kesimpangsiuran informasi menyangkut penyakit gagal ginjal akut pada anak.

“Jangan sampai akibat informasi yang simpangsiur menimbulkan kepanikan serta rasa takut pada masyarakat,” katanya.

"Untuk itu kita dorong orang tua aktif mengikuti siaran informasi dari pemerintah tentang kasus ini," imbuhnya.

Kepada masyarakat, Rahmad mengatakan, bila ada gejala-gejala penyakit gagal ginjal akut menghinggapi anak, seperti demam, gangguan pencernaan seperti muntah dan diare, gangguan pernapasan seperti batuk dan pilek, jangan minum obat sirup tapi segera berkonsultasi dengan dokter.

“Waspada perlu tapi kalau anak sakit nggak usah cemas berlebihan, tapi upayakan sesegera mungkin membawa anak ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat agar mendapatkan penanganan,” katanya.

Dikatakan Handoyo, munculnya penyakit gagal ginjal akut ini memang ujian berat yang harus dihadapi.  

Apalagi, katanya, sampai saat ini, belum diketahui apa sebenarnya pemicu munculnya penyakit yang kebanyakan menyerang anak balita ini.

“Kita berharap tentunya dalam waktu tak lama lagi, pemerintah yang bekerja sama dengan negara lain saat ini tengah melakukan penelitian dan investigasi secara epidemologi, bisa mengetahui penyebab munculnya penyakit ini, sehingga bisa ditemukan obat penawarnya serta Langkat preventipnya,” katanya.

Sejauh ini sudah ditemukan 206 anak kasus gagal ginjal akut di Indonesia yang belum diketahui penyebabnya.

Sebanyak 99 anak di antaranya meninggal dunia.

Sementara itu, kasus 70 anak meninggal dunia akibat gagal ginjal juga ditemukam di Gambia, Afrika Barat, dan dilaporkan berkaitan dengan konsumsi obat yang tercemar etilen glikol dan dietilen glikol lantaran melampaui batas wajar.

Kemungkinan serupa di Indonesia tengah didalami para ahli termasuk BPOM RI dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

(*)

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Kemenkes: Ada Temuan Tiga Zat Kimia Berbahaya pada Pasien Balita Gangguan Ginjal Akut dan Kasus Gagal Ginjal Akut Anak Bertambah, DPR Dorong Sosialisasi Masif Pengobatan Tanpa Obat Sirup.

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved