Berita Bali
Bencana Alam di Bali Tak Pengaruhi KTT G20, Gubernur Bali Koster Sebut Ini Banjir Terakhir
Jelang event KTT G20, bencana tidak akan pengaruhi G20, penyebab bencana alam ini dinilai karena maraknya terjadi alih fungsi lahan
Penulis: Ni Luh Putu Wahyuni Sari | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Bencana alam yang terjadi di Bali beberapa waktu lalu dikatakan tidak akan pengaruhi event KTT G20 yang akan berlangsung di Bali, tanggal 15-16 November 2022.
Hal tersebut diungkapkan Gubernur Bali, Wayan Koster, Jumat 21 Oktober 2022.
“Nggak ada masalah, banjir sudah diatasi, aman. Dalam jangka pendek ini pengungsian sudah ditangani, terutama Jembrana, di luarnya (Kabupaten lain) nggak ada. Kemudian makanan sudah disiapkan. Dalam jangka panjang akan dilakukan relokasi warga di Jembrana ada sekitar 20 KK mungkin akan direlokasi, tanahnya sudah disiapkan Pemprov Bali,” jelas Koster.
Dia menuturkan hal tersebut bukan lah masalah besar dan memang warga di Kabupaten Jembrana yang terdampak bencana agar mengikuti prosedur relokasi karena bencana banjir memang cukup sering terjadi di kawasan tersebut.
Baca juga: Perkiraan Anggaran Perbaikan di Sembilan Lokasi Prioritas Bencana Tabanan Capai Rp39 Miliar
“Dan ini berat kemarin, karena memang posisi tempat rumahnya di bawah jalan. Itu tidak nyaman. Jadi sedang diupayakan. Mudah-mudahan warga semua mau kita relokasi. Sudah kita siapkan dan rumahnya akan dibantu oleh BNPB. Untuk G20 Bali sudah aman tidak usah dikhawatirkan,” imbuhnya.
Kata Koster, kini sudah ada monitor dari BMKG, BPBD Provinsi Bali/kabupaten dan dinas agar melalukan mitigasi kebencanaan dan mengimbu warga untuk berjaga-jaga, terutama di wilayah yang rawan banjir, banjir bandang dan lain-lain.
“Tapi saya kira kalau banjir bandang nggak lagi. Ini terakhir,” katanya.
Koster juga buka suara terkait dua rencana proyeknya yakni pembangunan Terminal LNG dan Jalan Tol Mengwi-Gilimanuk yang disorot oleh Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi).
Sebelumnya Walhi menyatakan jika nantinya proyek ini tetap diberlangsungkan dikhawatirkan akan terjadi bencana yang lebih besar lagi di Bali.
“Lho, pembangunan pasti ada yang dikenakan, tapi sawahnya tidak banyak cuma 200 hektare kok. Nggak salah. Namun nilai ekonomi seluruh kawasan kan naik sekian kali lipat,” kata Koster.
Koster pun mengklaim tidak akan ada bencana dengan berlangsungnya dua proyek tersebut.
Terlebih ia sudah melakukan analisis dampak lingkungan (Amdal) sebelum melakukan proyek ini.
“Nggak akan (ada bencana). Ini kan sudah diperhitungkan dan wilayahnya ini bukan wilayah hulu. Ini wilayah melintang. Beda kalau pembangunannya dilakukan di hulu. Itu bisa berbahaya. Aman,” tambahnya.
Cuaca ekstrem yang melanda Provinsi Bali beberapa hari terakhir ini menimbulkan beberapa bencana alam, seperti tanah longsor, banjir hingga rusaknya akses jalan yang sering dilalui kendaraan.
Penyebab bencana alam ini dinilai karena maraknya terjadi alih fungsi lahan.
Melihat hal ini Walhi Bali menyoroti beberapa kegiatan pembangunan alih fungsi lahan yang akan dilakukan oleh Pemprov Bali.
Proyek tersebut yakni pembangunan Terminal LNG dan Pembangunan Tol Gilimanuk-Mengwi.
“Efek domino dari alih fungsi lahan itu adalah perubahan iklim dan kenaikan suhu permukaan bumi dalam peningkatan tingginya curah hujan diberbagai lokasi,” kata Direktur Walhi Bali, Made Krisna Dinata, Selasa 18 Oktober 2022.
Rencananya pembangunan terminal LNG dikawasan Mangrove Tahura Ngurah Rai sedikitnya akan menghilangkan 14,5 hektar Mangrove.
Disamping itu berkurangnya keberadaan sawah yang memiliki sistem irigasi pengaturan air yakni subak juga mempengaruhi adanya bencana ini.
Terkait dengan jumlah luasan persawahan di Bali, Krisna menuturkan pertama pendekatannya adalah subak.
Terpisah, Koordinator Bidang Data dan Informasi BMKG Bali, I Nyoman Gede Wiryajaya mengatakan, ada beberapa faktor yang mempengaruhi iklim Indonesia, di antaranya yang menyebabkan seringnya hujan mengguyur Bali.
Pada skala global, iklim Indonesia dipengaruhi oleh adanya fenomena El Nino dan La Nina yang terjadi di Samudra Pasifik dan Diplo Mode di Samudra Hindia.
Kemudian pada skala regional, sirkulasi angin muson, suhu muka laut, dan siklon tropis mempengaruhi iklim.
Sementara posisi geografis, topografi wilayah, serta angin barat dan angin laut mempengaruhi iklim dalam skala lokal.
Lelaki yang akrab disapa Wirya ini menambahkan BMKG sendiri sudah merilis prakiraan musim hujan.
Termasuk informasi cuaca untuk wilayah Bali yang telah dikeluarkan pada Maret dan September lalu.
Musim hujan sendiri sudah diprediksi yang dipengaruhi oleh fenomena La Nina akan terjadi pada September hingga awal tahun depan.
“95 persen musim hujan di Bali puncaknya Januari. Bahkan hingga Februari 2023, walaupun dalam kategori lemah. Diprakirakan diawali pada September untuk Bali tengah dan terakhir akan di wilayah pesisir utara Bali,” kata Wirya.
Hujan yang terjadi di Indonesia turun lebih awal dari waktu yang diperkirakan.
Hal ini karena Indonesia berpotensi terkena dampak fenomena La Nina “triple dip” atau La Nina selama tiga tahun, 2020-2023.
Tidak hanya Indonesia, fenomena ini juga mengancam dunia.
La Nina “Triple Dip” akan memberikan pengaruh pada pola cuaca dan iklim di masing-masing wilayah.
Selain itu, hujan juga dipengaruhi akibat suhu muka air laut dan kondisi angin.
Berdasarkan pengamatan, analisis anomali suhu muka laut Indonesia menunjukkan kondisi yang hangat.
Sementara untuk angin muson Asia atau angin Barat yang merupakan angin penyebab hujan mulai aktif Desember 2022-Januari 2023.
“Sekarang ini arahnya angin masih berasal dari tenggara, barat daya. Musim penghujan itu ditandai dengan salah satunya arah angin yang berasal dari barat,” tambahnya.
Wirya mengimbau kepada masyarakat untuk tetap waspada akan kodisi alam saat ini.
Adanya fenomena La Nina dan El Nino saat ini sangat berpotensi mempengaruhi iklim dan cuaca.
Terpengaruhnya iklim dan cuaca ini kemudian bisa berdampak pada bencana hidrometeorologi.
Mulai dari curah hujan yang ekstrim, angin yang bertiup kencang, angin puting beliung, bahkan kekeringan.
Wirya mengatakan, secara klimatologi curah hujan di Bali dapat lebih besar dari 50 mm.
Hal ini berdasarkan pantauan dari Stasiun Klimatologi Bali yang juga telah mengeluarkan informasi wilayah yang berpeluang hujan.
“Pada prakiraan 11-20 Oktober 2022, Bali berpotensi diguyur hujan sedang-lebat dengan peluang > 50 mm bahkan > 90mm/dasarian. Kondisi ini diprediksi terjadi di Kabupaten Jembrana, Tabanan, Badung, Gianyar, dan Kota Denpasar,” ujar Wirya.
BMKG Bali juga telah mengeluarkan peringatan dini cuaca ekstrem pada 16 Oktober 2022 pukul 13.50 hingga 17 Oktober 2022 pukul 11.00 Wita.
BMKG berkolaborasi dengan BPBD juga telah menyebarkan informasi tersebit dan menetapkan status waspada untuk wilayah Provinsi Bali. (sar/yun)
Kumpulan Artikel Bali